Elina Widiastuti, dengan rambut sehitam malam yang terurai lembut membingkai wajahnya yang cantik jelita, bukanlah putri seorang bangsawan. Ia hidup sederhana di sebuah rumah kecil yang catnya mulai terkelupas, bersama adik perempuannya, Sophia, yang masih belia, dan kedua orang tuanya. Kehidupan mereka, yang tadinya dipenuhi tawa riang, kini diselimuti bayang-bayang ketakutan. Ketakutan yang berasal dari sosok lelaki yang menyebut dirinya ayah, namun perilakunya jauh dari kata seorang ayah.
Elina pun terjebak di pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta, ia pun mendapatkan perlakuan kasar dari orang orang terdekatnya.
bagaimana kelanjutannya?
silahkan membaca dan semoga suka dengan ceritanya.
mohon dukung aku dan beri suportnya karena ini novel pertama aku.
jangan lupa like, komen dan favorit yah 😊
kunjungan kalian sangat berarti buat aku. see you
selamat membaca
see you 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Rmaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Elizabeth, mencoba mempertahankan ketenangannya, memulai percakapan.
"Axel, kau sudah pertimbangkan ini dengan matang?" Suaranya terdengar datar, namun sorot matanya tajam.
Clara, tak mampu lagi menahan emosinya, memotong.
"Pertimbangkan apa tante? Setelah apa yang telah direncanakan? Axel tidak akan menikahi pelayan rendahan itu" Suara Clara bergetar menahan amarah. Ia bangkit dari kursinya.
Ryan, yang sedari tadi mengamati situasi dengan tatapan khawatir dan kecewa, ikut bersuara.
"Axel, kau sadar dengan apa yang kau katakan?" Suaranya berat, penuh kepedihan. Ia menatap Elina dengan tatapan penuh perhatian.
Elina, yang selama ini hanya diam, akhirnya angkat bicara, suaranya gemetar.
"Saya… saya tidak mengerti Tuan Axel" Air matanya mulai menetes.
Luna, dengan sigap, mencoba menenangkan Elina, namun situasi semakin kacau. Suara-suara saling bertabrakan, membentuk sebuah ketidak setujuan dan amarah. Clara tak henti hentinya mengumpat, Elizabeth menggeram, Ryan mendesah frustasi, dan Elina hanya bisa menangis. Kegaduhan itu mencapai puncaknya, membentuk badai emosi yang mengguncang ruangan.
Di tengah keributan itu, Axel berdiri. Ia mengangkat tangannya, meminta kesunyian. Keheningan tiba-tiba menyelimuti ruangan, semua mata tertuju padanya. Dengan suara yang tenang namun tegas, Axel berkata kembali.
"aku akan menikahi Elina, dan aku tidak merima penolakan dari siapapun termaksud mommy"
Keheningan mencekam setelah pernyataan Axel. Semua mata masih tertuju padanya, menunggu reaksi selanjutnya. Clara masih terpaku, wajahnya memerah menahan amarah. Ryan, dengan tatapan kecewa, menatap Elina yang masih terisak. Hanya Luna yang sigap, mencoba menenangkan Elina.
Elizabeth terdiam, mengamati situasi dengan tatapan yang tak terbaca. Ekspresinya datar, ia nampak pasrah.
Axel dengan wajah datarnya yang dingin, menatap Elina.
"ini kemauanku" katanya, suaranya tenang namun tegas.
"dan saya tidak menerima penolakan" Tatapannya tajam, menusuk, seolah-olah ingin memaksa Elina untuk menerima permintaannya. Sikap dingin dan kejamnya yang terkenal kembali terlihat jelas. Ia tidak terbiasa dengan penolakan, dan ia tidak akan menerimanya kali ini.
Elina yang masih terisak, mengangkat wajahnya.
"Tapi… tapi Tuan Axel," suaranya terbata-bata,
"saya hanya seorang pelayan…"
"aku tidak peduli dengan statusmu" Axel memotong, suaranya dingin tanpa ampun. "
"Yang penting kau patuh" Ia berkata dengan nada yang tak bisa dibantah.
Ryan, tak tahan melihat Elina diperlakukan seperti itu, mencoba untuk campur tangan.
"Axel, kau tidak bisa memaksanya!"
Axel melirik Ryan sekilas, tatapannya tajam dan dingin.
"Ini bukan urusanmu, Ryan," katanya, suaranya rendah dan mengancam.
"Ini antara aku dan dia."
Elina, yang merasa terpojok, hanya bisa terdiam, air mata masih mengalir di pipinya. Ia merasa seperti boneka yang digerakkan oleh orang lain, tak berdaya menghadapi ketegasan Axel yang tak kenal ampun. Ia menyadari bahwa ia telah terjebak dalam situasi yang sulit, pertarungan batin Elina baru saja dimulai. Pertarungan antara hatinya yang rapuh dan kekejaman Axel yang tak kenal ampun.
Ryan merasa frustrasi dengan sikap Axel yang selalu bertindak sembarangan. Ia berusaha menjelaskan perasaannya kepada Axel, berharap temannya itu bisa memahami dampak dari keputusannya.
"Axel, kamu harusnya mempertimbangkan perasaan orang lain juga. Apa yang kamu lakukan ini bisa menyakiti Elina," kata Ryan dengan nada tegas namun tetap berusaha tenang.
Namun, Axel hanya tersenyum sinis dan menjawab,
"Aku tidak peduli dengan perasaan orang lain. Ini hidupku dan aku berhak untuk mengambil keputusan sendiri."
Ryan merasa hatinya semakin berat. Ia tahu bahwa Axel adalah orang yang keras kepala, tetapi ia tidak ingin melihat Elina terluka.
"Tapi, Axel.kamu tidak bisa terus seperti ini. Suatu saat, tindakanmu akan berbalik menghantui mu dan kamu akan menyesalinya," ujarnya dengan nada penuh harap.
Axel mengangkat bahu, tampak tidak terpengaruh oleh perkataan Ryan.
"Aku akan tetap dengan pilihanku. Jika kamu tidak setuju, itu urusanmu" jawabnya dengan nada meremehkan.
Axel meninggalkan restoran dengan menimbulkan banyak pertanyaan dimana mana, siapa yang tidak mengenal Axel Steele. CEO terkenal dengan kekayaan dan bisnisnya yang mendunia. tangan Elina memerah ketika Axel dengan keras menariknya lalu membawanya ke dalam mobil. Clara hanya bisa menatap pria idamannya itu pergi membawa wanita yang akan menjadi calon istrinya. Clara merengek meminta persetujuan agar Elizabeth menolak pernikahan Axel dan Elina.
Suasana mencekam menyelimuti ruangan itu. Axel, dengan wajah dingin dan tanpa ekspresi, menyodorkan sebuah perjanjian kepada Elina. Bukannya lamaran romantis, melainkan paksaan yang terselubung dalam lembaran kertas itu.
"tanda tangan" perintah Axel, suaranya datar tanpa sedikitpun kelembutan.
"Ini satu satunya cara untuk menghentikan Mommy menjodohkan ku dengan Clara" batin Axel licik.
Elina gemetar, matanya berkaca-kaca. Dia tahu ini bukan pernikahan yang didambakannya, melainkan jebakan yang dirancang Axel untuk kepentingan pribadinya. ancaman Axel masih terngiang di telinganya,menjauhkannya dari Sophia, adik perempuannya yang sangat dicintainya. Itu ia jadikan sebagai senjata,sebuah ancaman yang mampu melumpuhkan Elina. Ketakutan kehilangan Sophia jauh lebih besar daripada keinginannya untuk menikah.
Setelah Elina menandatangani perjanjian itu, tangannya gemetar hebat,pena terjatuh kelantai. c
"Clark"yang nyaring di ruangan sunyi itu. Axel mengambil dokumen tersebut, tanpa sepatah kata pun. Keheningan yang mencekam lebih menyakitkan daripada kata-kata kasar sekalipun.
Elina memeluk tubuhnya sendiri, bahu nya bergetar hebat. air mata yang mengalir tak mampu lagi dibendung. Bukan sekadar air mata, tapi jeritan hati yang terpendam. Ia merasa tercekik, terperangkap dalam jebakan yang dirancang dengan begitu rapi oleh Axel. Janji-janji tentang masa depan Sophia, yang seharusnya menjadi penghibur, justru terasa seperti garam yang ditaburkan ke luka yang menganga.
"Ini… ini bukan yang aku inginkan" bisik Elina, suaranya nyaris tak terdengar. Kata-kata itu lebih merupakan pengakuan pada dirinya sendiri daripada permohonan kepada Axel. Ia merasa begitu kecil, begitu tak berdaya di hadapan Axel dan segala kekuasaan nya.
Axel menatap Elina dengan tatapan dingin, tanpa ekspresi. Ia tak menunjukkan sedikit pun rasa simpati atau penyesalan. Baginya, ini hanyalah sebuah transaksi, sebuah pertukaran yang menguntungkan dirinya. Elina hanyalah alat untuk mencapai tujuannya.
Elina merasakan keputusasaan yang begitu dalam. Ia merasa terasing, sendirian menghadapi beban berat ini. Tidak ada yang bisa ia andalkan, tidak ada tempat untuk mengadu. Ia hanya bisa menangis, meratapi nasibnya yang malang, terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, demi melindungi adiknya. Harapan yang tadinya muncul sekejap, kini sirna ditelan oleh keputusasaan yang begitu mendalam. Ia merasa seperti boneka yang dimainkan oleh Axel, tanpa hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Namun secercah harapan muncul, kebahagiaan Sophia jauh lebih penting dari apapun. di dalam perjanjian itu, ada poin yang menguntungkan bagi Elina yaitu, kehidupan Sophia akan difasilitasi oleh tanpa kekurangan apapun. Axel juga berjanji akan membawa Sophia ke sekolah terbaik di luar negeri.
.
.
Lanjut yah
Like, komen dan favorit.
kritik dan saran pasti aku terima. maaf kata katanya masih penuh kekurangan.
See you 😍