> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hana no Yuki: Bagian 4
Bagian 4: Bayangan di Tengah Salju
Langit mulai gelap ketika aku dan Hayato kembali melanjutkan perjalanan dari gua. Dingin semakin menusuk, dan angin malam bertiup kencang, membawa aroma salju yang begitu tajam. Satu-satunya cahaya datang dari obor kecil di tangan Hayato yang bergerak naik-turun seiring langkahnya yang mantap.
Aku terus mengikutinya dari belakang, berusaha untuk tidak terjatuh saat kaki terbenam di dalam salju. Meski rasa lelah mulai menyergap, aku tahu ini bukan saatnya untuk menyerah. Bagaimanapun juga, aku harus memainkan peranku sebagai Yukio Chaya dengan baik. Setidaknya, itulah satu-satunya jalan untuk bisa keluar dari dunia ini.
“Yukio,” panggil Hayato tiba-tiba, menghentikan langkahku. “Lihat, di sana.” Dia menunjuk ke arah tebing yang menjulang di ujung hutan.
Di kejauhan, di antara kabut dan salju, samar-samar aku bisa melihat sebuah puncak kecil yang tertutup kabut putih. Pemandangan itu sangat indah sekaligus menakutkan.
“Itu… tempatnya?” Aku mencoba menelan ludah. Mungkin di sanalah bunga legendaris yang kami cari, *Hana no Yuki*, berada.
Hayato mengangguk. “Katanya, bunga itu tumbuh di tebing batu di puncak sana. Bunga yang hanya mekar sekali dalam setahun, dan katanya bisa menghalau kekuatan jahat dan membawa kedamaian bagi desa ini.”
Aku menatapnya dengan hati-hati, memperhatikan ekspresinya yang serius. Bagi Hayato, misi ini adalah segalanya. Ia rela melewati perjalanan sulit demi menyelamatkan desa ini. Demikian pula bagi Yukio, ini adalah peran yang sangat krusial. Bisa jadi ia menganggap bahwa ia dilahirkan hanya untuk ini. Sementara aku… yah, aku hanya ingin menyelesaikan tugas ini dan kembali ke dunia nyata secepatnya.
“Tapi hati-hati,” Hayato memperingatkan sambil memegang pedangnya. “Kita sudah masuk wilayah terlarang, tempat para makhluk penjaga berada.”
Makhluk penjaga lagi?! Jantungku berdebar tak menentu.
Kami terus mendaki perlahan, dan tiba-tiba, di tengah jalan setapak yang berliku, terdengar suara gemerisik dari semak-semak di samping kami. Jantungku berdegup lebih kencang, tapi aku berusaha tetap tenang.
“Jangan khawatir,” kata Hayato tanpa menoleh. “Makhluk penjaga biasanya tidak menyerang kecuali merasa terancam.”
Aku hanya bisa mengangguk, meski rasa takut itu tetap ada. Jujur saja, aku hampir berharap AniGate akan memberiku semacam petunjuk untuk menghadapi situasi seperti ini. Tapi tentu saja… sistem itu selalu muncul saat tidak dibutuhkan, dan menghilang ketika aku benar-benar butuh bantuan.
Saat kami semakin dekat ke puncak, udara terasa semakin dingin. Kabut semakin tebal, membuat jarak pandang kami hanya beberapa meter ke depan. Napas kami terlihat seperti asap putih di udara yang beku, dan langkah kami semakin pelan.
Tiba-tiba, dari balik kabut, muncul bayangan besar yang bergerak cepat ke arah kami. Aku terdiam di tempat, mataku membelalak.
“Yukio, awas!” seru Hayato sambil menarikku ke samping.
Bayangan itu melompat ke arah kami, dan aku hanya bisa melihat sekilas bentuk tubuhnya yang besar dan berotot, mirip seekor beruang, tapi dengan bulu putih lebat yang seolah menyatu dengan salju.
Beruang raksasa itu menggeram, matanya merah menyala menatap kami dengan ancaman yang nyata
“Beruang penjaga…” bisik Hayato, wajahnya tegang. “Yukio, menjauhlah dari sini. Kalau keadaannya tidak memungkinkan, kau harus tinggalkan aku, ambil bunganya, lalu kabur. Biar aku yang mengulur waktu untuk menghadapi makhluk ini.”
Aku melangkah mundur, tapi entah kenapa… sesuatu di dalam diriku mendorongku untuk tidak lari begitu saja. Mungkin ini bukan hal yang logis, tapi… aku merasa harus melakukan sesuatu.
Aku meraih sebatang kayu di dekat kakiku, dan sambil gemetar, kutunjuk ke arah beruang itu. “Hei, kau! Jauhi kami!”
Beruang itu hanya menggeram lebih keras, sama sekali tak terpengaruh.
Oh, sial. Ini ide buruk.
Hayato, yang melihat aksiku, tersenyum samar. “Aku tidak menyangka kau berani, Yukio.”
Aku hanya bisa tertawa kecut. “Sebenarnya aku juga nggak tahu apa yang kulakukan.”
Namun sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, tiba-tiba suara yang familier terdengar di kepalaku.
> “User Rei Jaavu, saran taktis: makhluk ini tidak tahan terhadap suara keras. Teriakan yang cukup keras dapat mengusirnya.”
Aku tertegun. “AniGate?! Kenapa baru muncul sekarang?!”
> “Maaf atas keterlambatan, User. Sedikit masalah koneksi…,” jawab AniGate dengan nada datar, seakan tidak ada yang salah.
“Teriakan keras, ya?” gumamku.
Tanpa berpikir panjang, aku menarik napas dalam-dalam dan berteriak sekeras mungkin, “PERGILAH!! DASAR BERANG-BERANG RAKSASA BAU!!”
Suaraku menggema di udara dingin, dan beruang itu tampak terkejut, berhenti sejenak dan menggeleng-gelengkan kepala. Perlahan-lahan, ia mundur beberapa langkah, lalu berbalik dan lari ke arah kabut.
Aku menghela napas lega, lututku hampir lemas. Ternyata… berhasil.
“Aku tidak menyangka kau punya keberanian sebesar itu, Yukio,” kata Hayato dengan nada bangga. “Kau memang cocok menjadi pendamping dalam misi ini.”
Aku tersenyum kaku, menyembunyikan kenyataan bahwa aku sendiri hampir pingsan. Tentu saja, keberanian ini sebenarnya berkat informasi dari AniGate.
"Tapi, apa yang kau teriakkan tadi? Berang-berang? Itu sejenis hewan atau apa?" tanya Hayato sambil mengerutkan dahi.
"Ah, hahaha. Itu, lupakan saja. Aku juga tak tahu itu hewan apa..." jawabku takut-takut karena menduga di dunia ini tidak ada berang-berang.
> “Selamat, User. Tugas mendampingi pahlawan telah berhasil sampai sejauh ini. Anda telah menunjukkan perkembangan dalam keberanian.”
Aku mendesah panjang. “Ya, ya. Terima kasih, AniGate. Tapi lain kali, bisakah kau muncul sebelum aku hampir jadi makan malam seekor beruang?”
> “Poin yang bagus, User. Akan kami pertimbangkan. Namun, sedikit keterlambatan seringkali menambah rasa "greget", bukan?”
Aku hanya bisa memutar mata mendengar jawabannya yang terkesan seenaknya.
Tak lama setelah itu, kami melanjutkan perjalanan, dan akhirnya, di ujung tebing bersalju itu, aku bisa melihatnya. Hana no Yuki. Bunga kecil berwarna putih yang hampir tidak terlihat di antara hamparan salju, namun memancarkan keindahan yang tak tertandingi. Bentuk kelopaknya seperti bunga sakura, tapi berkilau lembut seperti kristal.
“Ini dia… bunga legendaris itu,” bisik Hayato, matanya berkilau penuh rasa syukur. “Dengan ini, desa kita akan kembali damai.”
Aku menghela napas, merasa lega bahwa misi ini akhirnya selesai.
Namun, sebelum kami turun kembali ke desa, suara AniGate terdengar lagi di kepalaku.
> “User Rei Jaavu, selamat! Anda telah berhasil menyelesaikan dunia pertama. Sebagai apresiasi, kehidupan berikutnya akan sesuai dengan impian Anda. Di Jepang modern, sebagaimana Anda inginkan.”
Aku tersentak, setengah tidak percaya. “Serius? Jadi aku bakal masuk ke Jepang yang… asli?”
> “Tentu saja. Anda akan merasakan kehidupan yang lebih dekat dengan realita. Namun, harap dicatat: seperti biasa, akan ada beberapa… tantangan.”
Aku langsung mengernyit. “Tantangan apa lagi?!”
> “Itu rahasia, User. Sampai bertemu di dunia berikutnya, dan selamat menikmati pengalaman Anda.”
AniGate menghilang dari kepalaku, meninggalkanku dengan campuran rasa lega dan khawatir. Apa pun itu, setidaknya aku sudah menyelesaikan misi ini. Namun, yang pasti, aku harus bersiap untuk segala kejutan yang menanti di “dunia” berikutnya. Satu hal lagi yang kupelajari hari ini: AniGate itu sistem yang sangat seenaknya.
Baiklah, AniGate. Aku siap—meski setengah tidak rela!
aku mampir ya 😁