Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: menjenguk pacar
Beberapa jam berlalu, suasana rumah masih tenang. Aletha akhirnya bisa tertidur lelap, meski sebelumnya sempat terganggu oleh rasa pusing. Diana memeriksa keadaan Aletha beberapa kali untuk memastikan putrinya baik-baik saja, sementara ia juga menyelesaikan tugas rumah yang tertunda.
Saat waktu menunjukkan pukul satu siang, suara pintu pagar terdengar dari luar. Diana mengintip dari jendela dan melihat seorang pemuda berdiri di depan rumah dengan senyuman hangat sambil membawa tas kecil. Diana tersenyum tipis, menghargai perhatian pemuda itu kepada Aletha. Ia segera membuka pintu dan menyambutnya
“Permisi, tante. apa aletha ada dirumah?” tanya pemuda itu sopan.
Diana berhenti menyapu, menatapnya dengan sedikit curiga. "Kamu siapa ya?"
Pemuda itu tersenyum lebar. “Saya Angkasa, tan. pacar Aletha.”
Diana memperhatikan pemuda itu sejenak. Cara bicaranya sopan, dan wajahnya menunjukkan kesan baik. Namun, sebagai seorang ibu, ia tetap memasang kewaspadaan. “Oh, kamu Angkasa,” ujarnya, nada suaranya setengah mengenali nama itu. “Ada perlu apa ke sini?”
“Saya cuma mau jenguk Aletha, Tante. Dia bilang tadi masih kurang sehat, jadi saya bawakan sesuatu.” Angkasa mengangkat kantong berisi bubur dan sekotak kecil hadiah. “Boleh saya masuk?”
Diana terdiam sesaat, lalu mengangguk. “Tunggu di ruang tamu. Saya panggilkan Aletha.”
Angkasa mengangguk sopan dan mengikuti Diana ke dalam rumah. Ia duduk di ruang tamu, memperhatikan dengan canggung, merasa sedikit gugup karena ini pertama kalinya ia bertemu ibu dari pacarnya.
Diana berjalan ke kamar Aletha dengan langkah pelan, mengetuk pintu sebelum masuk. “Aletha, ada Angkasa di ruang tamu. Kamu mau ketemu?”
Aletha yang sedang duduk di ranjang langsung menoleh dengan mata berbinar. “Serius, Bunda? Dia benar-benar datang?”
“Iya, tapi...” Diana menatap putrinya dengan serius. “Bunda baru pertama kali ketemu dia. Kamu yakin anak itu baik-baik saja, apa lagi dia bilang kamu pacarnya”
Aletha tertawa kecil. “Bunda, Angkasa itu baik banget. Dia perhatian sama Aletha. Kalau nggak percaya, Bunda bisa ngobrol dulu sama dia.”
Diana menghela napas dan mengangguk. “Baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, Bunda harus tahu, ya.”
Aletha tersenyum sambil mengangguk, lalu perlahan turun dari tempat tidur. Dengan langkah pelan, ia menuju ruang tamu, diikuti oleh Diana. Saat Aletha muncul, wajah Angkasa langsung berbinar.
“Aletha! Kamu nggak apa-apa?” tanya Dafit sambil bangkit dari sofa.
Aletha tersenyum. “Udah mendingan kok, Ka. Kamu repot-repot ke sini segala.”
Dafit menggeleng sambil tersenyum. “Nggak apa-apa. Aku cuma mau pastikan kamu baik-baik saja.”
Diana berdiri di sudut ruangan, mengamati percakapan mereka. Ia melihat bagaimana Angkasa berbicara dengan lembut dan penuh perhatian kepada putrinya. Saat Aletha duduk, Angkasa bahkan menawarkan untuk membantunya mengambil minum atau apapun yang dibutuhkan.
Setelah beberapa menit, Diana akhirnya memutuskan untuk bergabung dalam percakapan. “Jadi, Angkasa, kamu kelas berapa sekarang?” tanyanya, suaranya terdengar lebih ramah, meskipun masih ada nada kehati-hatian.
Angkasa segera berdiri, menghormati Diana. “Saya kelas 11, Tante. Satu sekolah sama Aletha.”
“Oh, begitu. Kamu sering main ke sini sebelumnya?” Diana menatapnya dengan tatapan tajam, mencoba membaca karakter Angkasa.
Angkasa tersenyum canggung. “sudah pernah tante, tapi saya hanya mengantarkan aletha didepan gerbang saja.”
Diana mengangguk pelan, mulai merasa sedikit lebih tenang. “Baiklah, asal kamu tahu batasannya, ya. Aletha masih perlu banyak istirahat, jadi jangan terlalu lama.”
Angkasa mengangguk dengan penuh pengertian. “Tentu, tante. Saya juga cuma mau memastikan dia baik-baik saja.”
Setelah beberapa saat, Diana memutuskan untuk memberi mereka sedikit ruang, meski tetap mengawasi dari kejauhan. Ia mulai merasa bahwa Angkasa adalah anak yang sopan dan bertanggung jawab, meskipun tetap ada sisi protektif dalam dirinya sebagai seorang ibu.
“Kalau memang Angkasa ini yang bikin Aletha bahagia, mungkin Bunda bisa belajar percaya sedikit,” pikir Diana dalam hati, sembari melanjutkan pekerjaannya di dapur.
Aletha dan Angkasa duduk di sofa ruang tamu, jarak mereka masih cukup terjaga, tetapi kehangatan di antara mereka terasa nyata. Angkasa membuka kantong yang ia bawa dan menyerahkan sekotak bubur kepada Aletha.
"Ini buat kamu. Aku tahu kamu nggak suka makan berat kalau lagi sakit, jadi aku bawain bubur favorit kamu," katanya sambil tersenyum.
Aletha memandangi bubur itu dan tertawa kecil. "Kamu kok perhatian banget, sih. Padahal aku tadi nggak bilang apa-apa soal makanan."
Angkasa mengangkat bahu dengan ekspresi bangga. "Namanya juga pacar, harus tahu apa yang kamu butuhkan tanpa kamu bilang, kan?"
Mereka berdua tertawa kecil, membuat suasana semakin hangat. Aletha membuka bubur itu perlahan, sementara Angkasa membantunya menyiapkan sendok. Saat Aletha mulai menyendok buburnya, Angkasa menatapnya dengan penuh perhatian.
"Eh, Ka, nggak usah tatap aku terus. Aku jadi nggak fokus makan," ucap Aletha sambil pura-pura merengut.
"Ya, gimana dong? Aku cuma senang lihat kamu udah agak mendingan," jawab Angkasa santai, membuat Aletha tersipu.
Setelah Aletha selesai makan, Angkasa membuka sekotak hadiah kecil yang ia bawa. Isinya adalah boneka kucing mungil dengan pita biru.
"Ini buat kamu. Aku tahu kamu suka kucing, jadi aku beliin ini biar kamu senang, ini juga ada novel titipan kamu, suka nggak" kata Angkasa sambil menyerahkan boneka itu.
Aletha memeluk boneka itu sambil tersenyum lebar. "Ih, gemes banget! Makasih, Ka. makin sayang deh."
"Nggak usah terlalu terharu, sih. Nanti aku makin ge-er," canda Angkasa sambil mengedipkan mata.
Mereka berdua tertawa bersama, dan suasana ruang tamu menjadi penuh canda. Sesekali, Angkasa melontarkan lelucon kecil yang membuat Aletha tertawa sampai memegangi perut. Diana yang mengintip dari dapur ikut tersenyum melihat putrinya bisa tertawa lepas setelah pagi yang berat.
Angkasa bahkan sempat membantu Aletha mengatur bantal di sofa agar ia bisa bersandar lebih nyaman. "Eh, kayaknya kamu ini bukan pacar, tapi suster, deh," goda Aletha.
"Ya, hitung-hitung latihan buat masa depan," balas Angkasa dengan nada menggoda, membuat Aletha memukul lengannya pelan.
Mereka terus bercanda hingga waktu berlalu tanpa terasa. Diana akhirnya keluar dari dapur dan berkata, "Angkasa, sudah jam tiga. Mungkin kamu harus pulang, biar Aletha bisa istirahat lagi."
Angkasa langsung melihat jam di ponselnya dan mengangguk. "Wah, iya, Tante. Maaf kalau terlalu lama."
Ia berpamitan dengan sopan kepada Diana dan berjanji akan menjaga hubungan mereka dengan baik. Sebelum pergi, Angkasa menatap Aletha dengan senyuman hangat. "Cepat sembuh, ya. Kalau butuh apa-apa, kabarin aku."
Aletha mengangguk dengan senyuman. "Makasih, Ka. Hati-hati di jalan."
Setelah Angkasa pergi, Diana duduk di samping Aletha dan tersenyum kecil. "Sepertinya dia anak yang baik. Tapi, kamu tetap jaga diri, ya."
Aletha mengangguk sambil memeluk boneka yang diberikan Angkasa. Hatinya terasa hangat, bukan hanya karena perhatian dari pacarnya, tetapi juga karena dukungan ibunya yang semakin terasa.