Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
"Ikut ya, Ra, please.... " bujuk Hana sambil menggenggam tangan Rara. "Gak seru kalau gak ada kamu." Hana yang sebentar lagi akan menikah, ingin travelling ke Jepang. Mumpung masih lajang, ingin mengunjungi lebih banyak negara biar nanti pas udah nikah, bisa fokus ngurus keluarga, karena sudah puas seneng-seneng.
Rara menghela nafas panjang. Sebenarnya dia juga ingin jalan-jalan, tapi masalahnya, apa Jovan akan ngasih izin. Kalau hanya ke food festival seperti kemarin sih, dia berani keluar tanpa izin, tapi kalau sampai keluar negeri, dia masih belum berani, masih menghargai Jovan sebagai suami.
"Mikir apa lagi sih, Ra? Istri horang kaya mah gak usah mikir kalau cuma mau ke Jepang," Haidar ikut membujuk. "Sekalian ajak Tante Rere dan Om Meo juga, mereka pasti kangen sama Raga. Aku juga bakalan ajak Mama. Kalau Papa sih, pasti gak bisa, dia kan sibuk kerja."
"Mau kemana?" Mama Rere yang tak sengaja mendengar, ikut nimbrung.
"Tante, kita ke Jepang yuk," ajak Hana. "Kita jalan-jalan sekeluarga."
"Wah... seru tuh, Tante juga pengen ke Jepang. Udah lama banget gak ketemu Raga. Pah, ke Jepang yuk," Mama Rere berteriak pada suaminya yang tengah sibuk menyusun bunga.
"Papa sih mau aja, tapi berat di ongkos kalau bertiga," Papa Romeo mendekat, menghampiri mereka. Sekarang, ekonomi keluarga hanya berasal dari toko bunga, dia tak lagi kerja seperti dulu. Setelah Rara lulus S1, dia memang resign dari pekerjaannya. Itu adalah keputusan dia dan Mama Rere, yang ingin memiliki lebih banyak waktu bersama di hari tua. Anak-anak sudah selesai pendidikan, tinggal mikir buat makan saja, jadi buat apa ngoyo, mending menikmati hidup. "Jangan ngerepotin Ryu terus, gak enak sama Lovely." Dulu saat mereka sekeluarga ke Jepang, Ryu yang menanggung ongkosnya. Kalau Ryu masih lajang, gak ada masalah, tapi sekarang, anaknya itu sudah berkeluarga.
"Kalau Papa mau, nanti Rara yang bayarin," ujar Rara saat Papanya mendekat. Dia juga ingin membahagiakan orang tuanya. Selain tabungan saat belum menikah yang lumayan banyak, uang bulanan dari Jovan juga banyak. Sedang setiap harinya, dia tak pernah keluar uang karena makan ikut orang tua.
"Gak usah," tolak Papa Romeo. "Simpan aja uang kamu untuk masa depan kamu dan anak kamu."
"Anak itu tanggungan bapaknya, Om," ucap Hana. "Bapaknya kaya, gak usah difikirkan masa depan anaknya Rara. Jadi kamu mau, Ra?" Hana kembali memastikan.
"Sebenarnya aku juga pengen, Han, tapi.... "
"Mikirin si Maruk?" tebak Haidar. "Takut gak diizinin?" dia memutar kedua bola matanya malas. "Masa istri mau seneng-seneng gak boleh, disuruh menderita terus." Kalau sudah bahas Jovan, dia tak bisa santai, bawaannya pengen marah terus.
"Nanti Mama yang ngomong sama dia," ujar Mama Rere.
"Tuh, solusinya udah ada," ucap Hana cepat.
Saat Haidar dan Hana hendak meninggalkan toko, bersamaan dengan itu, Jovan datang. Dan seperti biasa, antara Haidar dan Jovan, selalu saling melemparkan tatapan sinis. Hana menyapa Jovan, tapi Haidar, jangan harap. Setelah menyapa dan salim pada kedua mertuanya, Jovan naik ke lantai dua, menemui Rara yang ada disana. Meski hampir setiap hari di toko, Rara tak pernah ikut melayani pembeli. Dia hanya membantu membuat buket di lantai atas, atau kalau tidak, malah hanya sibuk belajar.
Rara yang sedang membuat buket, mengerutkan kening melihat kedatangan suaminya. Ini masih waktunya Dista, kenapa Jovan kemari?
"Ngapain Haidar kesini?" tanya Jovan, mendekati Rara lalu duduk di sebelahnya, lesehan di atas karpet.
"Main," sahut Rara dingin. Fokusnya masih pada buket, malas mau menatap Jovan.
"Emang gak ada ya, tempat main lainnya? Kenapa nyamperin kamu mulu sih?" Jovan mendengus kesal.
"Kamu juga ngapain kesini?"
"Kok kamu nanyanya gitu sih, Ra?"
"Maduku tahu gak? Ah, sepertinya enggak," Rara tersenyum simpul. "Gak mungkin dia ngizinin kamu kesini saat jatah waktunya dia."
Jovan merogoh saku celananya, mengeluarkan sebatang coklat dari sana. "Biar moodnya bagus, gak marah-marah mulu," dia membuka bagian ujung bungkus coklat, lalu menyodorkan ke depan mulut Rara. "Jangan ngambek terus."
"Aku ngurangin makan yang manis-manis, biar janinnya gak terlalu besar di perut, biar lahirannya mudah."
"Makan coklat dikit pasti gak akan ngaruh. Lagian kalau janinnya gede, tinggal di caesar, gampang."
"Aku pengennya lahiran normal," sahut Rara dengan nada jutek.
"Ok." Jovan akhirnya mengalah, menarik kembali coklat tersebut, memakannya sendiri.
"Mending kamu pulang," sekali lagi, Rara mengusirnya.
"Mana ponsel kamu?"
Rara berdecak kesal saat Jovan malah mengalihkan ke topik lain. "Di rumah."
Jovan menghela nafas panjang. "Aku kan sudah bilang, aktifin. Aku bingung kalau kamu gak bisa dihubungi."
"Haduh, Bang," Rara seketika tertawa. "Ngapain pakai bingung segala. Harusnya seneng dong, kamu bisa santai sama Dista tanpa ada yang ganggu. Udah, gak usah mikirin aku. Aku baik-baik saja tanpa kamu."
"Aku gak suka kamu ngomong kayak gitu."
"Ya ka_" ucapan Rara menguap di udara saat Jovan tiba-tiba mengulurkan tangan, mengusap perutnya lembut sambil membungkuk. "Hai Boy, Papa kangen. Jangan rewel ya, Sayang. Baik-baik di perut Mama. I love you," dia mengecup perut Rara.
"Mending kamu segera pulang, nanti Dista nyariin."
"Iya, aku pulang, tapi janji dulu, aktifin ponsel kamu saat sampai di rumah. Nanti malam aku telepon."
"Aku gak bisa janji."
"Ra," panggil Jovan dengan suara rendahnya. "Please... "
Jovan merasakan ponsel yang ada disaku celananya bergetar dari tadi. Dia yakin, itu Dista. Wanita itu pasti mencarinya karena sudah terlalu lama keluar. Sengaja dia tak mengeluarkan benda itu agar Rara tak tahu kalau Dista menelepon, bisa-bisa Rara makin getol ngusir.
"Aku mau ke Jepang," ucap Rara.
astaghfirullah, rasain lu. malu banget dah kalau tubuh jg sdh dikonsumsi publik
kpok dista..
ganyian yg masuk perangkap fino..
kalo mau ngelayani pasti ngancam nyebarin video dista dan bastian..
bahaya punya koleksi video syur pribadi..
kalo kecopetan atau kerampokan kan bisa disebarin orang lain..