Menceritakan tentang gadis lugu yang kerap kali mendapat perlakuan buruk dari orang sekitarnya terutama keluarganya sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berpulang yang nyaman justru bagaikan jeruji besi penjara bagi sang gadis. Dirinya diperlakukan bak tawanan di rumahnya sendiri.
Tiada baginya tempat bersandar walau hanya sejenak saja. Rasa letih kian menggebu dalam hatinya, rasa ingin membunuh dirinya begitu besar namun semua terhalang oleh impian serta besarnya dosa yang akan ia tanggung.
Hingga menginjak bangku sekolah menengah atas dirinya bertemu dengan lelaki dingin nan ketus yang menggedor pintu hatinya dan menjadikan dirinya seorang istri di usianya yang masih sangat muda.
🥀🥀🥀
Bagaimana kisahnya? Apakah lelaki itu akan membawanya keluar dari lubang penderitaan? Ataukah justru semakin membuatnya terpuruk ke dalam lubang yang sama?
Penasaran? Yuk, langsung baca. Jangan lupa vote dan comment-nya yaw. Happy reading^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhiya Andina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27. Merelakan Tanpa Memiliki
...Bahkan memilikimu saja belum, namun mengapa diri ini harus lebih dulu mengikhlaskanmu? Seburuk itukah diriku?...
...-Most Wanted vs Nerd Girl-...
***
Pagi begitu cerah, sang bagaskara memancarkan cahayanya menembus tirai kamar Ratu dan Raja. Iya, keduanya tertidur dalam satu kamar karena memang Raja yang memaksanya. Namun tenang saja, Ratu sudah memberi pembatas berupa tumpukan guling serta bantal.
"Huwa!" pekik Ratu mengendurkan otot-ototnya, ditatapnya Raja yang masih tertidur begitu pulasnya.
Ratu membuka tirai putih membiarkan cahaya masuk menyinari kamar bernuansa abu-abu itu. Ia kemudian turun menuju toilet untuk mandi terlebih dahulu. Ia tidak berani membangunkan Raja lantaran membangunkan Raja sama saja seperti membangunkan seekor singa dari tidurnya.
Usai mandi ia menuju dapur dengan seragam putih abu-abu miliknya. Ia terdiam sejenak bimbang akan membuat apa untuk sarapan pagi ini.
Tepat pukul enam lebih dua puluh menit Raja turun sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia melangkahkan kakinya menuju meja makan lantaran perutnya sudah keroncongan sedari tadi. Ia meletakkan handuknya di kursinya.
Ia membuka tudung saji, ia mengernyitkan dahinya tidak mendapati makanan sedikit pun di atas meja. Nasi saja tidak ada. Ia menoleh ke sana ke mari tidak pula mendapati keberadaan Ratu.
"Woy, cewek burik!" teriak Raja memanggil Ratu.
Sang empunya nama lantas bergegas menuju Raja yang juga mengenakan seragam sama seperti dirinya. "I-iya, Kak. Ada apa?" tanyanya.
"Gua lapar, mana makanan buat sarapan? Apa lo di rumah semalas itu?" murka Raja.
"Ratu udah siapin, Kak. Sebentar," balasnya kemudian berbalik kembali ke dapur.
Berselang lima menit kemudian Ratu kembali membawakan sarapan dan segelas susu untuk Raja. Raja meneguk lidahnya tergiur dengan apa yang ada di hadapannya.
Roti sandwich buatan Ratu berisikan sayuran, telur, serta sosis lengkap tersaji di hadapannya. Tanpa menunggu lama Raja lantas menyantapnya untuk memuaskan perutnya yang sudah keroncongan.
"Lo pintar masak," lontar Raja usai menyantap sandwich hingga tersisa setengah. "Makasih."
"Ratu udah terbiasa masak sendiri dari kecil. Kakak tahu, 'kan, Papa Ratu kayak apa. Papa selalu nyuruh Ratu untuk masakin Papa, gak peduli umur Ratu berapa," papar Ratu. "Tapi Ratu kangen sama Papa. Boleh, 'kan, kalau Ratu mau ketemu sama Papa?"
"Uhuk ... uhuk!" Raja terbatuk dengan segera Ratu menyodorkan susu pada Raja.
"Gak! Sampai kapan pun lo gak boleh ketemu sama Papa lo. Kalau sampai gua tahu lo ketemu sama Papa lo, gua gak akan pernah maafin lo!" ancam Raja.
Ratu kembali duduk di hadapan Raja dengan wajah cemberutnya. Ia kembali menyantap sandwich bersama dengan Raja. Usai sarapan Raja beranjak dari meja makan. Raja berbalik menatap Ratu sinis.
"Lo ingat, 'kan, mulai hari ini lo harus berangkat dan pulang bareng gua. Gak boleh ada cowok yang deket sama lo selain gua walaupun dia saudara lo!" ancam Raja. "Buruan, gua gak suka cewek lelet."
"Maksain banget, sih! Posesif," cibir Ratu dengan nada lirih agar Raja tidak mendengarnya. "Lagian Ratu sekarang cuma punya Kakak gak punya lagi saudara. Papa aja udah Kakak renggut. Dasar cowok aneh."
Keduanya berangkat menaiki mobil hitam milik Raja. Mulanya Ratu hanya ingin berangkat bersama hingga samping sekolah saja, namun bukan Raja namanya jika tidak memaksa. Cowok itu memaksanya akan mengantarkan hingga depan kelas untuk memastikan Ratu tidak bersama lelaki lain.
"Kenapa lo gak minum susu? Lo pendek, lo butuh susu biar tinggi kayak gua." Raja melirik ke arah Ratu saat mobilnya terhenti karena rambu lalu lintas bergulir menjadi warna merah.
"Susunya habis cuma cukup untuk satu gelas aja. Makanya Ratu cuma buatin buat Kakak aja," bebernya.
"Kenapa gak bilang? Kalau lo gak punya duit bilang sama gua, gua tahu dompet lo kurusan. Nih!" Raja melemparkan kartu kredit miliknya tanpa perasaan ragu.
"Kalau ini Ratu pegang terus Kakak pakai apa?" celetuk Ratu.
Raja kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Gua masih punya banyak kartu kredit. Itu buat lo, kalau kurang bilang gua. Setiap bulan gua transfer ke lo," cakapnya.
"Kakak kaya banget, ya? Ratu pikir biasa aja secara penampilan Kakak biasa banget," ocehnya.
"Gua berpenampilan sesuai kenyamanan gua. Gua lebih nyaman sederhana bukan yang sok mewah. Dan Mama gua pernah bilang gua gak boleh sombong sama kekayaan gua karena semua hanya titipan," papar Raja dengan nada yang terdengar tengah menahan sesuatu.
Tapi kenapa di rumah Kak Raja sepi? Katanya cuma ada Kak Raja sama Ratu aja. Lalu di mana Mama Kak Raja? tanya Ratu membatin.
"Hmm ... Kak? Ratu boleh tanya sama Kakak gak?" Ratu tampak ragu ingin bertanya pada Raja. Ia takut cowok itu akan murka seperti biasanya.
"To the point," sahutnya.
"Kak, maaf Ratu lancang sama Kakak. Mama sama Papa Kakak ke mana? Apa Kakak ada masalah?" Ratu mengigit bibir bawahnya lantaran Raja menyorot dengan sorotan tajam.
"Udah sampai. Buruan turun sekarang!" perintah Raja dengan nada marahnya.
Ratu menuruti perintah Raja walau dalam hatinya terus bertanya-tanya tentang keberadaan Mama dan Papa Raja. Ia berjalan bersama dengan Raja melewati beberapa kelas membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
"Kak," panggilnya.
"Apa?" balas Raja dengan nada datar seperti biasa.
"Kak, nanti kalau mereka salah paham gimana? Nanti kalau mereka ngira Ratu jadian atau semacamnya sama Kakak gimana?" Ratu meremas kembali roknya menahan rasa malu.
"Gak usah peduliin mereka. Kalau ada yang tanya jawab aja lo jodoh gua lagian lo emang pacar gua, 'kan?" Raja merangkul Ratu tepat di hadapan para fans-nya membuat Ratu semakin merasa malu dan takut.
"Lebih baik Ratu bilang kalau Ratu pacar Kakak daripada bilang Ratu jodoh Kakak, karena Ratu gak tahu jodoh Ratu itu manusia atau ajal," paparnya membuat Raja terdiam di tempat.
Ratu yang berada satu langkah di depan Raja lantas berbalik, kini keduanya saling berhadapan. Raja kembali memamerkan tatapan elangnya seolah hendak memangsa Ratu saat ini juga.
"Jangan pernah bilang kayak gitu lagi, gua gak suka!" Raja beranjak meninggalkan Ratu seorang diri.
Cibiran demi cibiran mulai terdengar di indera pendengaran Ratu. Ratu kembali melangkah menuju kelasnya, namun tiba-tiba saja ada yang mencekal tangannya.
"Jangan dengarin apa kata mereka. Kalau lo dengerin justru itu cuma ngebuat lo semakin sakit," tutur Liam sembari menyunggingkan senyum manisnya memamerkan lesung pipit. "Semangat, ya!"
"Eh, makasih, Kak Liam. Kakak semangat juga, ya! Kak, Ratu boleh minta tolong sama Kakak gak? Tapi maaf, ya?" pinta Ratu.
"Boleh. Lo mau minta tolong apa aja gue pasti bantuin kok," cengirnya.
Karena ini satu-satunya cara gue berjuang buat lo, lanjut Liam dalam hatinya.
"Kakak tolong jauhin Ratu, ya? Ratu gak mau nanti Kakak kena marah sama Kak Raja. Juga Kakak deket, 'kan, sama Kak Raja. Ratu gak mau pertemanan kalian nantinya hancur, Kak Raja ngelarang Ratu deket sama cowok selain dia." Mendengar permintaan dari Ratu membuat hati Liam terasa perih.
Baru beberapa hari yang lalu dirinya begitu bahagia bisa berteman dekat dengan Ratu, bertukar cerita, bahkan membiarkan gadis itu tertidur di pundaknya, namun hari ini ia harus mengikhlaskan Ratu bahkan sebelum bisa memiliki gadis itu.
"O-oh gitu, ya? Oke, gue pasti akan usaha jauh dari lo kok. Tapi kalau lo butuh apa-apa lo bisa kok bilang sama gue, gue selalu ada buat lo." Liam mengacak-acak puncak kepala Ratu kemudian mencubit kedua pipi Ratu gemas.
"Semoga lo bisa bahagia sama Raja, ya? Belajar yang benar dan makasih, ya, buat semuanya. Semangat buat lo." Liam mengapit hidung Ratu dengan kedua jari kekarnya.
"Makasih juga, Kak. Dan juga semangat untuk Kakak. Oh, iya. Titip salam buat Mamanya Kak Liam. Ratu pamit ke kelas dulu, ya? Dadah!" pamitnya melambaikan tangan pada Liam kemudian meninggalkannya.
Dengan senyum yang begitu ia paksakan Liam terus menatap kepergian sang gadis. "Ternyata sesakit ini melepas orang yang bahkan belum sempat untuk dimiliki," gumam Liam.
semangat...
ayo mampir juga dikaryaku /Smile/