Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Chaby menguap lebar-lebar sambil menyandarkan kepalanya di bahu Pika.
Sekarang mereka berdua telah berada di dalam cafe dekat sekolah. Seperti biasa, cafe itu selalu penuh pengunjung. Mungkin karena cafe itu letaknya pas di pusat Kota, tempat para pekerja dan orang-orang dari berbagai tempat berlalu lalang.
"By,"
"Mm?"
"Kak Danzel masih lama gak jemput lo?"
"Nggak tahu." jawab gadis itu masa bodoh. Kakaknya tadi menelpon bilang akan telat datang menjemputnya jadinya sekarang mereka nunggu di cafe.
Ingin rasanya Pika menjitak kepala Chaby karena gemas tapi takut gadis itu bakalan ngambek. Aduh gimana nih, sebentar lagi kan ia harus ke tempat les melukis.
Tapi Chaby gimana?
Siapa yang temenin? Pika berpikir keras. Apa ia bolos les saja hari ini? tapi melukis kan hobinya banget. Nggak mungkin dong ia bolos.
Gadis itu menarik nafas panjang menatap Chaby yang masih setia bersandar padanya. Ia ingin menelpon kakaknya tapi ia takut Decklan malah akan memakinya jadi ia membatalkan niatnya itu, ia tidak berani pada cowok jutek itu. Lagian, kak Decklan mungkin lagi ada kerjaan lain, ia ingat semenjak selesai ceramah tadi dirinya tidak melihat kakaknya lagi.
Pandangannya kembali lurus kedepan. Matanya berhenti pada seseorang yang ia kenal sedang berjalan memasuki cafe itu. Ekspresinya berubah senang. Waktunya pas sekali.
Ada harapan.
Ia tidak perlu bolos les, juga tak perlu menelpon kakaknya.
"KAK BARA!" teriaknya kuat, tidak peduli sama sekali pada orang-orang di dalam cafe itu yang meliriknya karena merasa terganggu.
Chaby ikut-ikutan kaget karena telinganya telinganya jadi sakit akibat teriakan Pika tapi cewek itu malah menyengir lebar menatapnya dengan wajah tanpa dosa.
Bara yang baru mencapai pintu masuk mengarahkan pandangannya ke seseorang yang meneriakkan namanya itu.
Ia mendapati dua adik kelasnya sedang duduk dibagian tengah ruangan cafe itu. Keningnya terangkat, kenapa tuh dua cewek masih berkeliaran di luar? batinnya. Ia melangkah pelan ke arah mereka.
Chaby menelan ludah dan menatap Pika tidak senang, merutuki gadis itu karena memanggil Bara. Ia kan masih takut banget sama kakak kelasnya yang satu itu.
Tingkah takut-takutnya itu pun tak luput dari pandangan Bara. Namun cowok itu berusaha terlihat biasa saja.
"Kenapa belom pulang?" tanyanya to the point, menatap Pika dan Chaby bergantian.
"Lagi nungguin kak Danzel jemput Chaby." Pika yang jawab.
Chaby terlalu tidak punya nyali untuk bicara. Bara mengangguk mengerti lalu menatap Chaby.
"Mm, kak Decklan sama kak Andra mana?" tanya Pika lagi.
"Lagi punya urusan berdua." jawabnya datar seperti biasa.
Pika mengangguk-angguk mengerti. Dalam hati ia berharap supaya kakak kelasnya itu mau membantunya. Ia sedang menyusun kata-kata untuk minta tolong.
"Ng... kak Bara bisa temenin Chaby sampai kakaknya jemput nggak?"
Perkataan itu membuat Bara dan Chaby sama-sama kaget.
Sebenarnya Bara biasa saja sih, tapi Chaby yang berlebihan kagetnya. Bahkan saking takutnya ke cowok itu, rasa kantuknya tiba-tiba hilang dalam sekejap.
"Aku nggak enak sih sama kak Bara, tapi aku kebetulan ada les hari ini. Pleassee, Kak Bara mau yah?"
Pika memohon dengan wajah memelas. Ia tidak sadar Chaby sudah menunduk lemas sejak tadi. Dasar Pika nggak pekaan, nyebelin. Rutuk Chaby dalam hati.
Bara berpikir sebentar. Ia mulai menimbang-nimbang. Tampaknya ini waktu yang tepat untuk minta maaf dan memperbaiki hubungannya dengan Chaby. Ia selalu merasa bersalah tiap kali melihat gadis itu. Tidak mungkin kan mereka berdua hanya saling diam tiap kali mereka bertemu. Dia juga tidak tahan melihat gadis itu yang selalu menunduk takut-takut ketika melihatnya.
"Oke." balasnya memutuskan.
Pika langsung bersorak senang. Kak Bara memang kelihatannya saja galak, tapi sebenarnya orangnya baik. Pandangannya berpindah ke Chaby.
"By, lo di temenin kak Bara dulu yah. Gak pa-pa kan? gue ada les yang gak bisa di tinggal soalnya."
Chaby malah melemparkan tatapan sebalnya ke Pika. Pika yang melihat itu malah merasa lucu. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak mau mengorbankan les melukisnya.
"Ya udah gue pergi. Dah kak Bara, dah Chaby." pamitnya kemudian.
Chaby menarik nafas berat dan menunduk lemas. Tega banget sih Pika. Gadis itu mengerucutkan bibirnya menghadap bawah. Ia tidak mau menatap Bara. Takut kena marah lagi sama cowok itu. Dalam pikirannya Bara membencinya, pasti masih dendam juga.
Lama-lama Bara merasa lucu sendiri dengan tingkah cewek itu. Entah kenapa di matanya tingkah takut-takut nih cewek malah terlihat lucu.
"Lo udah makan?" tanyanya memulai pembicaraan. Ia berusaha bersikap selembut mungkin. Jangan sampai membuat cewek itu tambah takut padanya. Bisa-bisa permintaan maafnya nanti gagal total.
"Mm." angguk Chaby smasih terus menunduk.
"Masih takut sama gue?"
"Mm."
"Maaf."
"Mm."
"Mm?" ulang Chaby.
Kali ini ia mengangkat wajahnya menatap Bara dengan mata membulat besar penuh tanda tanya. Seolah ingin memastikan apa yang baru saja didengarnya benar atau tidak.
Bara tersenyum lebar.
Entah sudah keberapa kalinya hari ini dirinya yang biasanya begitu datar itu terus menerus dibuat tersenyum oleh cewek yang pernah ia benci ini.
"Maaf karena gue udah kasar sama lo." ucapnya lagi.
"Waktu itu gue salah paham. Gue terlalu egois, nggak mau cari tahu yang sebenarnya dan langsung mengambil keputusan. Gue janji mulai sekarang nggak bakal kasar lagi sama lo." tutur cowok itu tulus.
"Dan untuk tamparan waktu itu, gue minta maaf." tambahnya lirih.
Bara memandang lurus ke Chaby, ingin tahu tanggapan cewek itu yang kini menatapnya ragu-ragu. Ia juga tidak tahu harus bicara apa lagi.
Dirinya adalah seseorang yang kaku, ia tidak tahu caranya membujuk orang lain. Apalagi cewek. Kalimat tadi adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkannya selama ini. Biasanya ia hanya mau berbicara panjang dengan mamanya.
Dahi Bara berkerut bingung saat gadis didepannya itu tiba-tiba menjulurkan jari kelingking kearahnya.
"Janji?" hanya satu kata yang keluar dari mulut cewek itu tapi sungguh membuat seorang Bara senang bukan main. Berarti maafnya diterima.
Ia menyambutnya dengan menautkan jari kelingking mereka. Setelah itu barulah ia lihat tawa lepas dari wajah sih cewek cantik nan imut itu. Tak ada lagi ekspresi takut seperti yang selalu ditunjukkannya kalau melihatnya.
Mereka mulai berbincang-bincang dan menikmati waktu bersama. Dan Bara baru sadar, ternyata mudah sekali untuk akrab dengan gadis itu.
Chaby sangat cerewet dan suka sekali bercerita juga bertanya tentang hal-hal yang terkadang menurut Bara tidak penting. Namun di mata cowok itu, hal itulah yang membuat gadis itu menarik.
Lelaki itu tertawa kecil, sekarang ia tahu alasannya kenapa Galen sangat menyayangi dan menjaga gadis ini. Ia juga mengerti kenapa Decklan bisa gampang sekali jatuh hati pada gadis ini.
🌴🌴🌴
Jangan lupa kasih like, komentar juga minta votenya yah teman-teman🤗
😭😭😭😭😭😭