Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - Satu Syarat
Diantara takutnya Ajeng itu, untungnya Sean keluar dari dalam kamar mandi. Jadi ada pengalihan tatapan tajam milik papa Reza.
Kini Reza menatap Sean, membuat keduanya saling tatap dengan tatapan yang entah, sulit untuk bisa dijabarkan.
Ajeng selalu merasa canggung jika diantara keduanya.
"Sen, ayo pakai baju," ajak Ajeng dengan suara yang pelan.
"Aku bisa pakai baju sendiri Mbak."
"Biar papa yang membantu mu pakai baju," ucap Reza.
"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." Sean bahkan tak melihat sang ayah saat bicara, dia melengos menuju lemari pakaiannya. Namun masih terlalu pendek untuk menjangkau baju yang ada di gantungan.
Ajeng terdiam, memberi kesempatan Reza untuk maju dan menolong Sean.
Tapi pria berwajah dingin itu hanya diam di tempatnya berdiri. Sampai Ajeng harus memberi isyarat dengan desis suara ular ...
Sst! sst!!
Ajeng juga sedikit mendelik agar Reza paham. Tapi pria itu hanya menatap Ajeng dengan dahi berkerut.
Reza sungguh tidak paham kode dari Ajeng.
Membuat gadis cantik berbadan mungil itu rasanya ingin berteriak frustasi.
Jadi tanpa menunggu Reza bergerak, akhirnya Ajeng yang maju.
Sesaat Reza masih berdiri di sana untuk terus menyaksikan sang anak dan ketika Sean telah selesai mengenakan bajunya pria itu pun pergi meninggalkan kamar tersebut.
Sean melirik punggung sang ayah yang mulai menjauh.
Dan Ajeng meyaksikan itu semua, dia cukup paham bahwa sebenarnya Sean begitu menginginkan perhatian dari ayahnya, juga pasti merindukan kasih sayang sang ibu.
1 Minggu berlalu dan Ajeng masih bertahan menjadi pengasuh sang tuan muda.
Di 2 Minggu Ajeng jadi pengasuh dia menangis diam-diam di dalam kamar. Siang tadi bukan hanya Sean yang membentak dia, tapi Reza juga ikut membentak karena dia lalai.
Padahal sungguh, bukan dia yang lalai melainkan karena kenakalan Sean sendiri.
Di minggu ke tiga rasanya Ajeng ingin pulang. Tapi jika ingat pengkhianatan Elis dan Erwin membuat Ajeng seketika mengurungkan niatnya.
Apalagi Oma Putri berkata bahwa dia akan menaikkan gaji Ajeng andai bisa bertahan di bulan pertama ini. Om Ryan juga selalu berkata bahwa Ajeng adalah pengasuh terbaik untuk Sean.
Meminta Ajeng untuk bertahan.
Tepat di 1 bulan Ajeng bekerja, Sean menatap sang pengasuh. Setelah semua yang dia lakukan mbak Ajeng tetap bertahan, tetap memperlakukannya sama.
Dimarah jika dia salah, dan dipeluk jika dia bersikap menggemaskan.
"Mbak Ajeng," panggil Sean, saat ini mereka berdua sedang berada di taman belakang bermain juga dengan Malvin.
"Apa?"
"Mbak Ajeng mau bantu aku nggak?"
"Bantu apa?"
"Bantu aku agar bertemu dengan mama."
Deg! jantung Ajeng berdenyut ketika mendengar permintaan itu. satu bulan dia berada di sini sekalipun Ajeng memang tidak pernah melihat mama Sean berkunjung.
Sebenarnya dia pun selalu bertanya-tanya dimana mama Sean berada, tapi Ajeng sadar diri untuk tidak ikut campur terlalu dalam pada masalah keluarga majikannya.
Sementara Sean merasa mbak Ajeng bisa diandalkan untuk menjadi partner, Sean akan benar-benar menerima Mbak Ajeng sebagai pengasuhnya dengan satu syarat, mbak Ajeng harus membantunya untuk bertemu dengan Mama.
"Aku akan bersikap baik pada Mbak Ajeng, tapi dengan satu syarat, mbak harus menuruti keinginanku itu," ucap Sean lagi.
Hingga membuat Ajeng bingung dan kaget, bagaimana bisa anak berusia 6 tahun punya pemikiran seperti itu.