"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Lengkara Cemburu?!
“Shada..” Teriakan itu dikeluarkan Elang yang berada di arah jarum jam dua dan tengah memarkirkan kendaraannya.
Langkah Shada urung guna menyusul Lengkara yang sudah berada sekitar lima langkah di depan dirinya. Gadis itu tersenyum saat Elang berjalan menghampiri sementara Lengkara sendiri ikut berhenti dan berbalik menatap Shada.
“Selamat pagi ka!” Shada merengkuh samar aksen hormat pada Elang.
“Pagi juga, maaf kalo saya ganggu perjalanan kamu!”
“Oh… engga kok kak, santai aja!”
“Begitu yah?” Elang tersenyum, sesuai dugaan dirinya jika Shada memang pribadi humble. Keduanya jadi nampak terlihat dekat karena dua-duanya pribadi murah senyum.
Apalagi Elang memiliki lesung pipi di kedua pipinya semakin membuat obrolan itu terkesan hangat dengan Shada juga yang cukup terbuka dan ekspresiv.
“Kalo saya gak ganggu kamu, jadi boleh saya__” ucapan Elang terhenti tatkala ia menyadari eksistensi Lengkara. Pemuda itu pun masih berada di posisi yang sama tapi dengan tatapan tajam yang ia perlihatkan.
Sebuah tatapan seakan Lengkara merasa terganggu akan kehadiran Elang.
Shada ikut menatap arah mata Elang, benar ternyata jika bukan hanya Elang yang merasa berlebihan mengartikan ekspresi Lengkara, tapi Shada sendiri cukup melihat bagaimana tatapan tak suka Lengkara di keadaannya itu.
Lengkara bahkan melangkah mendekati Shada dan Elang.
“Ayo! Lo lelet amat.” ucap Lengkara pada Shada
“Oh.. maaf Lengkara, tapi boleh saya bicara sama Shada sebentar?”
“Bukannya sedari tadi lo udah bicara sama dia?”
Elang tersenyum dan menganggukan kepalanya, “Tapi maksud saya bicara face to face dan cuma berdua saja sama Shada”
Alis Lengkara menukik mendengar itu, karena secara tidak langsung Elang menegaskan jika ia mengusir Lengkara agar Elang bisa berbicara berdua dengan Shada.
“Apa maksud lo?” ucap Lengkara mulai menekan.
“Maksud saya cuma mau bicara sama Shada dan Shada juga bilang kalo ia gak ngerasa keganggu sama saya!”
Lengkara diam, ia lebih dari di bungkam oleh ucapan Elang yang sudah jelas-jelas mendominasinya. Shada sampai mendekat dan menyentuh tangan Lengkara agar pemuda itu tidak salah tangkap mengenai ini.
“Lengka maaf, aku tadi memang__”
“Oh!!” Lengkara menyela. Ia menatap Shada sebentar lalu mundur untuk kemudian berbalik melangkahkan kakinya kembali.
Membuat Shada begitu serba salah antara Lengkara yang berlalu meninggalkan dirinya atau Elang yang hendak berbicara padanya.
“Shada kamu baik-baik saja?”
Shada menatap Elang sebentar, lalu menatap Lengkara lagi
“LENGKA NANTI AKU NYUSUL YAH! Kamu hati- hati” Teriak Shada pada akhirnya, ia memilih stay bersama Elang mungkin karena cukup penasaran dan kepalang berbicara tidak merasa terganggu oleh Elang.
Tapi Lengkara tidak merespon apapun dan terus berjalan menuju bangunan kampus.
Elang yang melihat interaksi Shada dan Lengkara mengerutkan kening, “Kayanya saya salah”
“Oh.. enggak kok ka, enggak,,” Shada menggeleng menatap Elang lagi “Maaf Lengkara memang seperti itu karena kondisinya. Tapi aslinya dia baik ka! Baik sekali malah”
“Baik sekali yah?” ulang Elang terkekeh atas semua ucapan Shada. Jujur ia jadi semakin penasaran mengenai pribadi Shada lebih dalam.
“Jadi beneran yah soal cucuk Brawijaya itu?”
“Gimana ka?”
“Yah.. saya cukup mendengar beberapa informasi mengenai keluarga Brawijaya, dan lagipula siapa yang gak tau keluarga Brawijaya?”
Shada tersenyum dan mengangguk kecil “Apa maksud kaka buat bicara berdua itu mau bicarain Lengkara?”
“Ah.. Enggak, sorry! Saya pengen bicara khusus sama kamu, soal kamu!”
Shada mendongak menatap Elang atas jawaban itu, jujur rasa penasarannya semakin meronta-ronta pada Elang.
“Tapi gak disini!”
“Maksudnya ka?”
Elang tersenyum “Tenang, saya harap kamu gak merasa terancam sama saya, saya gak ada niatan jelek sama kamu dan soal pembicaraan ini juga mungkin akan cukup panjang dan akan banyak anak-anak pertanyaan lain dari saya buat kamu.”
Shada menaikan sebilah alisnya, ia mengerti apa maksud ucapan Elang dengan kata lain pria itu ingin berkenalan lebih banyak dengannya.
“Boleh saya minta kontak kamu?” Shada belum bersuara dan berekspresi apapun.
Elang kembali tersenyum “iya kontak kamu, buat lebih gampang interaksinya. Soalnya disini terlalu banyak mata-mata!”
Elang berceletuk mengguyon selalu dengan senyumnya, itu membuat Shada menatap ke sekeliling dan benar ucapan Elang jika kini ia menjadi atensi orang-orang karena berbicara bersama Elang. Mungkin karena Elang adalah ketua BEM jadi pria itu tentu memiliki pengaruh cukup besar dikampus ini, sehingga apapun terkait Elang tak ayal menjadi atensi orang-orang.
Terlebih Anchika yang rela tidak beranjak dari kendaraannya guna memperhatikan interaksi Shada bersama mantannya Elang.
*******
Rooftop adalah tempat kedua Shada mencari Lengkara, sesuai dugaannya jika Lengkara memang berada di tempat ini. Pemuda itu masih memiliki kebiasaan yang sama seperti saat dirinya sekolah di Menengah Atas. Dan kini Rooftop kampus pun menjadi tempat Favoritnya.
“Aku cariin kamu, dihubungi ponsel kamu kebiasaan silent yah!”
Shada mendekat dengan nafas sedikit terengah. Gadis itu berdiri dihadapan Lengkara yang duduk menyandarkan tubuhnya pada dinding, dimana ada sebuah tempat duduk juga yang terbuat dari tembok sebatas lutut memanjang.
“Lengkara…” Diam, pemuda itu tidak merespon apapun.
“Lengkara nanti jam kosong kita ke toko buku yuk?” Shada mencoba membujuk, tapi pemuda itu masih teguh dengan dunianya.
Shada pun menghela nafasnya sejenak, Lengkara benar-benar mengacuhkan dirinya.
“Lengka kamu gak marah kan sama aku? U-uuh… mending kamu marah deh dari pada diem kayak gini, diem kamu itu nyeremin!”
Diam.. Lengkara masih diam sementara Shada sudah mati kutu karena pengacuhan Lengkara. Pemuda itu benar-benar tidak bergerak sedikit pun selain membolak balikan kertas dan menggerakan matanya untuk mengabsen tulisan.
Masih diacuhkan Lengkara, Shada menarik satu sudut bibirnya.
“Lengkara.. Lengkara,, Lengkara!” ucap Shada berulang-ulang sembari berjalan mondar mandir dihadapan Lengkara.
Jika Lengkara membatu, Shada memang kerap melakukan hal-hal absrud apapun agar menarik atensi Lengkara. Mencoba menelisik dan mencari cara agar pemuda itu mau menyahuti dirinya.
“Lengkaraaaa~~~” cicit Shada terengah sendiri, ia menghela nafasnya karena berjalan mondar-mandir sembari menyebutkan nama Lengkara.
Tapi Lengkara tetap tidak mau membalas sahutannya. Agaknya Lengkara memang cukup tersinggung dan kesal dengan kejadian di parkiran tadi. Saat jelas-jelas Shada seolah memilih Elang untuk berbicara bersama.
“Ishh… kamu balas dendam kan sama aku?” Shada melipat kedua tangannya di dada, menatap Lengkara yang menyembunyikan wajahnya menggunakan buku.
Ngomong-Ngomong dengan buku, satu sudut bibir Shada tertarik samar, Shada menyeringai dan berkata.
“Ke toko buku nanti tuh buat beli buku yang sempat kamu pintai ke petugas perpus di sekolahan kita dulu”
Tangan Lengkara yang hendak terangkat membalikan kertas seketika berhenti.
Membuat Shada tersenyum karena kali ini Lengkara mulai merespon dirinya.
“Maksud lo?”
“Iya,, aku udah tau loh buku apa yang lagi kamu cari-cari sampe sesusah itu!” Shada mengibaskan rambutnya kebelakang, menatap Lengkara penuh kemenangan padahal sebenarnya Shada pun tidak tau apa buku yang Lengkara cari-cari.
Acting Shada cukup mumpuni juga memang.
Melihat raut panik dan wajah Lengkara yang mendadak merah satu alis Shada terangkat, jujur ia juga penasaran akan buku apa yang tengah Lengkara cari dan semakin penasaran melihat gelagat Lengkara yang mencurigakan ini.
“Gak menyangka yah.. Lengkara kita ternyata udah dewasa sekarang!” goda Shada lagi.
Lengkara berdehem, ia memalingkan wajahnya yang semakin memerah. Di detik itu Shada maju mendekatkan tubuhnya pada Lengkara. Gadis itu berjinjit karena tinggi badan Lengkara yang hampir 180 cm itu kalah dua puluh centi dengan dirinya.
Shada semakin mendekat dan Lengkara meneguk salivanya, tapi pemuda itu tidak beranjak apapun dan memilih memejam saat posisi dirinya dan Shada sedekat ini, sampai bibir Shada berbisik di telinga Lengkara, lalu berkata.
“Jadi apa bukunya sampai kamu kayak gini, huh?”
“Elo?”
Seketika gelak tawa terdengar dikeluarkan Shada, ia berjingkrak pula karena sudah berhasil membuat Lengkara masuk ke dalam dominasinya.
“Cie,, Lengkara salting cie… Lengkara salting, Lengkara salting!” Shada masih berjingkrak dihadapan Lengkara.
“Apaan sih Shad!”
“Bukan apaan sih, tapi kenapa kamu sampe kaya gitu kalo gak merasa. Ah,, jangan-jangan bukunya not Children yah?” Shada menangkup mulutnya sendiri.
“Gak menyangka ternyata Lengkara__”
“Hey gue bukan elo!”
“Aku? Kenapa malah ke aku?” Shada menunjuk dirinya sendiri.
“Iya elo, otak cabul!”
“Lah.. kok tau?” Shada malah semakin menjadi-jadi. Ia tersenyum menatap Lengkara dengan tatapan menggoda.
“Memangnya kamu enggak? Uhh… kalo aku sih jujur mau dan penasaran. semisal gimana gitu rasanya ciummm__”
“Shada lo!” Lengkara beranjak menangkup mulut Shada dengan tangannya. Pemuda itu menggeleng untuk ulah Shada “Bisa gak jangan aneh-aneh?!”
“Ishh.. jangan bilang gitu, kamu bilang aneh sama cewek yang udah-udah akhirnya jadi cinta loh! Ahh… Atau udah cinta juga sama aku?”
“Halu!” Final Lengkara sedikit menekan.
Lengkara berbalik lalu mengambil bukunya yang disimpan ditempat ia duduk. Sementara Shada pun kembali mengikuti pemuda itu seperti biasanya.
“Lengka tungguin aku!”
Keduanya menyusuri tangga manual untuk menuju kelas mereka, dengan Shada yang tidak berhenti menjahili Lengkara terkait buku rahasia yang Lengkara cari-cari selama ini.
Buku yang membuat wajah Lengkara me-merah hingga rasanya Shada benar-benar penasaran tentang buku apa yang Lengkara inginkan?
********
Setelah melakukan pelajarannya Shada membawa Lengkara menuju kantin, mereka masih memiliki satu pelajaran lagi dan kini tengah menyantap makan siang mereka.
Lengkara menunduk sementara Shada menatap satu persatu meja yang ditempati orang-orang yang dengan sengaja memperhatikan dirinya sedari saat Shada masuk. Tidak dengan asal mereka demikian karena kejadian Shada bersama Elang tadi pagi di parkiran.
“Kamu baik-baik aja?” tanya Shada melihat Lengkara yang nampak tak nyaman.
Tapi Lengkara tidak menjawab, pemuda itu malah sekuat diri untuk menghadapi kepanikan yang kerap muncul akibat penyakitnya.
“Gue gak masalah! Gue baik-baik aja” Lengkara menghela nafasnya, jika dilihat-lihat pemuda itu sudah tidak separah saat dahulu.
Shada tersenyum untuk perubahan Lengkara, lalu Shada kembali menatap orang-orang yang seketika melempar tatapannya ke arah lain “Kayaknya ini gara-gara tadi sama ka Elang!”
Shada menatap Lengkara yang mencoba fokus pada makanannya “Tapi kalo dilihat-lihat, berati pengaruh ka Elang itu besar yah disini, Cuma diajak ngobrol aja udah segininya aku dilihatin, apalagi kalo diajak pacaran”
“Uhhhuukkk Uhuukk…” Lengkara batuk tersedak makanan kunyahan dirinya sendiri, dengan cepat pemuda itu mengambil minuman.
“Kamu sampe kesedak gitu, kenapa? cemburu?”
“Bukan cemburu!” Lengkara menekan. “Justru ucapan lo terlalu ngasal”
“Maksud kamu?”
"Emang dia mau sama lo?”
“Woah.. kamu yah!” Shada mendesis “gimana kalo semisal ka Elang beneran suka sama aku?”
“Gak percaya!”
“Yakin gak percaya?” Shada menatap protes, Lengkara sendiri berbicara dengan wajah datarnya seperti biasa. Seakan menganggap ucapan Shada adalah lelucon belaka atau karena memang raut wajahnya yang selalu datar seperti itu.
“Lengka Emang aku sebegitu buruknya dimata kamu, huh?”
Tangan Lengkara yang hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya terhenti. Ia berdehem kecil “Gue gak bilang lo buruk!”
“Terus tadi apa” Shada tidak mau kalah, bibirnya tertekuk mengerucut karena setiap sarkasan Lengkara padanya. “Kamu gak tau aja apa yang diucapin ka Elang sama aku!”
Lengkara kembali berdehem, ia menyimpan sendoknya dan menatap Shada “Memangnya dia bicara apa sama lo?”
“Banyak!”
“Apa?” tanya Lengkara kali ini ia terlihat menaruh penasaran.
“Dia tanyain keadaan aku baik-baik aja apa enggak setelah kejadian gudang kemaren!”
“Terus?” Lengkara mulai menelisik.
“Iya, terus minta nomor kontak aku juga biar bisa lebih mudah katanya buat interaksi”
“Dan lo kasih?” Shada mengangguk begitu polosnya sembari memasukan makanan kedalam mulut.
“Kenapa lo kasih?”
“Iya, lagian gak ada alasan aku buat gak kasih itu sama ka Elang, bukan?” Shada menatap arah pintu masuk kantin, disana Elang masuk bersama teman-temannya yang juga menjadi senior dan panitia kemarin.
Elangga jelas-jelas melambai dan tersenyum pada Shada, mau tak mau Shada pun membalas lambaian disertai bungkukan kecil pada para seniornya itu.
“Gue selesai!” Lengkara mendorong piring yang masih penuh dengan makanan, ia hendak bangkit apalagi saat melihat Elangga mendekat kearah ini.
“Kenapa? Lengka tapi makanan aku belum habis!”
“terserah lo!”
“Hai…” ucap Elang menyergah Lengkara dan Shada yang hendak bangkit. “Kalian buru-buru? Apa ada kelas lagi?”
Lengkara tidak menyahut apapun, membuat Shada menunduk kecil dan tersenyum.
“Shada mungkin Lengkara buru-buru, kamu kalo masih mau makan, bareng saja sama saya, gimana?”