Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Jam menunjukkan pukul delapan malam. Darrel, Jiro dan Naomi sudah pulang sekitar satu jam yang lalu. Mereka bertiga beralasan ada kegiatan, padahal mereka memang sudah sepakat ingin memberi Ginran dan Kaiya ruang agar bisa bicara berdua.
"Kamu nggak pulang juga?" Kaiya bertanya pada Ginran. Lelaki itu menggeleng.
"Baru jam delapan." katanya.
Kaiya mengangguk kemudian. Sebenarnya dia senang Ginran masih masih menemaninya, sampai jam berapapun pria itu ada di sini tidak apa-apa. Karena sewaktu SMA dulu, Ginran memang terbiasa main ke rumahnya dan nanti pulang pas dirinya ketiduran. Tapi sekarang ini Kaiya masih merasa canggung. Biar bagaimanapun mereka baru saja baikan, Kaiya tidak tahu mau ngomong apa.
"Kamu mandi sana dulu, nggak baik kalau mandinya terlalu kemalaman. Aku tunggu di sini." kata Ginran kemudian, ia mendorong tubuh Kaiya pelan.
"Cepet masuk." kata cowok itu lagi karena Kaiya belum juga pergi.
"Kamu nggak apa-apa sendiri di sini?"
Ginran tersenyum.
"Kayak nggak pernah aja aku tungguin kamu berjam-jam." Kaiya ikut tersenyum. Masa lalu indah yang pernah mereka lalui dulu kembali dalam ingatannya. Kaiya ingat Ginran sangat sabar nungguin dia.
"Kalo gitu aku masuk sebentar ya," ucapnya kemudian. Ginran mengangguk.
Selama Kaiya mandi, Ginran melihat-lihat kembali seisi apartemen gadis itu. Walau tempat ini aman, tapi Ginran tetap saja khawatir. Karena Kaiya hanya tinggal seorang diri. Tantenya sibuk kerja dan jarang pulang, sering sekali bolak-balok luar negeri. Kaiya yang bilang sendiri tadi.
Pandangan Ginran tanpa sengaja jatuh pada sebuah buku di bawah meja sofa. Sepertinya buku itu terjatuh dari tas ransel Kaiya, karena ada buku-buku yang lain juga di atas sofa, juga ransel Kaiya terbuka lebar. Lelaki itu pun berjalan lagi ke arah sofa dan memasukkan kembali buku-buku tersebut. Terakhir ia mengangkat sebuah buku yang dia lihat di bawah sofa tadi.
Ada sesuatu terjatuh dari dalam buku itu, saat Ginran dan melihat apa itu, ia terdiam sebentar. Yang jatuh adalah sebuah foto dengan gambar dirinya. Ia mengangkatnya, ia ingat gambar dalam foto itu di ambil sewaktu SMA. Kaiya sendiri yang memotretnya pakai camera Jiro.
Dalam foto itu ia tersenyum lepas. Dulu dirinya memang ramah senyum. Pantas saja pas dia cari-cari foto ini tidak pernah ketemu. Ternyata ada yang diam-diam mencuri. Ginran tersenyum bahagia. Kaiya menyimpan fotonya sampai sekarang. Kalau yang di simpan adalah foto mereka berlima, Ginran masih merasa biasa saja. Tapi ini hanya fotonya. Berarti gadis itu ...
Sesaat kemudian ia dikagetkan dengan Kaiya yang tiba-tiba merampas foto tersebut dari tangannya. Wajahnya sudah memerah seperti tomat. Ginran paling senang melihat gadis itu malu karena dia.
Lelaki itu menyeringai lalu berdiri dan mendorong gadis didepannya tersebut sampai terduduk di sofa. Ginran mengunci tubuh Kaiya dengan kedua tangannya, wajah keduanya sangat dekat. Kaiya menelan ludah, jantungnya berdebar-debar keras.
"Dasar pencuri kecil," lelaki itu berkata di depan wajah Kaiya, lalu jemarinya menyentuh daun telinga Kaiya, memainkannya dengan cara yang dia suka.
Dulu Ginran belum seberani itu, tapi sekarang dia akan melakukan apapun yang dia suka, selagi itu masih dalam batas yang wajar dan tidak membuat gadis ini takut.
"Kamu nyuri foto aku tapi pas aku nembak kamu dulu, kamu nggak langsung kasih aku jawaban." ucap Ginran lagi gemas. Mengingat hari itu, waktu dia menyatakan cintanya ke Kaiya dan gadis itu langsung lari, Ginran jadi kesal sendiri.
Padahal jelas-jelas gadis ini punya perasaan yang sama, tapi ia malah kabur. Bahkan sampai terjadi kesalahpahaman dan gadis ini hilang tiga tahun, sampai pikiran Ginran dibuat frustasi sekali. Namun tidak sia-sia Ginran menunggu dan mempertahankan perasaannya terhadap gadis ini, karena dia tahu sekarang Kaiya juga menyukainya. Hubungan mereka yang tidak jelas dulu, akan dia buat jelas sekarang. Ia tidak mau lagi menjalin hubungan tanpa status dengan gadis ini.
"Sekarang aku ingin mendengar jawaban langsung dari mulutmu," kata Ginran, pandangannya tak berpindah sedetikpun dari wajah Kaiya.
"Mau jadi pacarku atau tidak?"
Mata Kaiya berkedip-kedip. Jantungnya hampir copot karena tatapan intens laki-laki itu.
"Mm ..." Kaiya berpikir-pikir.
"Awas saja kalau kau bilang tidak, akan ku tunjukkan bagaimana caranya seekor singa menerkammu."
Kaiya merinding ngeri. Ancaman Ginran menakutkan. Mana ada nembak orang pakai ngancam segala.
"Kalau kau belum menjawab juga setelah aku hitung satu sampai tiga, siap-siap saja diterkam. Satu ... Dua ..."
"Iya aku mau!" sahut Kaiya cepat. Astaga, laki-laki ini bikin dia panik saja. Ujung bibir Ginran terangkat.
"Mau apa?"
"Ja ... Jadi pacar kamu."
Setelah mengatakan itu, Kaiya pun dibuat kaget oleh Ginran yang tiba-tiba mengecup bibirnya. Mata Kaiya terbelalak lebar merasakan hangatnya bibir Ginran yang membelai lembut bibirnya.
Lum@tan-luma-tan bibir Ginran terus bermain di atas bibir Kaiya yang tidak bergerak. Kaiya merasa jantungnya makin tidak bersahabat, perutnya terasa geli. Sekujur tubuhnya seperti terbakar, panas dan dingin bersamaan.
Sebenarnya Kaiya bisa saja mendorong Ginran karena laki-laki tidak memaksa sama sekali. Tapi bukannya menolak, ia justru memejamkan mata menikmati ciuman itu. Dan mengumpulkan keberanian menggerakkan bibir membalas setiap kecupan Ginran. Gadis itu bahkan merangkul leher Ginran hingga ciuman mereka menjadi semakin dalam dan panas. Ginran sendiri tersenyum dengan sambutan Kaiya. Ciuman itu berlangsung cukup lama sampai akhirnya terhenti karena Ginran menyadari rambut Kaiya yang dia pegang masih basah.
"Rambut kamu belum dikeringkan." ucapnya. Kaiya hanya tersenyum, bibirnya terasa tebal sehabis berciuman.
"Bodoh, nanti kamu sakit. Ayo," Ginran pun menarik lembut tangan Kaiya, berjalan ke arah kamar gadis itu dan mendudukkannya di atas meja rias. Matanya mencari-cari hair dryer. Setelah menemukan benda yang dia cari, ia kembali ke dekat Kaiya dan membantu gadis itu mengeringkan rambut.
Kaiya tersenyum dalam hati. Betapa bahagianya dia diperlakukan bak seorang putri. Kesepian yang terus dia rasakan selama ini perlahan menghilang karena ada Ginran disampingnya. Juga para sahabatnya kembali. Hanya saja, selalu muncul dalam benaknya, apakah ini akan berlangsung selamanya. Tetap saja ada kekhawatiran dalam hatinya.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN