NovelToon NovelToon
Pulang / Di Jemput Bayangan

Pulang / Di Jemput Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Mata Batin / Kutukan / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:642
Nilai: 5
Nama Author: Novita Ledo

para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

---

Bayangan Terakhir

Namun, kisah desa Giripati belum berakhir. Beberapa hari setelah kabut menelan segalanya, seorang pengembara muda bernama Raka tiba di pinggiran desa. Ia adalah pemburu barang antik yang mendengar desas-desus tentang desa yang hilang, konon menyimpan pusaka kuno yang terkutuk. Raka, meski waspada, merasa tergoda oleh potensi harta tersembunyi yang bisa ia temukan di desa itu.

Saat ia melangkah masuk ke dalam wilayah desa, udara menjadi berat, dan keheningan menyesakkan. Jalan berbatu di depannya tampak seperti tenggelam dalam bayang-bayang, meskipun matahari bersinar pucat di atas. Pohon-pohon di sekitar mulai terlihat seperti sosok manusia yang membungkuk, ranting-rantingnya seperti jari-jari kurus yang melambai pelan.

Ketika Raka mencapai alun-alun desa, ia tertegun. Di tengah-tengah tanah lapang itu, akar-akar pohon raksasa telah membentuk sesuatu yang menyerupai altar, dikelilingi oleh lingkaran tengkorak. Di atas altar itu, berdiri sebuah peti mati yang berkilauan seperti terbuat dari batu hitam obsidian. Cahaya aneh memancar dari sela-selanya, seolah-olah sesuatu di dalam peti itu masih hidup.

Tiba-tiba, suara langkah bergema di sekelilingnya. Bukan langkah manusia, melainkan seperti sesuatu yang merayap—akar, ranting, atau mungkin kaki-kaki makhluk yang tak pernah dilihat oleh manusia. Dari bayang-bayang, muncul sosok Sari. Kini, tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang mengerikan: matanya tidak lagi hanya hitam, tetapi menyala merah, dan senyumnya terlalu besar untuk wajahnya yang kecil. Kulitnya tampak seperti kayu, dengan retakan yang memancarkan cahaya redup.

"Aku tahu kamu datang untuk ini," katanya, suaranya berlapis-lapis, seolah-olah ada banyak makhluk lain berbicara bersamanya. Ia menunjuk peti itu dengan jari-jari yang panjang dan tajam. "Bukalah, dan lihat apa yang telah kami janjikan."

Raka, meski takut, merasa tangannya bergerak tanpa kendali menuju peti. Saat ia membuka penutupnya, bau busuk yang tidak tertahankan menguar, membuatnya tersentak mundur. Di dalam peti, terdapat sebuah hati manusia yang masih berdetak, dikelilingi oleh akar-akar hitam yang melilitnya erat. Setiap detakan menghasilkan suara bisikan, semakin keras hingga memenuhi seluruh desa.

Bisikan itu mulai membentuk kata-kata. "Satu jiwa untuk melanjutkan, seribu untuk memulai kembali."

Pengorbanan Tak Terelakkan

Raka mencoba melarikan diri, tetapi tubuhnya ditahan oleh akar-akar yang menjalar dari altar. Ia menjerit, tetapi tidak ada yang mendengar. Akar-akar itu mulai menembus kulitnya, menariknya perlahan ke arah peti. Suaranya menjadi tercekik saat akar-akar itu masuk ke dalam mulutnya, menyebar ke seluruh tubuhnya. Tubuh Raka mulai berubah, kulitnya mengeras seperti kayu, dan wajahnya terdistorsi, menjadi bagian dari altar yang hidup.

Saat tubuh Raka sepenuhnya menyatu, hati di dalam peti mulai berdetak lebih cepat. Pohon raksasa di tengah hutan mengeluarkan suara retakan yang keras, seperti sedang tertawa. Dari dahan-dahannya, wajah-wajah penduduk desa yang terperangkap mulai bergerak, memandang ke arah altar dengan ekspresi putus asa. Mereka menyaksikan kebangkitan kegelapan yang lebih besar.

Sari, yang kini berdiri di atas altar, mengangkat kedua tangannya. Dari tubuhnya, ribuan bayangan kecil keluar, menyebar ke seluruh penjuru desa, mencari korban baru. Desa Giripati yang hilang hanyalah permulaan. Pohon raksasa itu telah tumbuh lebih kuat, cabang-cabangnya menjalar ke desa-desa tetangga, membawa kegelapan yang sama.

Bisikan-bisikan itu kini bisa terdengar di mana-mana. Orang-orang mulai bermimpi tentang pohon itu, tentang wajah-wajah yang terperangkap, dan tentang seorang gadis kecil dengan senyuman yang tidak pernah hilang. Mereka yang mendengar bisikan terlalu lama mulai berjalan tanpa sadar ke arah hutan, menghilang tanpa jejak.

Kegelapan yang Menjalar

Hutan Giripati kini bukan hanya sekadar tempat terkutuk. Ia menjadi pusat dari sebuah kerajaan kegelapan yang terus meluas, menyerap kehidupan di sekitarnya. Penduduk dari desa-desa tetangga melaporkan melihat kabut hitam yang mendekat, suara tawa lirih yang menggema di malam hari, dan bayangan-bayangan aneh yang mengintai di antara pepohonan.

Pohon raksasa itu terus tumbuh, dan wajah-wajah baru terus bermunculan di batangnya. Di tengah-tengahnya, wajah Raka terlihat dengan jelas, matanya merah menyala, dan mulutnya bergerak pelan, mengucapkan sesuatu yang tidak dapat dimengerti.

Kegelapan itu tidak akan berhenti sampai semuanya telah ditelan. Tidak ada yang bisa melarikan diri dari hutan Giripati.

---

Mata Kegelapan

Di suatu desa kecil bernama Wonojiwo, sekitar sepuluh kilometer dari Giripati, seorang gadis bernama Lila mulai merasakan keanehan. Setiap malam, ia mendengar bisikan lembut di telinganya meski kamar tidurnya terkunci rapat. Bisikan itu memanggil namanya, berulang-ulang, seperti suara seorang teman lama. Tetapi, setiap kali ia membuka mata, hanya kegelapan yang menyambutnya.

Suatu malam, bisikan itu berubah menjadi jeritan. Jeritan panjang yang mengguncang seluruh tubuhnya, membuatnya terbangun dengan keringat dingin. Di sudut kamarnya, ia melihat bayangan seorang anak kecil berdiri. Anak itu tidak bergerak, tetapi matanya yang hitam pekat menatap lurus ke arahnya.

“Giripati memanggilmu…” kata bayangan itu, suaranya menyerupai angin yang menggigilkan tulang.

Ketika Lila mencoba berteriak, mulutnya terasa membeku, seolah-olah udara di sekitarnya ditelan oleh bayangan itu. Dan sebelum ia sempat melarikan diri, bayangan itu hilang, meninggalkan bau kayu yang terbakar. Pagi itu, Lila menemukan tanda aneh di tangannya—garis-garis hitam melingkar seperti akar pohon, menjalar dari pergelangan hingga ke siku.

Penduduk Wonojiwo mulai merasakan hal yang sama. Beberapa dari mereka mendapati tanda yang serupa di tubuh mereka setelah bermimpi buruk. Sebagian lagi mendengar bisikan yang memanggil nama mereka dari arah hutan. Mereka mencoba mengabaikannya, tetapi semakin hari, bisikan itu menjadi lebih kuat, lebih nyata, sampai akhirnya beberapa penduduk berjalan dengan mata kosong menuju arah Giripati, tidak pernah kembali.

Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata

Lila tahu ia tidak bisa menghindar. Setiap malam, mimpi buruk yang ia alami semakin jelas. Ia melihat pohon raksasa yang penuh dengan wajah-wajah menyedihkan, mendengar bisikan-bisikan yang memanggil namanya, dan di atas pohon itu, ia melihat seorang gadis kecil dengan senyum mengerikan yang terus menatapnya. Dalam mimpinya, gadis itu menunjuk ke arahnya dan berkata, “Kau adalah kunci terakhir.”

Lila memutuskan untuk pergi ke hutan bersama beberapa teman yang percaya padanya. Mereka adalah sekelompok pemuda yang selama ini penasaran dengan kisah hilangnya desa Giripati. Dipersenjatai dengan parang, senter, dan keberanian yang tipis, mereka memasuki hutan itu saat senja, berharap menemukan jawaban sebelum kegelapan sepenuhnya menguasai mereka.

Kabut mulai menyelimuti mereka setelah beberapa langkah. Pepohonan yang menjulang tinggi tampak seperti bayangan makhluk besar yang bergerak. Bisikan-bisikan mulai terdengar, mengelilingi mereka, memanggil nama mereka satu per satu. Salah satu teman Lila, Andra, berteriak, “Jangan dengarkan suara itu! Itu hanya trik!” Tetapi tidak ada yang bisa mengabaikan bisikan yang menyusup langsung ke dalam pikiran mereka.

Ketika mereka tiba di tengah hutan, mereka melihatnya—pohon raksasa itu, menjulang tinggi seperti menembus langit. Akar-akar pohon itu bergerak perlahan seperti ular, dan wajah-wajah yang terpahat di batangnya tampak hidup, mata mereka mengikuti gerakan Lila dan teman-temannya.

“Aku tidak ingin mendekat,” bisik salah satu dari mereka. Tetapi akar-akar hitam itu mulai bergerak, menyeret mereka satu per satu menuju pohon. Lila, yang ketakutan tetapi berusaha melawan, mendengar suara di kepalanya—suara yang ia kenal.

“Kau harus menghentikannya, Lila… sebelum semuanya terlambat.”

Itu suara Arga. Wajahnya muncul di salah satu dahan pohon, matanya memohon, dan bibirnya bergerak pelan. “Patahkan akar di dasar altar… hanya itu yang bisa menghancurkan kutukan ini.”

Pengorbanan Akhir

Lila berlari menuju altar yang berada di bawah pohon, meskipun akar-akar hitam mencoba menghalanginya. Teman-temannya menjerit, satu per satu tertangkap oleh akar-akar yang melilit tubuh mereka, menguras jiwa mereka. Tetapi Lila tidak berhenti. Ia menemukan altar itu—tempat di mana hati yang berdetak berada.

Dengan tangan gemetar, ia meraih parang yang ia bawa dan mengayunkannya ke arah akar-akar yang melilit altar. Suara jeritan keras menggema di hutan saat akar-akar itu terpotong satu per satu. Pohon raksasa itu bergetar, wajah-wajah di batangnya tampak meringis kesakitan.

Namun, saat ia akan memotong akar terakhir, Sari muncul di depannya. Gadis itu kini lebih menyerupai makhluk kegelapan daripada manusia, tubuhnya dipenuhi retakan bercahaya, dan matanya merah menyala.

“Berhenti!” jerit Sari, suaranya mengguncang tanah. “Jika kau menghancurkan ini, kau akan menjadi bagian darinya!”

Lila ragu. Tetapi suara Arga kembali terdengar, lebih tegas kali ini. “Lakukan, Lila. Jangan pedulikan aku. Selamatkan mereka yang masih bisa diselamatkan.”

Dengan jeritan terakhir, Lila mengayunkan parangnya, menghancurkan akar terakhir. Cahaya terang meledak dari altar, memusnahkan Sari dalam sekejap, dan suara jeritan ribuan jiwa memenuhi udara. Pohon raksasa itu mulai runtuh, dan wajah-wajah di batangnya memudar, meninggalkan batang yang kosong.

Namun, saat pohon itu tumbang, Lila menyadari bahwa ia tidak akan kembali utuh. Akar-akar hitam telah menembus tubuhnya, menyatu dengan darah dan jiwanya. Ia tidak lagi merasa seperti manusia, tetapi ia tersenyum kecil. “Setidaknya mereka selamat,” bisiknya sebelum semuanya menjadi gelap.

**

Ketika kabut di hutan Giripati perlahan menghilang, penduduk desa-desa sekitar mengira mimpi buruk itu telah berakhir. Tetapi jauh di dalam sisa-sisa pohon raksasa itu, sesuatu mulai tumbuh—sebuah tunas kecil, dengan akar-akar hitam yang menjalar pelan.

Dan di malam yang sunyi, jika kau mendengarkan dengan saksama, kau masih bisa mendengar bisikan itu: “Semuanya akan kembali… tunggu saja waktunya.”

***

1
そして私
numpang lewat, jangan lupa mampir di after book bang
Novita Ledo: Yups, bentar yah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!