Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3.
Setelah Debora selesai mandi dan berpakaian, dia pun pergi ke kamar bayi kakaknya.
Debora akan memeriksa keadaan bayi lelaki itu, tadi malam dia tidak sempat melihatnya.
Perlahan Debora membuka pintu kamar Arthur Stephanus, keponakannya yang sekarang telah menjadi putranya.
Debora menghampiri tempat tidur box, di tengah kamar itu.
Tampak bibir Debora menyunggingkan senyuman, memandang Arthur masih tertidur.
"Tuan muda baru saja selesai minum susu, Nyonya!" sahut pengasuh Arthur, memasuki kamar keponakan Debora tersebut.
Debora membelai pipi Arthur, menggunakan jari telunjuknya dengan lembut.
"Terimakasih sudah mengurusnya....!" Debora tidak melanjutkan perkataannya, karena dia tidak tahu nama pengasuh ponakannya tersebut.
"Nita, panggil saja saya Nita, Nyonya!" sahut wanita pengasuh ponakannya itu.
"Terimakasih Nita, sudah menjaga putraku!" sahut Debora.
"Sudah tugas saya Nyonya, anda tidak perlu berterimakasih, Nyonya!" jawab Nita tersenyum.
Setelah melihat Arthur, gadis itupun keluar dari kamar ponakannya itu.
Di ruang makan, ternyata kakak iparnya sudah duduk menikmati sarapannya.
"Pagi kak!" sahut Debora, menyapa kakak iparnya, yang sudah menjadi suaminya itu.
Pria itu diam saja tidak menjawab sapaan Debora, dia terus saja menyantap sarapannya.
Debora menarik kursi di ujung meja, dan seorang Pelayan wanita datang untuk melayani Debora.
Pelayan itu meletakkan sarapan Debora di hadapan Debora.
"Terimakasih!" ucap Debora.
Pelayan itu diam saja, tidak menanggapi ucapan terimakasih Debora.
Debora tidak ambil pusing, dengan sikap Pelayan tersebut, yang tidak merespon ucapan terimakasihnya.
Debora pun kemudian menyantap sarapannya, menikmati sarapan yang terasa aneh di sentuh lidahnya.
Sepertinya sarapan yang di berikan padanya, sarapan yang di masak tidak menggunakan garam atau perasa apa pun.
Debora mengangkat kepalanya, memandang Pelayan kakak iparnya itu, yang tampak berdiri tidak jauh dari kakak iparnya, Victor.
Debora yang akan membuka mulutnya, ingin bertanya pada Pelayan itu, perlahan mengurungkan niatnya.
Kalau dia bertanya soal masakan yang terasa hambar, nanti Victor akan berprasangka lain padanya.
Menganggap dirinya, terlalu cerewet dan banyak maunya, karena lagi pula mereka belum begitu akrab.
Mereka dinikahkan bukan karena saling menyukai, Victor nanti akan berpikir kalau dia, wanita yang merepotkan, hanya masalah sarapan yang tidak enak.
Debora kembali melanjutkan, menyantap sarapannya tanpa mengeluh.
Debora melihat kakak iparnya mendorong kursi kebelakang, dia sepertinya sudah selesai makan.
Pria itu meninggalkan ruang makan, tanpa sedikitpun mengeluarkan suara, untuk bicara dengan Debora.
"Apakah anda sudah selesai sarapan, Nyonya?" tanya Pelayan yang memberikan sarapan tadi, dengan nada sedikit kasar, dan tajam.
Debora mengerutkan keningnya, mendengar nada bicara Pelayan itu padanya.
Ada perasaan tidak beres di hati Debora, melihat Pelayan wanita itu.
Dia merasa Pelayan itu, tidak sopan padanya, dan seakan dia memberikan sinyal permusuhan pada Debora.
Debora memandang Pelayan itu, dan menatapnya dengan tajam.
"Kamu tidak sopan padaku! apakah kamu tidak lihat! aku bahkan belum bangkit berdiri dari kursiku!" sahut Debora mendelik ke arah Pelayan itu.
"Maaf Nyonya, kalau saya lancang!" sahut Pelayan itu, membungkukkan sedikit kepalanya meminta maaf.
"Kamu memang sungguh lancang! apakah kamu juga melakukan hal seperti begini, kepada kakakku sewaktu dia masih hidup?" tanya Debora tajam.
"Tidak Nyonya!" jawab Pelayan itu menundukkan wajahnya.
"Kamu barusan, seolah-olah ingin mengusir ku!" sahut Debora lagi dengan tajam.
"Tidak Nyonya, maaf!" ucap Pelayan itu, membeku di tempatnya.
Debora mendorong piringnya yang sudah bersih, sarapannya yang tidak enak itu, terpaksa di habiskan nya.
Debora tidak menduga ada Pelayan kakak iparnya, yang tidak menyenangkan di Mansion tersebut.
Bersambung......