Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permata yang Hancur
"Mama?"
Alexa cukup terkejut melihat kehadiran ibunya di dapur. Bahkan lampunya tidak dihidupkan. Valisha duduk di depan meja konter di bawah penerangan yang redup, sebotol wiski berada di hadapannya.
Alexa yang terbangun tengah malam dan menemukan botol minumnya kosong, mengunjungi dapur, berniat mengisi ulang tempat minumnya. Tidak menyangka bahwa akan menemukan ibunya di tempat yang sama.
"Ehm, siapa?" Valisha bertanya pelan, suaranya terdengar berat.
"Mama mabuk?" Alexa berjalan mendekat, menatap pada botol wiski yang isinya tinggal sedikit. Wanita itu menghela napas. Setelah tidak pernah mengatakan apa pun selama satu minggu sejak kedatangannya, ibunya malah meneguk berseloki alkohol tengah malam.
Alexa jelas tidak mengerti apa yang terjadi. Sejak tidak sengaja bertemu tetangga apartementnya, Valisha langsung membawa Alexa pulang ke kediaman utama dan mendiamkannya. Alexa tidak berani menanyakan apa pun karena ibunya terlihat marah.
"Kenapa Mama belum tidur dan malah minum sendirian di sini?" Alexa meraih gelas, mengisinya dengan air putih sebelum menyodorkannya pada wanita yang masih memicing menatapnya.
"Minum air putih dulu," ucap Alexa lembut sembari mendudukkan diri di samping Valisha.
"Kau!" Valisha tiba-tiba berseru, jari telunjuknya teracung ke wajah Alexa. "Kau siapa?" tanyanya lagi setelah dua kali cegukan.
Alexa menghela napas. "Namaku Alexa Waxton Beverly," ucapnya memperkenalkan diri.
Kadang-kadang Alexa memang menemui ibunya berada dalam kondisi seperti ini, meneguk wiski sendirian tengah malam di bawah cahaya redup. Setiap kali melihat Valisha mabuk, yang bisa dilakukan wanita itu hanyalah duduk di sisinya, menemani wanita yang terlihat rapuh, seolah bisa hancur kapan saja.
"Namamu bagus," ucap Valisha seraya terkekeh. "Perkenalkan, aku Vallen!" ujarnya dengan tangan terulur.
Alexa meraih uluran tangan itu, terasa lembut dan hangat seperti biasa. "Namamu juga sangat bagus," ucapnya sembari tersenyum.
Valisha meletakkan sisi kepalanya di meja, menatap wajah putih Alexa yang mengingatkannya dengan seseorang. "Kenapa kau mirip denganku?" tanyanya, wajahnya terlihat bingung.
"Pasti karena Ibuku sangat menyukai Vallen, makanya aku mirip denganmu." Alexa menjawab seperti biasa. Bukan lagi hal mengejutkan saat Valisha menanyakan siapa namanya dan kenapa Alexa terlihat mirip dengannya saat wanita itu mabuk.
Lalu seperti biasa juga, Valisha akan terdiam. Alexa hanya harus menunggu sampai ibunya terlelap setelah memandangi wajah Alexa tanpa mengatakan apa pun.
Hanya napas berat Valisha yang terdengar di tengah keheningan. Netra coklat madu itu tidak berhenti menatap wajah putih Alexa.
"Jangan mirip denganku."
Alexa mengerjap, kaget dengan kalimat yang dikatakan Valisha dengan lirih dan penuh kesedihan. Padahal biasanya wanita itu hanya akan diam saja sambil menatap Alexa. Ini pertama kali Valisha mengatakan hal lain. Jangan mirip dengannya?
"Kenapa? Aku menyukai Vallen. Aku akan tumbuh menjadi orang yang sangat hebat seperti Vallen juga." Alexa tersenyum lembut, sedikit goyah saat melihat tatapan sedih ibunya. Sebenarnya kenapa? Sampai sekarang Alexa tidak paham alasan Valisha sering melamun sambil menatap wajah Alexa, ditambah matanya selalu dipenuhi kesedihan.
"Aku tidak hebat," lirih Valisha, setetes cairan bening jatuh dari sudut matanya, membuat Alexa langsung beringsut lebih dekat. "Kalau aku hebat, mana mungkin ada kau."
Alexa merasa jantungnya berhenti berdetak. Matanya terasa memanas. Wanita itu menggigit bibir, menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Kalau saja aku tidak pergi ...." Valisha menutup mata, membiarkan air matanya luruh. "Seandainya aku tidak menghampirinya. Jika saja aku tidak jatuh cinta sedalam itu padanya dan dengan bodohnya mempercayai bahwa dia juga mencintaiku."
Alexa langsung memeluk ibunya. Air matanya tidak bisa lagi dibendung. Pertama kali seumur hidupnya Alexa melihat ibunya sangat hancur seperti ini. Kalimat-kalimat yang belum pernah wanita itu dengar sebelumnya membuat Alexa mengeratkan pelukan.
"Maaf."
"Maaf."
Satu kata itu terucap bersamaan dari bibir Alexa dan Valisha.
"Maafkan aku karena mengikuti hawa nafsu, bertindak bodoh, percaya bahwa cinta akan selalu jadi pemenang. Kalau saja aku tidak mempercayainya ... hanya karena dia teman kakakku. Seandainya aku tidak pernah percaya pada siapa pun, kau pasti tidak akan hidup dalam cemooh." Valisha menangis keras, memeluk wanita yang merupakan putri kandungnya. "Kau pasti menderita karena hidup sebagai putriku, sebagai anak dari wanita yang tidak pernah menikah."
Alexa menggigit bibir, menahan suaranya agar tidak terisak semakin keras. Kalimat 'hanya karena dia teman kakakku' yang diucap ibunya membuat wanita itu mengingat kejadian seminggu lalu, saat Valisha tidak sengaja bertemu Edgar dan menjadi sangat diam setelahnya.
Tidak perlu teori lebih banyak, Alexa sudah sangat mengerti apa maksudnya. Orang bodoh pun akan langsung bisa menebak. Tapi, kenapa harus Edgar dari jutaan laki-laki yang ada di dunia ini? Kenapa harus sosok yang Alexa suka dan kagumi yang telah menghancurkan ibunya?
"Maaf," ucap Alexa lirih. "Kalau saja Mama tidak memilikiku. Seandainya tidak ada aku ... hidup Mama pasti lebih baik. Maaf sudah menghancurkan masa depan Mama. Maaf karena Mama harus menjadi ibuku."
Dua puluh lima tahun lalu, Valisha yang masih berusia enam belas sudah melahirkan Alexa. Usia yang harusnya dihabiskan bersama teman, bermain, belajar dan menyusun masa depan, Valisha malah harus menerima kecaman dan hinaan karena melahirkan tanpa suami.
Saat tahu bahwa ibunya memilih melahirkan saat bisa saja Valisha menggugurkan kandungannya membuat perasaan bersalah Alexa semakin menjadi. Alexa nyaris tidak pernah mengeluh dengan kesibukan ibunya hingga mereka jarang bertemu. Sejak kecil, entah bagaimana Alexa selalu merasa bahwa lebih baik bagi ibunya untuk tidak terlalu sering melihat wajahnya.
"Terima kasih sudah menjadi Mamanya Alexa. Terima kasih karena selalu menjadi tameng paling hebat yang selalu melindungiku. Terima kasih juga untuk tidak menyerah atas hidup Mama dan melihat bagaimana aku tumbuh dewasa."
Kehangatan dari kata demi kata yang diucapkan Alexa membuat Valisha terenyuh. Perlahan kesadaran wanita itu mulai menghilang, kepalanya terkulai di lengan Alexa.
"Terima kasih karena sudah menjadi putriku," ucap Valisha teramat pelan sebelum matanya tertutup, jatuh tertidur. Sisa-sisa air mata masih meninggalkan jejak di pipi putih wanita itu.
Alexa menarik napas panjang, berusaha menghentikan tangisannya sendiri. Beberapa menit setelahnya hanya terdengar helaan napas teratur dari dua wanita yang masih saling memeluk.
"Bantu aku membawa Mama ke kamarnya," Alexa berbisik lirih, membuat seseorang yang sejak tadi berdiri tidak jauh di balik bayangan akhirnya muncul.
"Wajahmu jelek sekali," ucap seorang wanita yang mengenakan piyama biru, matanya juga terlihat basah.
"Penampilanmu tidak lebih baik dariku," ucap Alexa sembari mendelik tajam. "Lagipula, kalau tahu kami sedang terlibat obrolan serius harusnya kau segera pergi, Alena."
Alena yang juga terbangun karena haus dan tidak menemukan air putih di kamarnya, pergi ke dapur dengan perasaan jengkel, sudah memiliki rencana akan memecat pelayan yang bertanggung jawab atas kamarnya karena tidak menyediakan air minum, tapi malah harus melihat Alexa dan Valisha di dapur.
"Tadinya memang mau pergi, tapi saat Bibi Valisha bilang untuk jangan mirip dengannya, aku jadi penasaran."
Alexa menghela napas. Secara tidak langsung Alena memberitahu bahwa ia mendengar obrolan mereka sejak awal. Dua wanita itu saling menatap dalam keheningan sebelum Alexa membuang muka lebih dulu.
"Terima kasih karena sudah lahir," ucap Alena sembari tersenyum.