Mereka bertemu dalam tujuan masing-masing. Seperti kata temannya dalam hubungan itu tidak ada perasaan yang dipertaruhkan hanya ada profesionalitas semata.
Bersama selama tujuh bulan sebagai pasangan suami-istri palsu adalah hal yang mudah pikir mereka. Tapi apakah benar takdir akan membiarkannya begitu saja?
"Maksudku. Kita tidak mudah akur bukan? kita sering bertengkar dan tidak cocok."
"Bernarkah? tapi aku merasa sebaliknya."
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Pertemuan Yang Buruk
Di seberang sana tampak Hany berbincang dengan Sofia sembari sesekali menatap Baswara yang asik membahas soal kuda dengan kakak iparnya, wanita yang gigih pikirnya.
Malam itu Baswara tampak tidak biasa seperti hari lainnya. Ia selalu memperhatikan Kani dari mulai mengambilkannya makanan, menuangkan minuman untuknya, serta menatapnya ketika ia sedang bicara jika semua itu karena rasa bersalahnya bukankah terlalu berlebihan, di seberangnya Sofia tampak tidak suka dengan itu dan selalu menatap Kani dengan tidak suka sementara Hany menolak untuk memperhatikannya.
Sementara itu Dira pamit sebentar untuk mengantarkan ibu mereka masuk kamar kembali karena kondisinya yang sudah lelah, tinggalah beberapa orang di meja makan berbincang bersama.
"Oh iya, bukankah katanya kalian berdua satu jurusan?" tanya Sofia menatap Kani dan Hany bergantian. Sejujurnya Kani tidak tau berkata apa karena bukan dia yang mengarang cerita ini.
"Sudah lama sekali bukan? Lagian kami tidak terlalu mengenal satu sama lain tante," ucap Hany seraya membantunya.
"Benarkah? Aku rasa Hany sangat populer dulu. Dia cantik dan banyak yang mengejarnya termasuk Baswara," Sofia tampak menikmati pembicaraan itu sementara Kani hanya bisa tersenyum canggung mendengarnya.
"Tante, semua itu sudah berlalu," sahut Hany malu.
Sofia lantas melirik Baswara dan berucap, "Aku ingat, bahkan cerita tentang mereka berdua sangat menghebohkan pada waktu itu."
"Maaf mengganggu kesenangan kalian, tapi aku tidak suka mengingat masa lalu," ucap Baswara yang mulai jengah.
"Aku cuma penasaran apa Kani tau hal itu?"
"Seingatku, dulu mereka pasangan yang serasi," ucap Kani berharap agar pembicaraan itu selesai dengan ia bersuara.
Tapi ternyata tidak, "Benarkah? Apa kau sudah menyukai Baswara waktu itu?".
"Aku tidak begitu kenal dengannya tante."
"Oh, cerita yang aku dengar sepertinya berbeda," ucapan Sofia jelas membuat Kani bingung, ia tidak tau kemana arah pembicaraan itu.
Di sampingnya Baswara duduk dalam dia, jika dilihat dari raut wajahnya maka tinggal menunggu waktu sebentar lagi dia akan meledak.
Hany buru-buru menimpali, "Aku dengar tante ikut klub berkuda di tempat kak Dira.”
"Iya baru saja. Kau harus ikut sayang, Kani? Aku ragu kau bisa ikut."
"Maaf tante, aku harus bekerja," ucap Kani berusaha menghindar darinya.
"Kalau boleh tau, kau kerja di mana Kani?" tanya Hany benar-benar ingin tau.
"Dia bekerja di toko perhiasan, dia melayani orang-orang di sana," ucap Sofia sambil tertawa mengejek tampak tidak mau berhenti menyakiti Kani.
Baswara menggebrak meja dengan sangat keras, Kani dan semua orang di sana terkeut dan suasana berubah jadi hening.
"Jangan pernah menghina istriku tante. Ini terakhir kali aku mendengarnya, begitupun denganmu," ucapnya sambil melihat kearah Sofia dan Hany bergantian.
"Tolong hormati dia. Dia sudah jadi bagian keluarga ini," ucap Baswara seraya berdiri dan menarik tangan Kani dengan cepat meninggalkan ruangan itu, di belakangnya semua orang hanya bisa terdiam menatap pasangan itu pergi.
Ketika hampir sampai di teras depan Dira berlari mengejar mereka dan memegang pundak Kani, "Ada apa?".
"Sudah kukatakan aku tidak mau hadir ke acara apapun yang didalamnya ada paman Panji dan istrinya. Kau tau aku tidak pernah menyukai mereka," ucap Baswara masih kesal.
"Kalian bertengkar lagi?".
"Sofia jelas ingin menghina Kani tadi.”
"Ya tuhan. Maafkan aku Kani, apa kau baik-baik saja? Jika aku ada di sana tadi sudah kusiram dia dengan air."
"Tidak apa-apa kak," Kani berusaha mengerti apa yang sedang terjadi dan jujur dia sama sekali tidak menganggap itu hal yang harus dipikirkannya, status sosial mereka memang berbeda jadi memang tidak ada yang bisa Kani banggakan tentang itu.
"Kalau begitu kami pulang dulu," ucap Baswara yang masih memegang tangan Kani dengan erat, sementara di sampingnya wanita itu memeluk Dira sambil berpamitan.
Di dalam mobil pikiran Baswara berkecamuk sambil memegang setir dia mencoba fokus. Ia merasa kesal dan juga bersalah pada wanita yang duduk di sampingnya itu.
"Aku mewakili mereka semua untuk meminta maaf padamu."
"Kurasa kau tidak perlu membelaku di sana." Kani tampak bersikap biasa saja.
"Apa?" Baswara tidak mengerti dengan respon dari wanita itu.
"Itu berlebihan, lagipula status sosial kita memang berbeda. Itu faktanya."
"Apa kau bodoh? mereka sedang menghinamu Kani," ucap Baswara kesal.
"Mungkin mereka hanya sedang menjelaskan batasan akan keberadaanku."
"Aku tidak mengerti jalan pikiranmu."
"Kita hanya pasangan yang terikat kontrak, jadi tidak usah bereaksi lebih."
Baswara menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
Baswara menatap Kani dengan lekat, "Apa kau akan benar-benar seperti ini?".
"Seperti apa?" sementara Kani dengan ekspresi datar di wajahnya mencoba terlihat tetap tenang.
"Menganggap semua ini palsu."
"Memang semuanya palsu Bas, sebentar lagi kita akan kembali ke tempat asal kita."
"Apa yang kulakukan semuanya tulus tidak ada yang dibuat-buat," ucap pria itu dengan penuh ketulusan berharap wanita itu merasakannya juga.
"Apa kau yakin? Karena aku melakukan semuanya sebagai istri palsumu."
Baswara melihat Kani dengan wajah heran, "Maksudmu semua hal-hal itu palsu?".
"Itu bentuk profesionalitasku Bas," Baswara terdiam mendengarnya, ia merasa bahwa hubungan mereka berakhir menjadi sangat rumit.
"Kau luar biasa Kani," ucapnya sembari menghidupkan mobilnya kembali.
"Apa maksudmu?".
"Aku sarankan setelah ini kau ikut audisi untuk jadi artis, kulihat kau punya bakat."
"Haha, lucu Bas."
"Dasar gadis bodoh," ucap Baswara pelan agar wanita itu tidak mendengarnya.
"Aku bisa dengar!".
"Jelas saja, kau kan tidak tuli."
"Dasar brengsek!".
Sesampainya di rumah mereka melangkah dalam diam, Kani naik ke atas kamarnya sementara Baswara masuk ke dalam ruang kerjanya.
Baswara duduk di kursi kerjanya kemudian mengingat pembicaraannya beberapa waktu lalu dengan Jona sekertarisnya.
"Aku penasaran dengan apa yang kau katakan dengan kakakku tentang Kani."
"Maafkan saya bos, karena itu terjadi sangat cepat. Saya tidak sempat mengarang sesuatu yang lebih masuk akal."
"Jadi apa yang kau ceritakan?"
"Saya bilang padanya. Bahwa sekitar setahun kalian sudah bersama sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Lalu kalian pernah berada di kampus yang sama dan bertemu kembali lalu menjalani hubungan serius. Ya semacam itu."
"Kau berbakat jadi penulis Jona."
"Tapi tenang saja bos, Nona Dira tampak baik-baik dengan cerita itu dia tidak curiga sama sekali."
***
Beberapa hari kemudian, Kani sibuk dengan kerja sampingannya yang baru dia dapatkan yaitu les privat dengan seorang anak berumur 10 tahun, sepulang kerja dia mengajari anak itu sampai pukul jam delapan malam, penghasilannya lumayan lagipula dia malas berlama-lama di rumah Baswara.
Kani mengajar mata pelajaran matematika yang memang ia sukai sejak dulu sekolah. Nilai matematikanya selalu tinggi dan teman-temannya selalu minta diajarkan olehnya.
Dulu Kani adalah murid yang teladan menjadi kesayangan para guru, karena nilainya yang baik dan dia juga pandai bersosialisasi, namun setelah dewasa Kani seperti menjauh dari dunianya yang dulu dia hanya punya seorang teman yaitu Chika yang memang dikenalnya sejak lama. Kani nyaman dengan hidupnya yang sekarang menurutnya sedikit teman yang berkualitas lebih baik.
Apalagi semenjak neneknya sakit dia sepeti tidak punya waktu untuk sekedar berkumpul menikmati waktunya, bukan hal yang mudah baginya karena biaya perawatan neneknya cukup mahal dan dia tidak bisa merawatnya setiap hari.