Di Sektor 5, kekuasaan, loyalitas, dan reputasi adalah segalanya. Setelah cedera menghentikan karier balapnya, Galang kembali ke kota asal hanya untuk mendapati jalanan dikuasai oleh 12 geng brutal, dipimpin oleh Blooded Scorpio yang kejam. Ketika sahabatnya, Tama, menjadi korban, Galang terpaksa kembali ke dunia balapan liar dan pertarungan tanpa ampun untuk mencari keadilan. Dengan keterampilan balap dan bela diri yang memukau, ia menantang setiap pemimpin geng, menjadi simbol harapan bagi banyak orang di tengah kekacauan. Namun, musuh terbesar, Draxa, pemimpin Blooded Scorpio, menunggu di puncak konflik yang dipenuhi pengkhianatan dan persatuan tak terduga, memaksa Galang menghadapi bukan hanya Draxa, tetapi juga dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banu Sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabut di Horizon
Langit senja di Sektor 5 perlahan berubah menjadi malam. Warna oranye yang memudar digantikan dengan gelap yang mulai menyelimuti jalanan. Di dojo kecil Pak Dharma, suasana sunyi dipecahkan oleh suara mesin motor yang halus. Galang, dengan Honda CBR 1000RR Fireblade-nya, baru saja kembali dari perjalanan malam.
Ia memarkir motornya di halaman, lalu duduk di beranda. Dari sana, ia bisa melihat dojo yang sederhana tetapi kokoh, rumah bagi banyak kenangan. Di tangan Galang, ada secangkir teh hangat yang mengepul. Ia menarik napas dalam, mencoba menikmati momen itu setelah malam yang panjang.
Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Tama datang tergesa-gesa dari dalam dojo, wajahnya penuh kecemasan. Ia membawa secarik kertas yang ia sodorkan langsung ke Galang.
“Ini baru saja sampai,” kata Tama, nadanya mendesak.
Galang mengambil kertas itu dan membacanya. Tulisan tangan kasar di atasnya hanya berisi pesan singkat:
"Kami menunggumu di gudang timur. Jangan terlambat."
—Jaka 'Inferno' (Aries Blaze)
Galang membaca pesan itu tanpa menunjukkan emosi. Ia melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya.
“Siapa Jaka?” tanya Galang sambil menatap Tama.
“Jaka 'Inferno'. Dia pemimpin Aries Blaze,” jawab Tama. “Mereka adalah geng terbesar di wilayah timur. Mereka terkenal dengan cara mereka mendominasi. Agresif dan berbahaya.”
Galang tidak berkata apa-apa. Ia hanya menyesap tehnya perlahan.
Tama melanjutkan, “Aku dengar mereka sangat protektif terhadap wilayah mereka. Jika mereka menganggapmu sebagai ancaman, mereka tidak akan berhenti sampai kau kalah.”
Galang tersenyum kecil. “Kalau begitu, aku harus memastikan mereka tahu aku bukan ancaman. Aku hanya ingin menyelesaikan ini.”
“Galang,” Tama mendekat, suaranya penuh kekhawatiran. “Jaka tidak seperti Draxa. Dia lebih pintar dan lebih kejam. Jangan anggap enteng.”
“Aku tidak pernah menganggap enteng siapapun,” kata Galang dengan nada tenang tetapi tegas. Ia berdiri, mengambil helmnya dari atas meja. “Aku akan pergi.”
Di Gudang Timur
Gudang tua di wilayah timur dipenuhi dengan suara mesin motor. Puluhan anggota Aries Blaze berkumpul, duduk di sekitar motor mereka sambil berbicara dan tertawa. Lampu neon tua yang menggantung di dinding menerangi tempat itu dengan cahaya redup, menciptakan suasana yang penuh ketegangan.
Di tengah kerumunan, Jaka "Inferno" berdiri dengan penuh percaya diri. Rambut merah menyala dan tato bergambar kepala domba di lengannya membuatnya mudah dikenali. Di sampingnya, Kawasaki Ninja ZX-10R miliknya berdiri gagah, bodinya yang dicat merah berkilauan di bawah lampu.
Jaka tersenyum ketika ia mendengar suara motor mendekat. Semua kepala menoleh ke arah pintu gudang.
Honda CBR 1000RR Fireblade milik Galang meluncur masuk, mesinnya menderu halus. Galang memarkir motornya di depan Jaka, lalu turun dengan langkah santai.
“Kau akhirnya datang,” kata Jaka, suaranya berat. “Aku sudah menunggumu.”
Galang menatapnya tanpa ekspresi. “Kau yang memanggilku.”
Jaka tertawa. “Aku suka orang yang lugas. Tapi aku harus memastikan satu hal. Apakah kau benar-benar sehebat yang mereka katakan? Atau hanya kebetulan bisa mengalahkan Draxa?”
“Kalau itu yang ingin kau tahu, kenapa tidak kita buktikan saja sekarang?” kata Galang sambil memasang helmnya.
Jaka menyeringai. “Bagus. Tapi di sini, kami tidak bermain setengah-setengah. Ini lintasan pabrik. Tikungan sempit, aspal tidak rata. Kau bisa kehilangan nyawa kalau tidak hati-hati.”
“Aku tidak peduli,” jawab Galang dingin.
Jaka tertawa lagi, kali ini lebih keras. “Aku suka keberanianmu. Tapi kita lihat apakah itu cukup.”
Persiapan Balapan
Lintasan balapan sudah disiapkan. Para anggota Aries Blaze berdiri di sepanjang jalur, menerangi lintasan dengan lampu motor mereka. Jalur itu melewati lorong-lorong sempit, tikungan tajam, dan jalanan pabrik yang retak.
Galang memeriksa Fireblade-nya untuk memastikan semuanya dalam kondisi prima. Ia tahu lintasan ini bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga ketahanan dan kontrol.
Di sisi lain, Jaka berdiri di samping Ninja ZX-10R-nya. Motor itu terlihat lebih besar dan lebih kuat, dengan knalpot Akrapovic yang memancarkan suara menggelegar.
“Jangan berpikir ini akan mudah,” kata Jaka, memasang helmnya.
“Aku tidak pernah berpikir begitu,” jawab Galang tenang.
Seorang anggota Aries Blaze berdiri di antara mereka dengan bendera kain di tangannya. “Siap-siap!” teriaknya.
Galang dan Jaka duduk di atas motor mereka, mesin meraung seperti binatang buas yang siap dilepas.
“Siap… GO!”
Bendera dijatuhkan, dan kedua motor meluncur seperti peluru.
Motor-motor itu melesat keluar dari gudang, meninggalkan gemuruh suara mesin yang menggema di malam. Jaka langsung memimpin dengan akselerasi brutal Ninja ZX-10R miliknya, knalpotnya memuntahkan suara yang memekakkan telinga. Ia tahu bahwa di lintasan lurus, motornya tidak terkalahkan.
Galang tetap tenang di belakang, menjaga kecepatan sambil memperhatikan setiap gerakan Jaka. Fireblade-nya lebih ringan dan lincah dibandingkan motor Jaka, dan ia tahu bahwa keunggulan itu akan berguna di tikungan yang akan datang.
Mereka memasuki bagian pertama lintasan, sebuah tikungan tajam di antara dua dinding pabrik tua. Jaka mencoba mengambil jalur dalam dengan kecepatan tinggi, tetapi motornya hampir kehilangan keseimbangan di permukaan aspal yang tidak rata. Galang memanfaatkan momen itu, menukik tajam di sisi luar dan mendekatkan dirinya pada pemimpin Aries Blaze.
Jaka melirik kaca spion dan melihat Galang semakin dekat. Ia mengerutkan dahi, lalu menambah kecepatan. “Kau cepat juga,” gumamnya, tetapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah.
Bagian berikutnya dari lintasan adalah jalur sempit yang penuh dengan puing-puing. Galang tetap di belakang Jaka, menunggu momen yang tepat. Ketika Jaka mencoba melewati sebuah puing besar dengan jalur melebar, Galang melihat celah dan menyusul melalui sisi yang lebih sempit. Fireblade-nya meluncur mulus, mendahului Ninja Jaka di detik terakhir.
Jaka mengumpat dalam helmnya. Ia menginjak gas lebih keras, mencoba mengejar. Tetapi di depan, Galang telah menemukan ritmenya. Tikungan-tikungan berikutnya ditaklukkan dengan presisi sempurna, membuat Jaka hanya bisa melihat lampu belakang Fireblade-nya yang terus menjauh.
Ketika mereka mendekati garis finis, para anggota Aries Blaze bersorak, sebagian untuk Jaka, sebagian lagi untuk Galang, yang mulai menunjukkan dominasinya. Pada lintasan terakhir, Jaka mencoba satu manuver berisiko, memotong jalur dalam untuk menyusul Galang. Tetapi aspal yang retak membuat bannya kehilangan traksi. Ia hampir tergelincir, memaksanya memperlambat motor.
Galang melaju tanpa hambatan, melintasi garis finis lebih dulu. Ia berhenti beberapa meter di depan, mematikan mesin motornya, dan menunggu. Jaka tiba tak lama kemudian, menepikan motornya dengan ekspresi sulit dibaca.