NovelToon NovelToon
Alea Si Gadis Tersisihkan

Alea Si Gadis Tersisihkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Pengantin Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Kaya Raya / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.5k
Nilai: 5
Nama Author: Favreaa

"Kamu harus menikah dengan Seno!"

Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.

"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"

hardiknya keras.

Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"

***

Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18

"TUTUP MULUTMU!" bentak Arka nyaring karena amarahnya meledak tak terkendali. Wajahnya merah padam dan netra yang menatap Alea nyalang.

Alea bergeming tidak merasa takut ataupun gentar meskipun sekarang tatapan Arka yang seperti ingin menelannya hidup-hidup.

"Bianca, bawa Omamu pergi dari sini dan kamu Bi Ningsih, tinggalkan kami berdua. Aku harus memberi anak ini pelajaran!" titah Arka penuh emosi.

"Ta-tapi,--,"

"KELUAR!" bentak Arka dengan gigi bergemeletuk.

Bi Ningsih berjengit lalu menunduk dan mundur takut.

"Kelamaan! ... Ayo keluar!" sentak Bianca seraya menyeret Bi Ningsih paksa.

"Den, jangan apa-apain Non Alea. Maafkan Non Alea, Den!" pinta Bi Ningsih dengan wajah memelas, netranya sempat melirik Alea penuh kekhawatiran sampai Bianca berhasil menyeret tubuhnya keluar ruangan.

Bianca berkacak pinggang sembari menghela nafas berat, menyeret paksa Bi Ningsih ternyata menguras sedikit energinya.

"Nyonya, tolong bujuk Den Arka supaya tidak berbuat kasar pada Non Alea, dia gadis yang baik, Nyonya," pinta Bi Ningsih ada Nyonya Camelia dengan tangan tergatup di dada.

Nyonya Camelia bergeming, sepertinya ia masih syok dengan kemarahan Arka. Bi Ningsih lalu beralih menatap Bianca. "Non Bianca tolong Non Alea, kalau Non Bianca yang bicara pada Den Arka Bibi yakin Den Arka akan mendengarkan."

Bianca mengibaskan rambutnya. "Maaf ya, Bi. Aku tidak mau, kalau bibi mau ya bibi aja sendiri sana yang bujuk Papa. Lagian Alea pantas mendapatkan kemarahan papa, Bibi denger sendiri 'kan ucapan Alea tadi?"

Bi Ningsih menunduk. Arka tidak pernah semarah itu pada Alea sampai melakukan kekerasan, ia juga menyayangkan sikap Alea yang memprovokasi kemarahan Arka dengan ucapan-ucapan serta tuduhan yang tidak pantas.

'Wajar jika Den Arka marah sekali, apalagi beliau dalam kondisi lelah karena baru saja pulang bekerja,' ucapnya dalam hati.

'Lalu aku harus bagaimana?' batinnya bingung.

"Bianca!" Nyonya Camelia yang sejak tadi diam tiba-tiba memanggil Bianca pelan.

"Kenapa, Oma?" tanya Bianca heran karena ekspresinya Nyonya Camelia yang sedikit linglung.

"Oma tidak pernah lihat papamu semarah itu pada Alea, biasanya Papamu masih membela anak haram itu kalau kita menyiksa atau mengganggunya. Menurutmu, apa Papamu tidak aneh?"

Rasanya sedikit berlebihan jika Arka semarah itu, juga ucapan Alea yang berkata Arka memiliki anak haram lain selain dirinya cukup mengganggu. Batinnya bertanya-tanya, apa ada yang Alea ketahui tentang Arka dan dia tidak tahu, benaknya mulai gelisah memikirkan hal itu.

"Aduh, Oma. Kenapa memikirkan yang tidak-tidak, sejak Alea mengungkapkan keinginannya di depan keluarga Ravindra untuk memutuskan hubungan keluarga dengan kita, aku rasa sikap Papa pada Alea mulai berubah."

"Benarkah?" Nyonya Camelia masih tak yakin.

Bianca mengangguk mantap. Namun, entah mengapa perasaan Nyonya Camelia masih terasa mengganjal.

Raya sejak tadi berada di kamarnya dan keributan yang terjadi di kamar tamu sama sekali tak terdengar olehnya. Ia menuruni tangga hendak pergi ke dapur untuk mengisi dispenser mini di kamarnya yang airnya telah habis, tetapi ketika melewati kamar tamu ia melihat mertua dan putrinya serta salah satu asisten rumah tangga sedang berkumpul dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda.

Raya mendekat, menghampiri ketiganya dan bertanya. "Mama, Bianca, Bi Ningsih... Sedang apa kalian di sini?"

Bianca menoleh. "Mama kemana aja dari tadi?" pertanyaan yang dijawab pertanyaan oleh Bianca.

"Di kamar, ada apa?" tanya Raya dengan raut wajah bingungnya.

"Mama baru aja melewatkan pertunjukan seru!" ujar Bianca memberitahu, baru saja bibirnya tertutup selesai berbicara suara benturan terdengar nyaring dari dalam kamar.

Prang!!

Sontak mereka yang berada di luar serempak menoleh ke arah pintu kamar.

"Suara apa itu?... Siapa yang ada di dalam?" tanya Raya beruntun.

Nyonya Camelia dan Bianca saling pandang dengan mata terbelalak terkejut. Sedangkan Bi Ningsih segera duduk bersimpuh di lantai dengan tangan terkatup di dada, memohon dengan air mata yang mulai menetes di pipinya yang telah keriput, rasa khawatir akan keselamatan Alea sudah tak terbendung lagi. Ia takut Arka kehilangan kendali atau khilaf yang menyebabkan Alea terluka.

"Nyonya, tolong bujuk Den Arka jangan lukai Non Alea!"

"Mas Arka? Alea? Apa maksudnya ?" Raya bertanya tak mengerti. "Apa Mas Arka dan Alea di dalam?"

Bianca mengangguk. "Papa sedang memarahi Alea!"

Raya tentu saja terkejut. Ia lantas mendekat ke pintu dan menempelkan telinganya, mencoba menguping pembicaraan atau mencari tahu apa yang terjadi di dalam. Nyonya Camelia dan Bianca melakukan hal yang sama sedangkan Bi Ningsih masih setia bersimpuh di lantai sembari menangis.

Hawa ketegangan benar-benar memenuhi seluruh ruangan kamar Alea. Keduanya sama-sama meluapkan amarah dan tidak ada yang mau mengalah.

"Katakan, katakan dengan siapa kamu bergaul sampai membuatmu berubah menjadi anak yang pembangkang dan tidak tahu diri!" bentak Arka dengan suara tertahan.

Alea mengulum senyum, senyum meremehkan. "Aku meniru sikap orang-orang di rumah ini, kasar, keji dan tidak berperikemanusiaan. Tapi tenang saja, aku tidak akan meniru tindakan tidak bermoral mu!"

"Tidak bermoral?" ulang Arka dengan gigi bergemelatuk, emosinya naik ke ubun-ubun.

Ia lalu meraih buku Alea yang cukup tebal di atas meja dan melemparkannya ke kaca lemari pakaian. Kaca pecah berkeping-keping, luruh berserakan di lantai.

Suaranya sangat nyaring yang terdengar hingga keluar.

Arka lalu terkekeh. "Kamu benar, Putriku tercinta. Aku tidak bermoral dan sudah banyak wanita diluar sana yang aku tiduri tanpa sepengetahuan Raya dan yang lain. Mau ku beri tahu satu rahasia?"

Alea bergeming, tidak pernah terbayang dalam hidupnya akan berdebat dengan Arka seperti ini. Bukannya Alea tidak mengerti posisinya sebagai anak yang harus hormat pada orang tua seburuk apapun orang tua kita, tapi bagi Alea, Arka tidak layak mendapat penghormatan sebagai Ayah. Alea benci ketika Arka tidak menggunakan posisinya sebagai orang tua dan diam saja bahkan abai dan tutup mata saat dirinya di tindas.

"Aku ... Memperkosa ibumu! Kamu, lahir akibat pemerkosaan!"

Alea tertegun, tubuhnya mematung dan pikirannya mendadak kosong. 'Memperkosa ibumu ... Memperkosa ibumu!'

Kata-kata Arka terus terngiang di benaknya bagai kaset rusak. Kenyataan baru saja menghantamnya yang membuat hatinya terasa sakit bagai tercabik-cabik. Setelah belasan tahun Alea membenci ibu kandung yang tak pernah ia lihat wujudnya karena menganggap sang ibu seperti apa yang selama ini di gembor-gemborkan oleh Nyonya Camelia dan Raya.

'Anak haram, anak dari wanita penggoda. Jalang miskin tidak tahu diri yang juga tidak jelas asal-usulnya, demi ingin hidup enak merayu majikan dan naik ke ranjangnya.'

Kalimat yang sering kali Alea dengar sejak kecil yang secara otomatis membuat Alea membenci ibu kandungnya sendiri.

Alea merasa benci karena terlahir dari rahim wanita penggoda suami orang apalagi sang ibu meninggalkannya sendirian di tengah-tengah keluarga yang tidak menerima keberadaannya. Menanggung kebencian akibat perbuatan tercela sang ibu, setidaknya itulah yang selama ini ia yakini.

Namun, saat mendengar pengakuan Arka dari mulut pria itu sendiri, kebencian Alea pada ibu kandungnya luntur tak berbekas berganti rasa bersalah.

"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Alea pelan, tatapan matanya kosong seolah jiwanya sedang tidak berada dalam raga.

Arka terkekeh. "Ibumu terlalu jual mahal, selalu menolak saat aku merayunya. Dia wanita yang cantik dan juga seksi, tentu saja aku ingin mencicipinya."

Alea mengepalkan tangannya erat. "Kamu manusia biadab!" ucapnya dengan suara bergetar.

Kali ini Arka sama sekali tak tersinggung, toh Alea memang sudah tahu kelakuan bejatnya. Sebaliknya ia mendekati Alea, mengelus surai panjang bergelombang yang berwarna sedikit kemarahan itu dalam diam.

"Papa sebenarnya menyayangimu sama seperti Bianca, apalagi saat kamu bersedia menikah dengan Seno menggantikan Bianca, Papa semakin menyayangimu karena menganggap kamu sebagai anak yang berbakti dan mengerti kesusahan orang tua. Tapi kamu malah banyak tingkah, Alea. Kamu membuat Papa marah!" geramnya.

Sejujurnya Arka memendam kemarahan pada Alea saat Alea mengajukan syarat pernikahan pada keluarga Ravindra, di tambah Alea yang memergoki perselingkuhannya dengan Sella, tetapi dia tidak punya alasan yang digunakan untuk memarahi salah satu putrinya itu dan sekarang, Arka seperti mendapatkan waktu yang pas untuk meluapkan kemarahannya.

"Aakkhh!!" Alea memekik dengan kepala mendongak ke atas. Arka mencengkram rambutnya lalu menariknya ke bawah.

"Papa ingatkan sekali lagi, jadilah anak yang patuh bukan pembangkang. Berani kamu membocorkan rahasia papa pada Omamu dan Raya, bersiap orang-orang di sekelilingmu menerima akibatnya, Bi Ningsih, Mang Darjo dan tak terkecuali sahabatmu, Ivy, gadis panti!" ancam Arka serius.

Alea tidak mengatakan apa-apa dan ketika Arka membuka pintu lalu keluar kamar, Alea lekas menutupnya kembali dan langsung mengunci pintunya tak ingin bertemu siapapun. Ia berbalik lalu bersandar di dinding pintu, tubuhnya luruh terduduk di lantai yang dingin, ia memutihkan wajahnya diantara kedua lutut yang tertekuk karena tangisnya pecah dan membuat bahunya bergetar.

"Mama..." Alea menyebut nama sang ibu sembari terisak pilu. Hatinya mulai diliputi perasaan bersalah karena selama ini selalu berprasangka buruk pada almarhum sang ibu.

Tiba-tiba ucapan Ivy beberapa waktu lalu kembali terngiang, tentang keinginannya untuk mencari tahu siapa sebenarnya ibunya dan dimana keluarganya.

Setelah mendengar pengakuan Arka, sepertinya Alea mulai mempertimbangkannya kembali.

"Tapi aku harus mulai dari mana, tidak ada petunjuk apapun!" gumamnya.

Dari cerita yang ia dengar dari Bi Ningsih, Alea di antarkan ke kediaman Wicaksana oleh mantan pembantu Arka dan Raya yang bernama Mbok Yanti tepat setahun setelah beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya bersamaan dengan kepergian Mira dari rumah Arka.

"Mungkin aku harus bertanya kepada Bi Ningsih, setidaknya walau sedikit Bibi pasti tahu tentang Mbok Yanti" gumam Alea lagi.

Dulu dia selalu menghindari pembicaraan mengenai sang ibu jika kebetulan Bi Asih menyinggungnya, dia berpikir untuk apa mengingat-ingat orang yang sudah menempatkannya pada posisi sulit. Namun, sepertinya sekarang ia berubah pikiran, dia akan berusaha mencari informasi tentang Rania begitu juga tentang keluarga kandung sang ibu.

Sedangkan Arka, begitu keluar dari kamar di depan sudah ada sang istri, ibu dan anaknya yang siap memberondongnya dengan pertanyaan.

"Mas apa yang terjadi?... Kamu melakukan penganiayaan?" cecar Raya, di belakangnya berdiri Nyonya Camelia dan Bianca yang sabar menunggu Arka menjawab.

"Tidak, Sayang. Mana mungkin aku melakukan itu, aku hanya berbicara empat mata untuk menasehatinya!"

"Syukurlah!" Raya mengelus dadanya sembari menghela nafas lega.

"Sudah, aku mau ke kamar dulu mandi, badanku lengket semua!" Arka meninggalkan tempat dan berlalu menuju kamarnya.

Bianca memperhatikan Arka yang sudah tidak terlihat lagi, menghilang di ujung tangga.

"Ma, kenapa Mama sepertinya lega Papa tidak melakukan apa-apa kepada Alea? Seharusnya kita senang, Ma kalau Papa menganiaya Alea!"

Raya mengurut keningnya yang pening.

"Kamu mau bekas penganiayaan Papamu meninggalkan luka yang membekas di fisik anak itu, bagaimana jika sampai hari pernikahan tiba lukannya tidak hilang? Keluarga Ravindra pasti akan mempermasalahkan itu, kalau Alea mengadu dan mereka tidak terima maka akan menimbulkan masalah yang kemungkinan berbuntut panjang, Bianca!" jelas Raya sabar.

"Mereka sudah mengeluarkan uang yang sangat banyak, tidak mungkin mereka mau barang rusak. Mereka sudah melihat tidak ada masalah dengan fisik Alea, lalu tiba-tiba Alea menjadi jelek karena wajahnya penuh luka dan lebam akibat penganiayaan, mereka jelas menolak Alea dan kemungkinan terburuk mereka memintamu sebagai gantinya!" timpal Nyonya Camelia sependapat dengan Raya.

"TIDAK! ... Aku tidak sudi menikahi pria cacat dan buruk rupa," sentak Bianca tida terima seraya bergidik ngeri membayangkan harus berbagi ranjang dengan pria yang sangat jelek.

Raya menghembuskan nafas panjang.

"Sekarang kamu mengerti?" Bianca mengangguk.

"Hubunganmu dengan Nyonya Elaine sudah dekat, jangan membuatnya hancur karena kita tidak bisa mengendalikan diri!"

Bianca mengangguk mengerti, kini ia sepenuhnya paham maksud sang ibu. Alea sudah menjadi milik keluarga Ravindra dan keluarga Wicaksana tidak lagi bisa sembarangan menindasnya.

Bi Ningsih hanya diam mendengarkan pembicaraan ketiganya tanpa berniat menyela. Setelah mereka bertiga pergi berulah ia beranjak, mengetuk pintu kamar Alea yang tertutup rapat. Bi Ningsih tidak bisa untuk tidak khawatir jika belum memastikan.

Bi Ningsih lantas memeluk Alea erat dan ikut menangis, prihatin atas ketidak adilan yang Alea dapatkan selama hidupnya.

"Alea baik-baik saja, Bi. Bibi nggak usah sedih!" ucap Alea dengan suara bergetar seraya mengulum senyum mencoba menenangkan Bi Ningsih.

Bi Ningsih tidak mengatakan apa-apa, sebaliknya ia menghapus air matanya sendiri lalu menghapus air mata milik Alea. Ia lalu membawa Alea masuk dan mendudukkannya di ranjang.

"Non, tunggu di sini. Bibi ke dapur dulu, pintunya jangan di kunci!"

Alea mengangguk, menatap punggung Bi Ningsih yang sudah menghilang di balik pintu dengan pandangan sendu. Tak lama kemudian Bi Ningsih kembali dengan satu wadah berisi air dan kain, lalu sebelah tangannya lagi membawa sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya.

"Tunggu ya, Non. Bibi ambil minum dulu"

"Bi!" Langkah Bi Ningsih terhenti lalu berbalik menatap Alea. "Nggak usah, di tasku ada air minum!" ucapnya yang tidak ingin Bi Ningsih bolak-balik.

Bi Ningsih kembali mendekat dan mendudukkan dirinya di sebelah Alea. Memeras kain basah dalam wadah dan menempelkannya ke pipi Alea yang lebam. Setelah dirasa cukup, Bi Ningsih berganti menyuapi Alea makan.

Alea rasanya ingin menangis saat ini, dadanya terasa sesak karena menahan air mata yang ingin tumpah.

"Minum, Non!" Bi Ningsih meraih botol air mineral yang sebelumnya Alea keluarkan dari dalam tas.

"Non istirahat aja, kamarnya di bereskan besok aja!" Bi Ningsih membereskan alat makan dan wadah kompres.

"Bi!"

"Mm."

"Boleh peluk Alea?"

Bi Ningsih tertegun, tetapi ia tetap mengangguk. Meletakkan kembali piring bekas makan dan baskom berisi alat kompres.

Bi Ningsih lalu memeluk Alea sekali lagi, pelukan yang sangat tulus seperti seorang ibu kepada anaknya.

"Ada yang sakit, Non?" tanya Bi Ningsih sembari mengelus punggung Jelita.

Dalam dekapannya ia bisa merasakan Alea menggeleng. "Aku ... Aku kangen Mama, Bi!"

Deg!

Bi Ningsih, tidak bisa untuk tidak terkejut.

Kenapa? ... Kenapa tiba-tiba?. Pertanyaan yang terus terngiang di benaknya.

1
Mariaangelina Yuliana
iklannya shopee bikin jengkel
Mariaangelina Yuliana
aduh kok kayak nyium bau bau pelakor yaaaa🤭
Giandra
enaknya diapain ni art g jelas banget
Retno Harningsih
up
Giandra
jangan gegabah mengambil keputusan sendiri Alea bicarakan baik baik seolah olah bertanya ''mau dibawa kemana pernikahan ini" pada Seno
Adinda
semoga ibu kandungnya Alea masih hidup
Adinda
semoga ibu kandung alea masih hidup, kasihan alea thor.
Giandra
bagus
Giandra
tetap waspada Alea jangan sampai lengah orang orang disekitarmu
Anonymous
suka banget sama karakter alea, ga pernah ngeluarin air mata buat orang jahat & dia tetap tegar
Giandra
ada lagi yang cari penyakit
Retno Harningsih
up
Giandra
ayo Alea perjalanan hidupmu baru dimulai tunjukkan ketegasanmu jangan biarkan orang orang terutama para pelakor menindasmu
Giandra
zea dan Bianca mencari penyakitnya sendiri
Retno Harningsih
up
Giandra
momen canggung malah kepergok ada yang masuk pasti salah paham
Giandra
semoga lancar acaranya
Giandra
kau menggali kuburanmu sendiri ana siapapun itu kalau dia customer perlakukan dengan baik sesuai prosedur
Giandra
semoga aman sampai acara pernikahan terlaksana dan seterusnya
Giandra
semoga Alea kalau sudah menikah dengan Seno pribadinya berubah lebih tegas dan cerdik tidak mudah ditindas karena sudah mendapatkan pelajaran hidup yang keras
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!