Celia Carlisha Rory, seorang model sukses yang lelah dengan gemerlap dunia mode, memutuskan untuk mencari ketenangan di Bali. Di sana, ia bertemu dengan Adhitama Elvan Syahreza, seorang DJ dengan sikap dingin dan misterius yang baru saja pindah ke Bali. Pertemuan mereka di bandara menjadi awal dari serangkaian kebetulan yang terus mempertemukan mereka.
Celia yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berusaha mendekati Elvan yang cenderung pendiam dan tertutup. Di sisi lain, Elvan, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh pesona Celia, justru merasa tertarik pada kesederhanaan dan kehangatan gadis itu.
Dengan latar keindahan alam Bali, cerita ini menggambarkan perjalanan dua hati yang berbeda menemukan titik temu di tengah ketenangan pulau dewata. Di balik perbedaan mereka, tumbuh benih-benih perasaan yang perlahan mengubah hidup keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Momen yang Tak Terlupakan
Celia tersenyum, setelah mendengar ucapan Elvan.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini?" tanya Elvan dengan senyum nakalnya.
"Kita kembali ke Vila, lalu tidur," jawab Celia dengan nada sedikit memerintah.
Elvan tertawa kecil. "Tidur bareng kamu ya?" ujar Elvan sambil menaik turunkan alisnya.
Celia tertawa, dan mendekati Elvan, "Mimpi," ucap Celia sambil memukul pelan lengan Elvan.
Elvan pura-pura kesakitan, meskipun pukulan Celia tadi tidak lebih dari sebuah sentuhan. "Aduh, keras banget mukulnya. Kamu tahu nggak? Aku bisa lapor polisi, lho.”
Celia tertawa lagi dan mendorong bahu Elvan, “Lapor aja, bilang sama polisi kalau aku mukul kamu karena kamu terlalu menyebalkan.”
Elvan mendekatkan wajahnya, menatap Celia dengan tatapan menggoda. “Tapi serius sayang. Aku nggak bercanda soal tadi. Aku nggak keberatan kalau harus tidur bareng kamu… asal kamu mau.”
Celia menatap Elvan, kali ini ekspresinya sedikit serius meskipun senyuman masih terlukis di bibirnya. “Van, kamu tahu kan, aku nggak seperti itu.”
Elvan mengangguk, Elvan tahu batasan dan dia menghargai Celia, “Iya, aku tahu. Aku cuma bercanda sayang. Kamu tahu kan? Aku nggak akan melakukan itu ke kamu, kecuali kalau kamu yang meminta," ucap Elvan sambil terkekeh.
Celia tersenyum “Aku tahu. Itu salah satu alasan kenapa aku nyaman sama kamu.”
Keduanya kembali ke vila. Sesampainya di vila, Celia langsung menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya yang sedikit basah. Sedangkan Elvan pergi ke dapur untuk membuat teh.
Celia keluar dari kamar, ia hanya mengenakan tanktop dan celana pendek. Dia melihat Elvan sudah sudah duduk di sofa dengan dua cangkir teh hangat di meja. “Nih, minum dulu. Biar nggak masuk angin,” ucap Elvan sambil menyodorkan cangkir.
Celia tersenyum, menerima cangkir itu. “Cepet banget bikinnya?”
Elvan mengangkat kedua bahunya, dan meminta Celia untuk duduk disampingnya. “Kamu lupa ya? Kalau pacar kamu ini punya bakat terpendam jadi barista?”
Celia tertawa kecil. “Tuh kan, ngaco.”
Mereka menikmati teh hangat dalam diam. Elvan merentangkan tangannya, menarik Celia ke pelukannya.
“Elvan,” panggil Celia. Celia menoleh kearah Elvan.
"Hm..." gumam Elvan.
“Kamu yakin dengan hubungan kita? Kita punya kehidupan yang berbeda. Aku juga nggak yakin apakah aku bisa cocok dengan dunia kamu.”
Elvan meletakkan cangkirnya di meja, lalu menatap lekat wajah Celia. “Aku nggak peduli sekalipun dunia kita berbeda. Aku hanya peduli sama kamu. Kalaupun ada halangan, ya kita hadapi bareng-bareng.”
Celia terdiam, meresapi kata-kata itu. Ia tahu Elvan tulus.
Celia mengangguk dan menggenggam tangan Elvan. “Baiklah, tapi janji ya, kamu nggak bakal ninggalin aku?”
Elvan tersenyum lebar, melepas genggaman tangannya, lalu menarik Celia ke dalam pelukannya. “Aku janji, kamu juga nggak boleh ninggalin aku.”
Celia membalas pelukan Elvan, dan menyandarkan kepalanya di bahu Elvan.
"Cel..." suara Elvan terdengar samar. "Aku ingin kamu tahu, bahwa aku benar-benar serius sama kamu."
Celia melepas pelukannya dan menatap mata Elvan, "Aku juga," jawab Celia, lalu tanpa sadar, Celia merapatkan tubuhnya ke tubuh Elvan.
Elvan menundukkan kepalanya, dan bibirnya menyentuh lembut bibir Celia. Awalnya Celia merespons dengan lembut, namun akhirnya ciuman mereka semakin dalam. Tangan Celia bergerak ke leher Elvan, menarik leher Elvan, seakan meminta Elvan untuk memperdalam ciumannya.
Elvan meraih pinggang Celia, menariknya ke dalam pelukannya. Nafas mereka semakin memburu dan udara di sekitar mereka terasa semakin panas, meskipun angin laut masih bertiup lembut.
Keduanya melepas pagutannya, dan terpisah sebentar, hanya untuk saling menatap. Mata Elvan penuh dengan keinginan yang tak terucapkan, namun juga penuh dengan rasa sayang yang tulus.
Elvan menyentuh pipi Celia dengan lembut, lalu kembali mencium bibir Celia, dan kali ini, ciumannya lebih dalam, dan penuh dengan hasrat yang tak terbendung. Celia membalas ciuman Elvan, tubuhnya semakin rapat ke tubuh Elvan. Perlahan, ciuman itu menjadi lebih intens. Wajah mereka semakin dekat, seakan tak ada lagi jarak di antara mereka.
Elvan memegang erat pinggang Celia, menggenggamnya dengan lembut, namun penuh hasrat. Tangan Celia menjelajahi leher Elvan, merasakan kehangatan tubuh Elvan. Suara napas mereka saling berpadu, terengah-engah, seiring dengan denyut jantung yang berdetak lebih cepat.
Celia merasakan getaran di dalam dirinya, getaran yang hanya bisa dia rasakan saat berada dalam pelukan Elvan. Segala keraguan dan ketakutannya mulai memudar. Saat ini, hanya ada mereka, dan mereka tahu betul bahwa apa yang mereka rasakan adalah sesuatu yang lebih dari sekedar keinginan fisik.
"Van..." Celia berbisik, suaranya terdengar serak.
Elvan menatap Celia dengan tatapan sayang, dan menenangkan Celia dengan genggaman tangannya yang lembut. "Apa sayang?"
Celia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin kencang. "Aku cuma... Aku nggak ingin kehilangan momen ini. Aku ingin kamu tahu kalau kamu sangat berarti buat aku."
Elvan membelai rambut Celia dengan lembut, memberi ciuman di dahi Celia, "Kamu nggak akan pernah kehilangan apapun. Aku ada di sini, dan aku nggak akan pernah pergi."
Keduanya saling mendekat, kembali bertukar saliva. Tangan Celia mulai menjelajahi dada bidang Elvan, sedangkan tangan Elvan membelai punggung Celia, jari-jarinya menelusuri lekuk tulang punggungnya. Elvan menarik Celia lebih dekat, bibir Elvan menyentuh telinga Celia "Aku mencintaimu, Celia," bisik Elvan, suaranya terdengar serak. Jantung Celia berdetak kencang saat mendengar kata-kata itu. "Aku juga mencintaimu, Elvan," jawab Celia, suaranya terdengar seperti berbisik.
Elvan menggendong Celia, dan berjalan menuju ke kamar. Celia melingkarkan kakinya di pinggang Elvan, dan lengannya di leher Elvan, bibirnya menyentuh telinga Elvan. "Aku menginginkanmu, Elvan," bisik Celia. Celia seakan melupakan apa dia katakan pada Elvan saat di pantai. Elvan tersenyum dan membawa Celia ke kamar tidur, lalu membaringkannya di tempat tidur.
"Kamu yakin ingin melakukan ini?" tanya Elvan. Elvan menatap lekat wajah Celia.