Demand adalah seorang petarung maniak dan menakutkan di sekolah Giulietta. Pertarungan selalu ada di depan mata, tanpa pandang bulu, hanya ada perkelahian baginya. Sebuah geng ataupun seorang individu, yang kuat ataupun yang lemah, yang memiliki kuasa atau tidak, semuanya akan dimusnahkan.
Rekannya Miller sedang diculik oleh sekelompok geng misterius, tanpa ragu Demand datang seorang diri ke markas geng tersebut. Dalam beberapa saat geng itu dibuatnya tak berkutik dan hancur dikalahkan olehnya.
Namun ternyata seorang wanita cantik terlibat dalam masalah itu dan juga sedang disandera, ia bernama Lasiana. Seorang wanita cantik dengan karakter pemalu dan baik hati itu membuat Demand mengalami cinta pandangan pertamanya. Tapi... siapa sangka hal itu akan membawanya kepada kematian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Novri Al-zanni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjalankan Rencana
Setelah bertahun-tahun aku berubah menjadi orang dewasa, dan seharusnya pengalaman sekolahku sudah berakhir. Tak ku sangka aku akan kembali di bangku sekolahku lagi, suasana kelas yang ku tempati saat ini benar-benar sama persis, rasanya aku masih tidak bisa mempercayai hal ini. Miller yang sedang duduk di bangku sebelahku pun pasti berpikir hal yang sama denganku.
Kemudian setelah beberapa saat, seorang guru masuk ke kelasku dengan raut wajah yang suram. Ah ... aku tahu hal ini, aku akan minta maaf pada guru itu nanti. Kelas ini, adalah kelas yang paling buruk, siswa-siswa di kelas yang ku kuasai ini dahulu benar-benar buruk. Mereka bersikap seenaknya pada seorang guru saat itu, karena dahulu aku juga tidak mempedulikan sifat mereka meskipun aku yang berkuasa.
Aku membiarkan mereka melakukan hal yang mereka suka. Sampai-sampai mereka pernah mencoba mencelakai guru-guru yang masuk ke kelas kami dan melakukan tindakan bullying kepada seorang guru. Namun aku akan merubah keadaan kelas ini sekarang, pelajaran sudah di mulai tapi mereka sama sekali tidak menghiraukan guru yang sedang berbicara seorang diri di kelas.
Brak! aku memukul mejaku dengan keras dan membuat seluruh isi kelas ini tiba-tiba menjadi hening dan semua tatapan mengarah ke arahku.
Saat itu juga aku berkata, "Semuanya diam!" ucapku dengan tegas yang kemudian aku kembali duduk.
Semoga dengan hal ini semua orang paham dan menuruti kata-kataku. Tapi tentunya tidak semudah itu, memang beberapa siswa di kelasku langsung duduk rapih dan menuruti kata-kataku. Tapi masih ada siswa yang bebal yang tidak mempedulikan kata-kataku. Aku segera berdiri dan akan menghampiri mereka, namun Miller menahanku dengan tiba-tiba.
"Biar aku yang urus." Ucap Miller sambil tersenyum dan mengacungkan jempol padaku.
Huft, aku jadi sedikit lebih tenang karena ada Miller di sisiku yang selalu siap membantuku dalam keadaan apapun. Kemudian aku fokus kembali memperhatikan guru yang sedang menerangkan materi, guru itu terlihat tersenyum kecil padaku seolah-olah dia sedang mengungkapkan rasa terimakasihnya padaku.
Sementara itu Miller, "Hei ... duduk dengan diam dan perhatian guru yang sedang menerangkan," ucap Miller dengan tatapan yang mengintimidasi anak-anak nakal itu.
"Hah? memangnya siapa kau sampai kami harus menuruti perkataanmu!" ucap salah satu anak nakal itu.
"Kau bahkan bukan pemimpin kelas ini," ucapnya yang lain dengan nada yang meremehkan Miller.
"Kau hanya anjing setia milik Demand, jadi kau jangan ... Ohok!" ucap orang ketiga yang wajahnya langsung dipukul dengan keras oleh Miller karena malas mendengarkan ocehan mereka yang kemungkinan tidak mau mendengarkan kata-katanya.
Buaghn buagh! duagh! seperti yang kuduga, pasti akan terjadi keributan di kelas ini cepat atau lambat. Karena itu adalah hal yang paling lumrah yang terjadi di sekolah kami. Miller bertarung sendirian melawan 3 anak nakal itu. Karena keributan itu, siswa-siswa kembali tidak mempedulikan guru mereka dan bersorak untuk pertarungan yang mereka lihat.
Lalu hanya dengan dentuman kaki dariku, mereka kembali diam dan memperhatikan kembali guru kami. Sementara itu biarlah Miller mengurusi ketiga anak nakal itu, sementara aku dan yang lainnya fokus belajar. Aku yakin dengan Miller yang saat ini, ia tidak akan kalah, jika Miller yang dulu pasti dia akan babak belur. Sayang sekali hidup ketiga anak nakal itu, mereka tidak tahu kalau mereka harus melawan bapak-bapak yang menyerupai anak SMA.
Setelah memakan waktu yang cukup lama akhirnya ketiga anak itu diam dan menurut dengan Miller. Sepertinya mereka sudah kapok, syukurlah ... sepertinya masalah anak-anak nakal di kelasku sudah mulai berkurang. Ku harap hal ini dapat dijadikan contoh bagi siswa-siswa nakal lainnya agar mereka sadar dengan perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan selama ini.
Lalu ... akhirnya waktu istirahat tiba.
"Hei Roy, apa kau tahu apa yang terjadi dengan Demand saat ini?" ucap seseorang di kelas dengan berbisik-bisik.
"Demand terlihat berbeda dari biasanya, apakah dia sudah berubah?" ucap orang lainnya.
"Entahlah jangan tanya aku." Ucap Roy yang sama sekali tak peduli dengan sifatku yang tiba-tiba berubah, padahal orang-orang di kelasku saat ini sedang ramai-ramai membicarakan sifatku yang tiba-tiba berubah saat ini.
Roy, dia adalah seorang petarung yang kuat dan tak terkalahkan. Dahulu dia menguasai kelas ini hingga akhirnya aku mengalahkannya dan merebut kekuasaannya. Padahal dia dahulu adalah orang yang suka membuat onar dan mencari keributan di sana sini. Tapi setelah aku mengalahkannya, dia jadi lebih banyak diam dan sudah lama tidak bertarung.
Aku yang sedang mengobrol bersama Miller saat ini mengenai rencana kami ke depannya. Tiba-tiba melihat Roy yang diam-diam sedang mengamati kami, dan saat aku sadar bahwa Roy terus melihat ke arahku, dia segera memalingkan wajahnya seolah-olah tidak melihat ke arahku.
Seketika aku memiliki ide, yaitu mengajak Roy untuk bergabung denganku dan Miller mengenai rencana kami ke depannya. Sosok Roy yang jago berkelahi sepertinya sangat dibutuhkan saat ini, untuk membuat anak-anak nakal tunduk dan diam. Kemudian akhirnya aku beranjak dari bangku dan menghampiri Roy.
"Roy, ada sesuatu yang ingin ku bicarakan padamu. Ikut aku." Ucapku kepada Roy yang berjalan dahulu meninggalkannya.
Aku pergi ke kantin bersama Miller dan membeli makanan untuk makan siang. Hingga akhirnya Roy datang menemuiku, aku sedikit tersenyum karena sepertinya dia bisa diandalkan. Ku harap dia mau mendengarkan rencana kami dan dapat membantu ke depannya.
"Hei kau tidak perlu beli makanan, kami sudah membelikannya untukmu," ucapku sambil menunjukkan makanan yang ada di meja kepadanya.
Tentunya kami memberikan makanan yang sehat dengan sayur-sayuran hijau di atasnya.
"Aku tidak suka benda hijau itu," ucap Roy dengan wajah datarnya.
Dengan sigap aku mengambilnya, namun ternyata Miller mengambilnya lebih dulu dariku, "Miller, kembalikan sayuran itu sekarang!" ucapku dengan sedikit kesal.
"Aku yang mengambilnya duluan, jadi ini milikku," ucap Miller yang langsung melahapnya dengan cepat.
"Kau bukan anak kecil lagi kan?" ucapku sambil mengernyitkan dahiku.
"Kau sudah bisa mengontrol emosimu kan?" balasnya dengan kata-kata yang menyudutkanku.
"Dasar seperti anak kecil saja, terima kasih makanannya." Ucap Roy yang tanpa sadar dia sudah duduk di bangku dan memakan makanannya sedari tadi selama kami sibuk meributkan tentang sayur.
Sebelum membicarakan hal inti yang akan kami sampaikan kepada Roy, kami makan bersama terlebih dahulu dan berbicara kecil-kecilan. Ini adalah hal yang bagus jika kau ingin membujuk atau mengajak seseorang untuk masuk ke dalam rencana yang kau buat atau tujuan yang ingin kau capai bersama.
Setelah itu aku dan Miller membicarakan maksud kamu mengajak Roy ke sini dan berbicara dengan kami. Kami menceritakan kalau kami akan merubah masa depan sekolah ini yang akan hancur karena siswa-siswa yang hanya ingin berkelahi berubah menjadi hanya ingin belajar dan berprestasi.
"Jadi ... kami membutuhkanmu untuk mencapai tujuan kita bersama. Bagaimana menurutmu Roy?" ucapku sambil meyakinkan Roy untuk segera bergabung dengan kami.
"Masa depan sekolah yang indah dan normal, yang seharusnya dilakukan oleh murid-murid sekolah. Tanpa mengenal siapa yang kuat dan menghilangkan sistem kasta yang menyebalkan itu. Kami akan menghilangkan keburukan itu dan mengubahnya," sambung Miller yang ikut meyakinkan Roy.
Setelah cukup mendengar kata-kata kami, Roy terdiam sejenak dan berpikir. Hingga akhirnya dia berkata, "Dengan kekuatan kalian yang seperti itu, memangnya bisa mengalahkan pentolan Sekolah ini, si 'Bryan! itu dan 'Adams'?" ucapnya yang langsung ke intinya.
Memangnya kau tidak menyadari perubahan Miller saat berkelahi dengan 3 orang sebelumnya?" ucapku yang tanpa sadar bahwa ucapanku menyinggungnya.
"Hei!" sontak Miller.
"Lalu?" ucap Roy yang masih belum mengerti dengan kata-kataku barusan.
"Tentu saja jika Miller menjadi lebih kuat, maka aku juga lebih kuat darinya. Bahkan kemarin aku bertarung dengannya di kebun kakekku saat pagi hari. Aku menghajarnya dan membuatnya kalah," ucapku sambil tersenyum merasa puas.
"Kau ini!" geram Miller kepadaku.
"Itu memang benar ... kalau begitu apa rencana kalian?" ucap Roy.
Plak! Serentak aku dan Miller segera melakukan tos karena melihat dari reaksi Roy yang sepertinya tertarik dengan rencana kami dan akan segera bergabung untuk melakukan aksi. Rencana ya? soal rencana sepertinya kami belum memikirkannya sejauh itu. Kami hanya berpikir untuk merubah sekolah ini dengan memberi pelajaran kepada anak-anak nakal. Ya, hanya itu saja ... hmm apa itu cukup?.
"Benar juga Demand, kita belum menyusun rencana." Bisik Miller kepadaku.
Aduh sial! seharusnya aku dan Miller membicarakan hal-hal penting dulu sebelum akhirnya membicarakan rencana kami kepada Roy. Padahal kami adalah orang dewasa yang sudah berpengalaman, tapi masih saja melupakan hal-hal penting di suatu hal.
Kemudian tiba-tiba sebesit pikiran melintas di dalam kepalaku.
"Rencana ya katamu? itu mudah, kita langsung menghajar saja pentolan sekolah ini!" ucapku dengan keras di kantin yang berisi banyak orang.
Saat itu juga ...
"Siapa yang berbicara begitu?" ucap seseorang dengan suaranya yang sangat familier.
Ah ... tidak ... cerobohnya diriku, kenapa aku malah berteriak dan berkata begitu. Tanpa sengaja aku telah menarik perhatian pentolan sekolah ini, "Bryan" dan disebelahnya ada wakilnya, "Adams" beserta dengan para bawahannya. Seper
tinya masalah akan menjadi gawat setelah ini, tapi aku harusbtenang karena Roy ada di sini.
Saat aku melihat ke arah Roy ... dia sudah menghilang tanpa jejak. Gawat! matilah aku!. Sepertinya saat ini aku benar-benar dalam masakan yang besar!.