Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Jejak Aneh di Lokasi Kuno
Matahari mulai condong ke barat ketika mereka meninggalkan pendopo desa dan melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang disebut Bukit Tengah. Udara semakin hangat, namun hati mereka terasa semakin tegang dengan petunjuk yang mereka peroleh dari Pak Luhur. Perjalanan ini adalah awal dari jawaban yang mereka cari, tetapi peringatan yang Pak Luhur berikan membuat mereka semakin waspada.
Jalur menuju Bukit Tengah dipenuhi dengan jalan setapak yang terjal dan pepohonan lebat. Suara langkah mereka terdengar dalam kesunyian hutan yang seakan memiliki nyawanya sendiri. Raka memimpin perjalanan dengan langkah yang mantap, sementara Amara dan Arjuna mengikuti di belakangnya dengan penuh kewaspadaan.
Setelah berjalan selama beberapa jam, mereka akhirnya sampai di lokasi yang terlihat seperti sebuah reruntuhan kuno. Bangunan-bangunan batu yang usang dan ukiran yang mulai luntur menunjukkan bahwa tempat ini dulunya adalah tempat yang memiliki peradaban maju, namun kini hanya menyisakan kerangka-kerangka yang setia menjadi saksi bisu perjalanan waktu.
“Tempat ini memiliki nuansa yang aneh,” ujar Amara dengan bisikan kecil saat melihat reruntuhan itu.
“Ya, seperti ada sesuatu yang menunggu kita di sini,” timpal Arjuna sambil memerhatikan sekeliling mereka.
Raka memerintahkan mereka berhenti dan beristirahat di bawah pohon besar yang menjulang di sisi reruntuhan. “Kita harus mengeksplorasi tempat ini. Pak Luhur mengatakan bahwa jejak itu mungkin ada di sekitar lokasi ini.”
Dengan semangat yang mulai terbakar, mereka mulai menjelajahi reruntuhan yang tersembunyi di balik semak belukar. Struktur bangunan itu tampak seperti tempat pemujaan—ukiran-ukiran simbolik menghiasi dinding batu yang berlumut dan beberapa tiang berisi prasasti yang samar terlihat.
Amara mendekati salah satu prasasti yang masih utuh. “Lihat ini. Ada tulisan kuno di sini. Bisa jadi ini petunjuk,” ujarnya sambil mengeluarkan catatan dari buku yang ia bawa.
Tulisan pada prasasti itu terlihat seperti simbol-simbol yang terdiri dari huruf-huruf kuno dan ikon yang belum mereka pahami. Amara mencoba menganalisisnya sambil membandingkan dengan catatan yang ia miliki. “Ini sepertinya mengarah ke sesuatu yang terkubur di bawah tanah. Tapi apa itu?”
Saat mereka mulai mengamati tulisan dan simbol tersebut lebih dekat, langkah mereka tiba-tiba berhenti ketika Raka mendengar suara yang aneh di kejauhan.
“Ada suara… sepertinya datang dari dekat reruntuhan itu,” ujar Raka dengan suara rendah, menatap ke arah semak yang bergoyang di kejauhan.
Dengan waspada, mereka perlahan-lahan mendekati sumber suara tersebut. Langkah mereka pelan, hati mereka berdebar setiap kali semak berderak. Semakin dekat mereka, semakin jelas bahwa ada sesuatu yang bergerak di balik reruntuhan itu.
“Siapa di situ?” bisik Arjuna sambil mempersiapkan dirinya.
Tak lama kemudian, dari balik reruntuhan, muncullah bayangan yang samar. Mereka bisa melihat siluet seseorang yang memantulkan cahaya senja. Sosok itu bergerak cepat dan tampaknya sedang menghindari mereka.
“Kejar!” seru Raka tiba-tiba.
Mereka bertiga berlarian mengejar sosok itu melalui reruntuhan dan semak-semak yang lebat. Jantung mereka berdebar dengan cepat, napas mereka mulai terengah-engah. Sosok itu lari dengan gesit, seakan tahu seluk-beluk lokasi tersebut dengan sempurna.
“Ke mana ia berlari?” tanya Amara sambil berusaha mengejar.
Sosok itu berhenti di sebuah tempat yang memiliki semacam altar kuno, yang dikelilingi oleh tiang-tiang batu besar dengan ukiran yang sama dengan prasasti sebelumnya. Dengan napas yang berkejaran, mereka sampai di lokasi tersebut dan menemukan sosok itu bersembunyi di balik salah satu tiang.
Raka mendekati tiang dengan hati-hati. “Kita tidak ingin menyakiti siapa pun, tetapi kita harus tahu apa yang ia ketahui.”
Amara mendekati sosok tersebut dengan langkah lembut sambil mengangkat tangannya untuk menunjukkan niat mereka yang tidak berbahaya. “Kami hanya mencari jawaban. Kami tidak ingin melukai siapapun.”
Sosok itu menatap mereka dengan penuh curiga, matanya berkilauan dalam cahaya senja. Ia perlahan-lahan berdiri dan mengangkat tangannya. Sosok itu adalah seorang pria yang berpakian kusam dengan wajah yang lelah namun tajam.
“Kalian… kalian bukan musuhku,” ujarnya dengan suara bergetar. “Tapi kalian harus berhati-hati di sini.”
“Siapa kau?” tanya Raka dengan ketegasan.
“Aku penjaga tempat ini… atau setidaknya, aku berusaha untuk menjadi penjaga tempat ini,” ujarnya sambil menatap ke arah reruntuhan yang gelap. “Kalian mengejar petunjuk, bukan? Petunjuk itu berbahaya jika kalian salah memahaminya.”
Amara mendekat, penasaran dengan penuturan pria tersebut. “Berbahaya? Maksud Anda bagaimana?”
Pria itu mendekat lebih dekat ke mereka sambil membisikkan kata-kata yang hampir tidak terdengar. “Ada kekuatan kuno yang tersembunyi di bawah reruntuhan ini. Jika kalian menggali tanpa izin atau tanpa hati-hati, kalian akan membangkitkan hal-hal yang seharusnya tetap terkubur.”
“Bagaimana kami bisa mengetahui apakah ini benar?” tanya Arjuna skeptis.
Pria itu memandang mereka dalam-dalam dan menarik napas panjang. “Hanya dengarkan jejak yang akan ditunjukkan oleh alam ini. Jika kalian berjiwa murni, petunjuk akan mengarahkan kalian ke tempat yang benar. Namun, jika tidak, kalian hanya akan menemukan kebinasaan.”
Kata-kata itu menggema di benak mereka. Hati mereka terasa semakin terbebani dengan petunjuk yang samar ini. Pria itu menatap mereka satu kali lagi sebelum berbalik dan meng消ap ke dalam semak belukar.
“Dia tahu lebih banyak daripada yang ia katakan,” ujar Raka sambil melihat ke arah kepergian pria itu.
“Ini semakin membingungkan,” ujar Amara sambil menatap ke reruntuhan yang gelap. “Tapi kita harus melanjutkan perjalanan ini dan menemukan jawaban.”
Mereka saling berpandangan, lalu melanjutkan perjalanan mereka melalui reruntuhan dengan langkah yang lebih waspada dan hati-hati. Semakin dalam mereka mengeksplorasi, semakin mereka yakin bahwa petunjuk ini bukan hanya tentang petualangan. Ini adalah perjalanan yang akan mengungkapkan rahasia dan kebenaran yang lebih gelap dari yang mereka bayangkan.
Keheningan semakin menebal ketika mereka melanjutkan langkah dari pertemuan dengan sosok misterius itu. Udara di sekitar reruntuhan terasa berbeda—sejuk namun penuh dengan aura yang tak bisa mereka jelaskan. Seakan ada kekuatan yang bersembunyi di balik setiap batu, di balik setiap semak, menunggu untuk didekati.
Mereka melanjutkan penyelidikan dengan hati-hati sambil memeriksa reruntuhan yang memiliki simbol-simbol yang sama dengan yang mereka temui sebelumnya. Semakin lama mereka mengeksplorasi, semakin banyak penemuan aneh yang mereka temui—patung kecil dengan simbol yang menyerupai matahari, ukiran lambang yang sepertinya membentuk peta, dan jalur yang tersembunyi di balik reruntuhan.
Raka memeriksa jalur tersebut dengan penuh kewaspadaan. “Lihat ini, jalur sempit ini mengarah ke bawah reruntuhan. Bisa jadi ini jalur yang sama dengan yang disebutkan Pak Luhur.”
Dengan penuh kehati-hatian, mereka turun melalui celah sempit yang berliku dan berakhir di sebuah ruang bawah tanah yang gelap. Amara membuka senter yang ia bawa dari dalam ranselnya dan menyoroti ruang tersebut.
“Ini tampak seperti ruang pemujaan kuno,” ujar Amara sambil memerhatikan dinding-dinding batu yang berukirkan simbol. “Lihat ini—seperti simbol yang kita temui sebelumnya.”
Dinding-dinding bawah tanah ini berisi simbol yang sama dengan yang mereka lihat di atas reruntuhan. Simbol itu membentuk pola yang terlihat seperti petunjuk. Ada semacam peta yang terukir di salah satu sisi dinding.
“Ini mungkin petunjuk yang kita cari,” ujar Arjuna dengan semangat yang mulai berkobar. Ia mendekati dinding tersebut sambil memeriksa setiap detail yang ada.
Simbol-simbol itu memuat gambar-gambar yang membentuk jalur, dengan ikon pegunungan, sungai, dan lokasi yang sepertinya memiliki koordinat geografis.
“Amara, apakah ini terlihat familiar?” tanya Raka sambil memindai peta itu.
Amara memeriksa dengan seksama dan mengangguk perlahan. “Ini terlihat seperti lokasi di kawasan pegunungan yang kita lewati tadi. Ada kemungkinan ini adalah jalur menuju lokasi yang memiliki kekuatan kuno atau artefak itu sendiri.”
Namun, ketika mereka berfokus pada peta tersebut, suasana tiba-tiba berubah. Angin dingin berhembus dari dalam lorong bawah tanah ini, disertai dengan gemericik air yang tampak berasal dari kedalaman. Semua mereka merasakan ketegangan yang sama, seperti ada sesuatu yang mengintai mereka dari kegelapan itu.
“Apakah ini hanya kebetulan?” tanya Arjuna sambil memegang senter lebih erat.
“Kurasa kita harus tetap berhati-hati,” ujar Raka dengan suara berwibawa. “Petunjuk ini mengarah pada sesuatu yang lebih besar, tetapi aku bisa merasakan ada yang tidak beres di sini.”
Mereka memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan sambil mengikuti jejak simbol-simbol tersebut. Lorong bawah tanah itu sempit dan berkelok-kelok, mengarah pada ruang yang lebih dalam. Udara menjadi semakin dingin seiring dengan kedalaman mereka, dan rasa gelisah kian membebani mereka.
“Apa ini?” bisik Amara ketika ia melihat sebuah tiang batu besar yang berdiri di tengah ruang tersebut.
Tiang itu berisi simbol yang sama, dengan ukiran yang tampak berkilauan saat cahaya senter menyinari. Di sekitar tiang tersebut terdapat batu-batu kecil yang tampak seperti ritual kuno yang sudah lama ditinggalkan.
“Sepertinya ini adalah tempat yang pernah digunakan sebagai pusat ritual,” ujar Amara sambil memeriksa area tersebut. “Ada energi di sini… seakan tempat ini memiliki kekuatan yang masih tersisa.”
Mereka bertiga saling bertatapan, ragu untuk melangkah lebih dekat. Ketika mereka mendekati tiang tersebut, tiba-tiba salah satu simbol yang tergurat mulai berpendar dengan cahaya biru.
“Kita harus pergi!” seru Raka dengan cepat.
Tetapi sebelum mereka bisa bergerak, cahaya dari simbol itu semakin terang. Angin berputar-putar dan memaksa mereka untuk jatuh ke tanah. Suara dari kedalaman bawah tanah bergemuruh, seperti ada kekuatan yang bangkit dari tempat ini.
“Ini bukan petunjuk biasa,” ujar Arjuna dengan mata yang melebar.
“Bersiaplah! Ini akan menjadi lebih berbahaya dari yang kita kira!” teriak Amara sambil berusaha berdiri.
Cahaya semakin terang hingga mereka harus menutup mata mereka. Energi itu memancar, seperti mengundang makhluk dari dimensi yang berbeda. Debu dan batu mulai berjatuhan dari langit-langit lorong tersebut, menambah kepanikan mereka.
“Apa yang kita lakukan sekarang?” tanya Arjuna, panik.
“Kita harus keluar dari sini, sebelum semuanya runtuh!” seru Raka sambil menarik tangan mereka.
Dengan susah payah, mereka berlari kembali melalui lorong sempit sambil mengikuti jalur yang mereka gunakan sebelumnya. Suara itu terus menggema di belakang mereka. Napas mereka berdebar, dan jantung mereka terasa hampir berhenti.
Setelah melewati lorong yang berliku, mereka akhirnya kembali ke jalur yang lebih aman. Mereka berhenti dan melihat ke belakang. Cahaya dari ruang bawah tanah semakin samar, dan ketegangan mereka mulai reda.
“Ini… ini adalah pertanda bahwa kita harus lebih berhati-hati,” ujar Amara sambil mengusap peluh dari wajahnya.
Raka memandangi reruntuhan itu dengan serius. “Kita mungkin telah membangkitkan sesuatu yang tidak semestinya kita ganggu. Tapi apa ini sebenarnya?”
Arjuna memandang mereka berdua. “Ini baru awal, dan aku yakin kita akan menemukan jawaban di perjalanan selanjutnya.”
Mereka bertiga saling memandang dengan perasaan campuran antara ketakutan, semangat, dan teka-teki yang belum mereka pecahkan. Jejak ini semakin dalam, dan mereka tahu perjalanan mereka masih jauh dari selesai.
Akhir Bab 14