Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa tinggal di rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi butler-nya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Bang, makan dulu, yuk! Nih, gua bawain nasi uduk," ajak Ucup sambil menyerahkan sebungkus nasi uduk yang telah dibuka.
Nicho melihat nasi uduk yang berisikan lauk mie goreng, telur balado dan bakwan. Sulit untuk menutupi ekspresi wajahnya yang tak berselera dengan makanan yang dibawa Ucup. Tentu ini sangat jauh dari menu sarapan hariannya.
"Ini nasi udah karbo, mie juga karbo, bakwan karbo. Terus proteinnya cuma telur doang?" Protesnya.
"Iya, Bang. Mau pake ayam duit gua kagak cukup. Takutnya kita kagak bisa makan malam. Maklum belum gajian," Ucup menyengir.
Nicho langsung mengeluarkan sisa uang empat ratus ribu di dompetnya. "Lu beli dada ayam buat stok makan kita selama beberapa hari ke depan."
Mata Ucup terbelalak seketika. "Cuma buat beli ayam doang?"
"Iya, bumbu-bumbu masak lu masih ada, kan?"
"Iya, Bang. Tapi apa gak kebanyakan nih, Bang?"
"Gua mesti makan dada ayam sekurang-kurangnya 400-500 gram per hari," balasnya. Ya, sebagai anak gym, ia harus memenuhi asupan protein lebih banyak dari karbohidrat dan lemak, untuk membentuk otot indah di tubuhnya.
"Wuih, apalah gua bang. Beli sepotong doang di warung, buat pake makan pagi siang sore sesuai resep hemat emak."
"Hadeh, kalo gua gak mode kere kek sekarang, pilihan protein gua bukan dada ayam, tapi daging Wagyu," cetus Nicho sambil menghela napas, "kenapa juga ya gua bisa seapes sekarang?" Nicho meratapi nasibnya yang sekarang.
"Bersyukur, Bang! Walau sekarang mungkin Abang lagi jatuh, tapi Abang pernah ngerasain puncak karir. Lah gua, separuh hidup cuma buat menyaksikan keberuntungan orang lain. Orang gonta-ganti hp, motor buat gaya hidup, gua mah gonta-ganti doa buat bertahan hidup. Pencapaian gua yang bisa dikenang cuma selamat dari kiamat 2012. Itu pun karena hoax."
Mendengar curahan Ucup, Nicho lantas berkata, "Tenang aja, Cup. Kalo karir gua dah balik lagi. Lu bakal gua pekerjakan lagi."
"Sebenarnya gua ngomong kek gini bukan mau minta dikasihani sama Abang, atau mau adu-adu nasib. Gua cuma pengen Abang gak frustrasi di hari-hari ke depan dan balik lagi make obat. Kan banyak tuh artis yang gak sanggup pas kehidupannya tiba-tiba berubah total."
"Ya, udah gua minta garpu sama pisau."
"Buat apa, Bang?"
"Ya, buat makanlah, gak mungkin buat nancepin di kepala elu."
"Yaelah, Bang. Ini nasi uduk, bukan steik. Makannya cuma perlu pake tangan," cetus Ucup sambil mempraktekkan kelima jarinya seolah hendak mengambil makanan tersebut.
Nicho meringis sambil kembali menatap makanannya. Dengan ujung kukunya, ia mencapit bakwan dan menggigitnya. Tak hanya tempat tinggal yang berubah, kini menu makanannya pun ikut berubah.
***
Menginjak sore hari, Nicho berdiri di depan teras balkon yang berhadapan langsung dengan rumah Sera. Pria itu berlagak mengangkat galon yang masih tersegel sebagai pengganti latihan angkat beban di tempat gym. Kendati sudah mengangkat galon hingga seratus repetisi, sampai sekarang wanita itu masih belum keluar rumah.
Tiba-tiba dirinya tersentak kaget saat celana kolornya mendadak melorot hingga sebatas lutut. Sontak, Nicho segera berbalik sambil kembali menaikkan celananya. Ternyata tindakan itu dilakukan bocah lelaki yang merupakan anak tetangga samping rumah Ucup.
Baru saja hendak menghardiknya, bocah itu lebih dulu berkata, "Bang, Bang, dapat salam dari Dibo, Bang!"
"Hah? Dibo siapa?" tanya Nicho cepat.
"Dibo ... Dibo'ongin, weekk?!" Bocah itu malah menjulurkan lidah ke arahnya.
Kesal dengan mimik anak itu, Nicho refleks mengangkat galon dan hendak melempar ke arahnya. Namun, anak itu mendadak membuat ekspresi kaget yang meyakinkan.
"Wuih, duitnya siapa tuh jatuh," celetuknya sambil menunjuk ke bawah kaki Nicho.
Nicho langsung menunduk ke bawah sambil berkata cepat, "Mana? Mana?"
"Ciee ... yang mata duitan, kena bo'ong lagi." Bocah berkepala plontos itu kembali menjulurkan lidah dan kali ini langsung berlari masuk ke dalam rumahnya.
Merasa mendapat prank dari anak kecil, Nicho lantas naik pitam. "Dasar bocah Dajjal!" pekiknya kesal.
Bocah itu mungkin akan menambah daftar alasan mengapa ia sangat tidak menyukai anak kecil.
Masih mempertahankan ekspresi geramnya, Nicho memutar badan secara perlahan. Detik itu juga mimik wajahnya berubah seketika. Pasalnya, saat ini Sera tengah berada di teras sambil mengangkat pakaiannya yang sudah kering. Meski sudah saling berhadapan dalam jarak tiga meter, ia sama sekali tak menoleh ke arah Nicho. Bahkan tak acuh dengan keadaan sekitar di mana beberapa tetangga sibuk nongkrong dan bercerita.
Hingga Sera telah masuk lagi, Nicho masih diam membeku tanpa berkedip. Namun, bibir yang dihiasi kumis tipis itu menyunggingkan senyum tipis. Kini, ia tak bisa menafikan diri lagi kalau dirinya benar-benar senang bertemu kembali dengan mantan pelayan pribadinya.
Bagi Nicho, satu hari berada di rusun, seperti menetap di neraka. Bagaimana tidak, ia bertemu dengan para penghuni yang memiliki sikap dan tingkah laku yang bermacam-macam. Namun, setidaknya kini ia masih punya satu alasan yang membuatnya tetap bertahan di tempat ini.
Memasuki hari kedua tinggal di rusun, Nicho masih belum terbiasa. Ia yang selalu bangun molor, kini harus dipaksa bangun pagi-pagi buta karena mendengar suara bising dari aktivitas para tetangganya.
Sudah ada sekitar lima belas menit Nicho mengintip rumah yang dihuni Sera dari balik gorden rumah Ucup. Ucup yang baru saja menghabiskan sarapannya lantas terbengong melihat tingkah aneh bosnya itu.
"Bang, ngapain ngintipin dia mulu? Dia juga gak bakal tahu Abang ada di sini!" Ucup lantas menatap curiga ke arah Nicho. "Abang naksir dia, ya?" tebaknya.
Mata Nicho melotot seketika. "Gak mungkinlah! Lu tahu sendiri kan mantan-mantan gua itu rata-rata sesama artis. Ya, kali seorang Nicho naksir sama cewek biasa. Lu kira sinetron!" tampik Nicho.
"Habis, dari kemarin Abang ngintipin dia mulu."
"Gua cuma penasaran kenapa dia belum pergi kerja. Apa dia masih izin sampe sekarang? Terus apa alasan dia izin padahal cuma di rumah mulu?"
"Buset, Bang. Udah kek wartawan gosip aja kepo-nya."
"Soalnya gua ada titipin tip yang lumayan banyak buat dia. Kan sayang kalo belum diterima."
"Jangan-jangan dah berhenti kerja, Bang."
Nicho terkejut. "Coba lu bantu cari tahu, Cup."
"Lah, Bang. Gimana bisa cari tahu. Dekat aja kagak. Lagian di rusun ini juga pada gak dekat sama dia. Lewat siapa juga nyari tahunya."
"Bener juga, ya."
"Kenapa gak Abang aja?"
"Hah?"
"Iya, Abang aja yang dekatin dia langsung. Dengan penampilan Abang kek sekarang, paling juga dia gak bakal kenal Abang."
.
.
.
Like dan komeng
itu mah gagap kali
setidaknya kali ini Sera nanya keadaan Nicho, berarti Nicho terlihat dimatanya🤭