Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15. Kotak bekal ucapan terimakasih
Ayzel masuk keapartemennya, Humey sudah menantinya. Sedari tadi dia mondar-mandir menunggu kakaknya itu pulang, Malvin hanya bilang kalau Ayzel ke pusat konseling karena ada klien yang membutuhkannya.
“Kak? Akhirnya pulang juga,” Humey tersenyum lega saat melihat Ayzel masuk apartemen.
“Maaf membuatmu khawatir. Aku tidak sempat pegang ponsel,” Ayzel melepaskan sepatu dan berganti sandal rumah.
“Kak Ze sudah makan?”
“Makan kebab doang. Aku masih lapar sebenarnya,” Ayzel menaruh tasnya lalu mencuci tangan lebih dahulu.
“Mau masak atau pesan saja?” Humey sebenarnya tadi sudah makan dengan Malvin. Tapi dia juga masih lapar.
“Kamu pesan saja, uangnya ada di situ. Aku mandi dulu,” Ayzel menunjuk nakas sambil berlalu pergi.
Humey memasan pide dan menemen, kalau makanan asia dia dan Ayzel lebih baik membuat sendiri. Jadi mereka memesan makanan khas Turki.
Ayzel sudah selesai dengan urusan bersih-bersinya, makan pesan antar juga sudah sampai lima menit yang lalu. Humey sedang menaruhnya di piring, mereka makan di lantai beralaskan karpet tebal yang biasa mereka gunakan untuk santai dan rebahan.
“Pulang jam berapa?” Ayzel melirik sepupunya yang senyum-senyum sendiri.
“Jam empat kak. Aku khawatir tahu, tiba-tiba saja kak Ze harus ke kantor. Pasti melelahkan ya?” ucap Humey yang mulai mengunyah makanannya.
“Mau bagaimana lagi. Aku maupun Naira tidak mungkin abai dengan kondisi klien yang seperti itu, karena tugas kami memang membantu mereka” Ayzel tersenyum menyiratkan bahwa setiap keputusan pasti ada resiko.
“Kak,” Humey sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Hmm ... kenapa? Katakan saja,” Ayzel yang peka dengan gelagat adik sepupunya tersebut memintanya untuk bicara langsung.
“Alvaro ... Alvaro itu perhatian denganmu, dia sepertinya menyukai kakak” Humey sambil memperhatikan ekspresi Ayzel saat dia menyebut tentang Alvaro. Tapi dia hanya menemukan ekspresi datar dari kakak sepupunya.
“Kamu tanyakan saja padanya besok kalau ketemu lagi,” jawab Ayzel dengan santai.
“Ish ... ogah ya, kak. Belum tanya nanti aku sudah di cueki sama dia, mana mukanya datar banget lagi kak. Kecuali kalau lagi bicara sama kak Ze, tatapannya itu dalam sekali” Humey memeragakan Alvaro yang menatap Ayzel.
“Alvaro adalah CEO jadi hal itu sepertinya wajar, jadi dia akan berikap sesuai pada tempatnya. Kita hanya perlu mengenal seseorang lebih dalam untuk bisa tahu bagaimana karakter mereka sebenarnya,” jelas Ayzel pada Humye.
“Iya ... iya ibu psikolog. Tapi kalau dia benar suka sama kakak gimana?” pertanyaan Humey cukup membuat Ayzel menghela napas.
“Aku tidak tahu. Sekedar untuk memikirkan atau berandai saja aku tidak berani,” Ayzel mengerti maksud Humey tentang kepribadian Alvaro. Baginya Alvaro terlalu tinggi dan berbeda dengannya, dia tidak ingin menumbuhkan harapan jika dia sendiri tidak yakin akan dapat meraihnya.
“Kak? Ini sudah berapa tahun semenjak Nathan menikah. Aku tidak tahu seberapa besar luka yang dia goreskan padamu, tapi aku ingin kakak juga bahagia” ucap Humey yang sudah berkaca-kaca.
“Akan ada hari di mana semua akan sembuh dari lukanya masing – masing. Jika bukan hari ini mungkin esok atau lusa, selama mereka tidak pernah menyerah. Aku tidak bisa bilang luka ini sudah sembuh, tapi aku akan bilang aku sudah baik-baik saja” Ayzel tersenyum sambil mengusap rambut Humey, seolah menegaskan bahwa dirinya baik-baik saja sekarang.
Humey sudah berkaca-kaca dan akhirnya menangis di pelukan Ayzel.
“Aku yang patah hati. Kenapa kamu yang menangis,” Ayzel mengurai pelukannya dari Humey.
“Ish ... kakak tahu romantis gak sih?” Humey mencebik karena di goda Ayzel.
“Romantis itu kalau sama pasangan halal. Romantisnya jadi pahala,” ucapan Ayzel mampu membuat Humey tersipu malu merasa tersindir karena sering pergi berdua dengan Malvin.
“Iya bu psikolog. Besok gak sering-sering kok,” Humey kembali menyantap makanannya. Begitupun dengan Ayzel yang sudah habis lebih dulu dan air minum di gelasnya pun sudah dia minum sampai tandas.
Setelah membereskan piring dan gelas bekas makan mereka langsung istirahat, malam ini Ayzel bisa tidur lebih awal. A32 tidak akan menelponnya malam-malam karena dia saat ini dalam masa perawatan dan pengawasan di klinik. Malam ini dia tidak perlu begadang lagi, dia bisa tidur dengan nyenyak.
“Humey sudah pagi,” Ayzel membuka jendela apartemennya. Membiarkan sorot matahari pagi musim gugur menembus kamar kecilnya.
“Euummm,” Humey meregangkan ke dua tangannya keatas. Udara pagi musim gugur di Istanbul membuatnya masih ingin berlama-lama di balik selimut.
Suasana pagi saat musim gugur di Istanbul sebenarnya masih sejuk dengan suhu 10-15 derajat, suhu yang masih termasuk nyaman. Suhu yang nyaman untuk Humey kembali tidur.
“Hari ini mau ke mana lagi?” Ayzel akan memastikan jadwalnya tidak bertabrakan jika Humey minta di temani jalan-jalan nanti.
“Eumm ... hari ini tidak ke mana-mana. Aku ada meeting zoom dengan anak-anak butik,” Humey punya butik yang sudah lumayan berkembang. Dia kuliah sambil menjalankan bisnis butik dengan usahanya sendiri. Dia juga sering mengikuti event seperti fashion week di luar egeri.
“Aku berangkat ke kantor dulu. Jangan lupa sarapan,” Ayzel meninggalkan Humey yang masih enggan untuk keluar dari selimutnya. Dia malah menutup kembali hordern jendela yang tadi di buka Ayzel.
“Setengah jam lagi,” ucap Humey yang kembali tidur.
Sementara itu Ayzel sudah berjalan menuju pemberhentian bus menuju kantornya, suaca hari ini lumayan sejuk. Hari ini dia memakai atasan berwarna coklat muda dipadu dengan rok berwarna coklat susu dengan pasmina berwarna senada dengan roknya. Tak lupa dia juga memakai long coat yang tidak terlalu tebal, namun masih hagat untuk di pakai di cuaca pagi hari saat musim gugur.
“Ay hari ini jangan lupa ada diskusi,” Ayzel mendapatkan notifikasi pesan masuk dari Naira yang mengingatkan agar tidak terlambat untuk sesi diskusi dengan pengawas senior mereka.
“Okay. Aku usahakan tidak terlambat,” balasnya pada Naira.
Ayzel sudah turun dari pemberhentian bus, dia berjalan dari sana menuju kantor Jaziero sekitar lima menitan. Kantor meeka terletak di kota yang terkenal sebagai salah satu pusat bisnis, jadi lebih mudah untuk menemukan transportasi.
“Pagi Ayzel,” dia dan beberapa rekannya saling bertukar sapa saat mereka bertemu di loby maupun lift.
“Merhaba, gunaydin” sapa Ayzel pada mereka kembali.
Ayzel terkejut saat mendapati Alvaro sudah berada di mejanya, dia terlihat sangat fokus sedang memeriksa beberapa berkas. Ayzel melihat arlojinya, hal tersebut membuat Alvaro mengalihkan fokusnya.
“Saya yang datang pagi. Bukan kamu yang ke siangan,” Alvaro seolah bisa menebak apa yang sedang di pikirkan Ayzel.
Ayzel hanya tersenyum sambil berjalan menuju meja kerjanya, hari ini seperti biasa dia akan memastikan jadwal Alvaro. Dia mulai membuka macbook dan menyalakan layar PC, sementara ipadnya masih ada di Alvaro.
“Hari ini apa saja jawal saya Ze?” dia bertanya pada Ayzel dengan tanpa mengalihkan fokus dari berkas yang dia periksa.
“Hari ini tidak ada jadwal temu klien. Hanya meeting dengan tim divisi satu dan dua,” jawab Ayzel.
“Ok” Karena fokus Alvaro tidak menyadari kalau Ayzel berjalan menuju mejanya dan saat ini dia sudah berada tepat di hadapan meja Alvaro.
“Terimakasih karena kemarin sudah membantu saya,” Ayzel meberikan kotak bekal bertingkat dua pada Alvaro.
Alvaro menghentikan aktivitasnya, dia melihat kotak bekal bertumpuk di hadapannya. Dia memang belum makan pagi, matanya terlihart berbinar melihat kotak bekal yang di bawa Ayzel.
“Apa menunya?” tanya Alvaro dengan antusias.
“Bubur ayam seperti yang pernah pak Alvaro makan. Saya buru-buru jadi hanya menyiapkan itu,” Ayzel membuka kotak bekalnya sebelum Alvaro memberi kode untuk menyiapkan.
Alvaro meninggalkan mejanya dan menuju sofa yang ada di ruangannya, dia bersiap disana menanti Ayzel meracik bubur ayam ke gemaran Alvaro. Ayzel tidak hanya menyiapkan bubur tapi juga sudah menuangkan air mineral setengah hangat untuk Alvaro. Sementara Alvaro tak henti-hentinya tersenyum melihat Ayzel yang terlihat sibuk menyiapkan makan paginya.
“Ah ... manisnya,” gumam Alvaro melihat Ayzel yang berjalan menuju tempat dia duduk sambil membawa mangkok berisi bubur dan gelas yang berisi air hangat.
“Ini pak Alvaro. Silahkan di nikmati,” Ayzel memberikan mangkok berisi bubur pada Alvaro.
“Boleh kalau kamu mau nyuapi saya Ze,” celetuk Alvaro membuat Ayzel mengerlingkan mata malas.
“Tunggu sebentar,” Alvaro tersenyum lebar begitu mendengar ucapan Ayzel. Dia seperti mendapat jackpot pagi ini.
“Hallo pak Kim. Bisa ke ruangan? Pak Alvaro minta untuk di suapi makan pagi,” Alvaro langsung bangkit dari duduknya dan meraih ponsel Ayzel.
“Tidak perlu. Saya bisa makan sendiri,” ucapan Alvaro membuat pak Kim menahan tawa di ujung telepon sana. Dia tentu tahu tingkah random apa yang Alvaro lakukan sehingga membuat Ayzel menelponnya.
“Alvaro CEO Jaziero Tech dengan IQ 148 kehilangan kecerdasannya saat berada di hadapan Ayzel,” ucap pak Kim sambil terkekeh dan Ayzel dapat mendengar ucapan tersebut.
Ayzel menahan diri untuk tidak tertawa, sepertinya benar kata Humey. Sikap dinging Alvaro tidak berlaku untuk Ayzel, jika di hadapan karyawan lain dia kan bersikap datar dan dingin. Berbeda jika yang ada di hadapannya adalah Ayzel, dia seperti mendapat mainan baru. Apapun yang bisa menjadi sebab dia menggoda Ayzel maka Alvaro akan terus melakukannya.
“Tidak perlu di suapi lagi, kan? Saya kembali bekerja kalau begitu.”
“Tidak perlu. Dari pada harus di suapi Kim Roan, lebih baik saya makan sendiri” Alvaro menjawab dengan ekspresi datar. Sebenarnya dia menahan malu karena Ayzel mendengarkan ucapan Kim Roan tadi.
Ayzel fokus dengan pekerjaannya, sedangkan Alvaro fokus menyantap bubur ayam yang menurutnya sangat lezat. Padahal itu hanya bubur biasa, mungkin karena Ayzel yang membuatnya jadilah terasa lezat untuk Alvaro.
“Ze!! Zekai,” panggil Alvaro.
“Kenapa pak Alvaro?” Ayzel menghentikan aktivitasnya, menanti apa yang akan di katakan atasannya tersebut.
“Kamu perempuan istimewa di hidup saya,” Alvaro menatap lekat Ze.
“Masih pagi. Jangan lebay, jangan ngegombal juga” bukan Ayzel melainkan Kim Roan yang bersuara. Pak Kim masuk menyerahka beberapa kontrak kerja sama yang harus di buat Ayzel.
“Diam ya, Kim Roan” protes Alvaro.
Sementara Ayzel hanya diam tak berekspresi, dia takut dan ragu harus mengekpresikan diri bagaimana. Meskipun ada sedikit getaran di hatinya saat Alvaro mengucapkan hal tersebut.