"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Ngapa Lo Kak?" Vara menatap heran kearah Kaiden
"Emm.... Gapapa agak pusing aja sedikit kena hujan." Kaiden beralasan.
"Tolong ... Burung saya miring."
"Tolong... Burung saya miring digigit Esti."
"Eh apaan tuh." Vara beranjak dari duduk dan berdiri di pinggir balkon, disusul Kaiden yang ikutan penasaran.
Kaiden menggeleng, "Vincent gila." umpatnya
"Eh.. dia Gara-gara gak kepilih jadi kepala desa, pak Vincent jadi gila ya Kak?." tanya Vara
Kaiden mengangguk, membenarkan ucapan Vara."Iya dia jadi kayak gitu gara-gara gak kepilih jadi kepala Desa."
"Mas Vandraaa..."
"Turuninnn..."
"Mas Vandra..."
Matanya memanas melihat bagaimana Vandra menggendong Zea, bagiamana panggilan Zea ke Vandra, 'Zea nya aku panggil kak Vandra panggilan Mas?'batin Kaiden
"Mereka berdua cocok ya kak, aku rasa kak Vandra suka deh sama mbak Zea." ucap Vara antusias
Sebelah alis Kaiden tertarik keatas dengan sunggingan senyum tipisnya, "Masa sih?"
"Iya kak, tadi malam makan bareng kak Vandra gak berhenti liatin mbak Zea, mama juga bilang gitu tadi malam ke aku." ucap Vara dengan senyum centilnya
"Hihi.... Kalau kak Vandra sama mbak Zea saling suka wah pasti keren banget." seru Vara melompat kegirangan
Vandra memutar bola matanya, "Apanya yang seru!"
"Ih seru tahu kak!" Vara memukul lengan Kaiden pelan. "Kalau dijadiin film judulnya Pembantuku Jodohku atau gak judulnya Pembantuku Istriku."lanjut Vara dengan wajah cerianya, berbeda dengan Kaiden yang menyimak, ia jadi mengepalkan tangannya.
Vara berteriak, "soswittt."
"Dah sana turun, KK mau mandi!" suruh Kaiden dengan suara tegasnya
kaiden melangkah masuk, meninggalkan Vara yang masih berdiri di balkon.
Vara menaikan sebelah alisnya."Dih marah Lo?"
"Bacot!"
Gak mau ribut, Vara memilih keluar dari kamar Kaiden. Vara tahu betul bagaimana sikap ke-tidak sukaan Kaiden ke Vandra begitu juga sebaliknya, mungkin tadi Vara bercerita terlalu meninggikan Vandra, makanya Kaiden jadi emosi, pikir Vara.
Tes
Air mata Kaiden menetes, ia membenci dirinya yang pernah mempermainkan Zea, ia membenci dirinya sendiri. "Kamu tetep Zea-nya Kaiden." ucapnya sambil mengepalkan tangannya kuat. Ada rasa emosi, rasa empati tapi lebih besar lagi rasa cemburu.
Detik kemudian Kaiden mengelap wajahnya,"Aku juga mau kamu panggil aku dengan panggilan mas' Zea." ucap Kaiden tersenyum nakal
Seperti yang tadi Kaiden katakan pada Vara, ia masuk ke kamar mandi, enggak mandi dia cuman mau cuci muka saja. Ia melangkah keluar dari kamar menuruni undakan tangga, dengan wajah lesunya, tubuhnya merasa sedikit kurang enak badan, dan Kaiden pilek.
"Morning Mah, Pa." sapa Kaiden sambil menuruni undakan tangga
"Morning sayang" jawab Esti yang berdiri di pinggir sofa
"Morning Kai" sahut Elias setelah menelan jus buah naga, ia berjalan mendekat ke sofa sambil membawa gelas berisi jus buah naga ditangannya.
Di ruang keluarga sini, Zea duduk disofa dengan kaki yang diluruskan. Tangan Oma Atma sibuk nunulin kapas, luka kecil yang ngilu kena air alkohol membuat Zea meringis kesakitan, ia meremas tangan Vandra yang sedari tadi memegangi tangannya.
"Oma udah Oma, perih... ngilu." rengek Zea
Vandra memejam, "Ze tangan saya sakit!" peringatnya
"Eh kak Zea kenapa?" Vara bertanya
"Jatuh didorong mama kamu!" jawab Elias tanpa menoleh
Bibir Esti mengerut, "Tadi tuh reflek aja Pah, beneran gak pengen buat Zea celaka kok!" jelasnya mengangkat jari
"Ini salah Zea kok Pak, bukan salah Ibu. Kemarin ibu dah bilang kalo didepan sana ada orang gila, tapi saya gak dengerin" bohong Zea membela Esti
Oma Atma bangkit dari duduknya, "Udah, jangan gerak dulu, bentar lagi mendingan itu." ucapan yang membuat Zea mengangguk patuh.