Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Orang yang sedang dipikirkan Zalina, kini sedang didekap erat oleh kedua tangan kekar Anjelo. Sepasang suami istri itu tertidur lelap dengan wajah tenang. Saling membelit dan menyalurkan rasa hangat.
"Edah, suami saya sudah tidur belum?" Vivian yang baru masuk ke dalam rumah langsung menanyakan hal tersebut pada pembantunya yang membukakan pintu untuknya.
"T-tuan belum pulang, Nyonya."
"HAH?!" Vivian memekik. Kedua alisnya menukik tajam. "Belum pulang?" Vivian mengulang perkataan Edah. "Ini sudah hampir jam satu malam dan dia belum pulang. Anjel pergi ke mana sih?! Apa dia ke club malam lagi?!" Vivian mengeluarkan omelannya dengan suara yang sangat nyaring.
Menghentakan kaki dan meninggalkan pembantunya. Mengayun langkah menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya di lantai dua. Dia merogoh ponsel dan menelepon nomor suaminya, tapi tak diangkat. Kemudian dia menelepon nomor seseorang.
Nomor yang anda tuju sed--
"ANJ____! Nomor Si Eric juga tidak aktif!" dengusnya menjatuhkan tubuh dengan kasar di atas tempat tidur. "Anjel ke mana sih?!" Rasa kesal menggelegak. "Tahu gini! Aku nyesel pulang dari apart-nya Raka! Anjel sialan!" Vivian melemparkan bantal dan guling yang ada di atas kasur. "Aargghh!" Terakhir, dia melemparkan selimut. Menyalurkan emosi terpendam yang seharusnya ia muntahkan pada Anjelo.
________
"Eunghh." Zeona mengerjapkan mata. Merasakan kesemutan di tangan kirinya juga rasa berat seperti dihimpit raksasa. Perlahan-lahan, kelopak matanya terbelah. Melirik ke sebelah kiri dan jantungnya sedikit tersentak, ternyata yang mengakibatkan tangannya kesemutan adalah kepala Anjelo yang tidur di atas tangan kirinya.
Zeona berusaha menarik tangannya. Tapi sama sekali tak berhasil. Terpaksa, dia mengangkat sedikit kepala berambut cokelat kepirangan itu. Menyebabkan Anjelo melenguh dalam tidurnya.
"Kau mengganggu tidurku, Zeona." Suara serak Anjelo menyapa gendang telinga Zeona. Membuat gadis itu terhenyak ketakutan.
"M-maafkan ss-saya, T-tuan? T-tapi tangan kiri ss-saya terhimpit kepala anda." Zeona menjelaskan supaya Anjelo tidak marah.
"Hmm, tarik tanganmu sekarang juga!" Anjelo merubah posisi menjadi membelakangi Zeona. Buru-buru Zeona menarik tangannya.
Dengan masih dalam posisi tiduran, Zeona mengurut-urut tangan kirinya. Menggerak-gerakannya. Setelah dirasa agak baikan, dia beranjak dari ranjang. Memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. Setelah semua pakaian terpasang rapi, Zeona pun berlalu ke kamar mandi.
"Ya Tuhan ..." Mata Zeona terbelalak. Tanda merah bertebaran di mana-mana. "Sepertinya, tanda merah ini tak akan pernah hilang. Karena setiap malam ditimpa lagi dengan yang baru," keluhnya sambil menyabuni tubuh. Seketika pergerakan itu terhenti karena dekapan erat dari sepasang tangan besar dan kekar. Zeona lekas membalik badan. "T-tuan?"
Anjelo tersenyum miring. Dia memajukan tubuh dan berbisik di telinga Zeona. "Saya ingin bermain di sini!"
Mata Zeona kembali terbelalak. "Tap--"
"Sttt!" Anjelo mendesiskan lidah. "Setelah ini, saya akan mempertemukan kamu dengan Kakakmu."
Jantung Zeona seperti akan loncat dari tempatnya. Dia meneliti wajah Anjelo yang ada di hadapannya. "Be-benarkah T-tuan?"
"Ya."
"Itu artinya Tuan sudah membebaskan Kakak saya dari Miss Helena?"
"Sudah."
Jutaan kupu-kupu serasa beterbangan di dalam perut Zeona. Rasa bahagia terpancar jelas dari raut wajah cantiknya. "Terima kasih, Tuan."
"Hm." Anjelo membelai kedua pipi Zeona. Jemari panjangnya menari-nari di wajah putih Zeona. Bermain-main di permukaan bibir merah delima milik Zeona. Dia merunduk, kembali membisikan sesuatu. "Hidupmu adalah milikku. Jadi, kamu harus menuruti semua perintah dan keinginanku. Kamu tidak boleh membantah dan protes. You're mine, Zeona and I want you to suck my cock, right now!"
*****
Eric mengetuk pintu kamar Zalina. Tak lama, pintu pun terbuka. Zalina muncul mengenakan stelan piyama yang semalam diberikan Eric. Piyama bermotif bunga kecil berwarna merah muda.
"Selamat pagi, Zalina?" Lelaki kepercayaan Anjelo itu menyapa.
"Pagi juga, Tuan Eric." Zalina membalas sapaan Eric dengan ramah disertai senyum manis, sehingga kedua lesung pipinya terlihat jelas.
Sepersekian detik, Eric terpana sampai tak sadar membulatkan mata. Senyum disertai lesung pipi itu membuat hatinya berdebar-debar. "Ada apa denganku?" Eric membatin bingung.
"Tuan Eric!" Seketika Eric tersadar dari lamunannya.
"Ah ya, Zalina. Jangan panggil saya Tuan, panggil saja Eric atau Mas!" Zalina menganggukkan kepala. Eric kembali membuka mulutnya. "Saya datang ke sini ingin mengajakmu sarapan. Ayo!"
Karena perut Zalina sudah keroncongan, dia pun mengiyakan ajakan Eric. Mereka berdua turun ke lantai dasar untuk pergi ke restoran yang ada di sebelah hotel tersebut.
"Mas Eric, bolehkah saya bertanya sesuatu?"
Eric menjeda kunyahannya. "Silakan!"
"Siapakah orang yang menyuruh Mas Er--"
Eric menempelkan telunjuknya di depan bibir. Otomatis Zalina tidak jadi melanjutkan pertanyaannya. "Orang itu sebentar lagi akan datang. Lebih baik sekarang, segera habiskan sarapanmu!"
Tak ada lagi obrolan. Kedua orang tersebut kembali fokus pada piring masing-masing.
"Pergilah ke Indi's Hotel! Kamar nomor seratus dua. Kakakmu ada di sana!" Anjelo menaruh lima lembar uang seratus ribuan di atas meja rias di depan Zeona yang sedang mengoleskan liquid foundation pada kissmark di leher dan dada bagian atasnya. "Itu untuk ongkos taksi. Saya tidak bisa mengantarkanmu ke sana karena saya harus pulang. Istri saya sudah bawel menghubungi saya terus," beri tahu Anjelo memaparkan alasannya.
"Terima kasih, Tuan. Tidak apa-apa. Saya bisa ke sana sendiri," balas gadis itu seraya berdiri. Bersiap mengantarkan Anjelo sampai ambang pintu.
"Jika saya membutuhkanmu, maka kamu harus segera datang. Tak peduli pagi, siang, sore ataupun malam ... kamu harus sudah stanby di sini!" ujar Anjelo penuh penekanan. "Dan ini kartu akses untukmu. Tapi ingat ... jika saya tak menyuruhmu, jangan pernah datang ke sini atas inisiatif sendiri. Karena saya tidak mau hubungan kita diketahui oleh orang lain terutama media. Tutup rapat mulutmu! Rahasiakan semuanya, termasuk dari Kakakmu! Mengerti, Zeona?"
Zeona mengangguk cepat, "Saya mengerti Tuan!"
"Bagus!" Seringai puas terukir di bibir Anjelo. "Jalanilah hidupmu seperti biasa. Saya pulang dulu. Sebelum kamu pulang, bersihkan dulu kamar tidur dan kamar mandinya. Laundry-kan seprai dan semua sarung bantal bekas tadi malam dan ganti dengan yang baru!"
Sekali lagi, Zeona menganggukkan kepala.
"Good girl!"
Sesuai perintah, Zeona membereskan kamar tidur dan kamar mandi. Mengganti seprai dan membawa seprai kotor itu ke laundry yang ada di seberang apartemen. Setelahnya, barulah gadis berdress merah muda itu naik taksi untuk pergi menemui Kakaknya di Indi's Hotel.
Waktu berjalan terasa lambat sebab Zeona sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang kakak. Ingin memberi kabar lewat telepon, sayangnya handphone-nya kehabisan daya.
"Ya Tuhan ... terima kasih sudah mengabulkan doaku. Akhirnya aku bisa tinggal bersama lagi dengan Kakak." Zeona berucap syukur dalam hatinya. Rasa bahagia menyemarakan rongga dada. Namun tetap saja, hati kecil Zeona menjerit sakit. Kebebasan Kakaknya harus dibayar mahal dengan keterikatan dirinya dengan Anjelo Raizel Holland. Seumur hidup, dirinya harus mengabdikan diri. Lebih tepatnya menjadi pemu as n a f su bir ahi.
Makasih udah baca😊