"Neng, mau ya nikah sama anaknya Pak Atmadja.? Bapak sudah terlanjur janji mau jodohkan kamu sama Erik."
Tatapan memelas Pak Abdul tak mampu membuat Bulan menolak, gadis 25 tahun itu tak tega melihat gurat penuh harap dari wajah pria baruh baya yang mulai keriput.
Bulan mengangguk lemah, dia terpaksa.
Jaman sudah modern, tapi masih saja ada orang tua yang berfikiran menjodohkan anak mereka.
Yang berpacaran lama saja bisa cerai di tengah jalan, apa lagi dengan Bulan dan Erik yang tak saling kenal sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Suami dan kekasihnya
Mobil yang dikendarai Mas Erik baru beberapa meter keluar dari garasi, tiba-tiba seorang wanita menyelonong masuk ke halaman rumah dan menghalangi jalan. Wanita berpakaian minim itu berjalan ke samping mobil, berdiri di sebelah kemudi dan mengetuk kaca jendela. Senyumnya merekah, khas wanita menye-menye dan manja. Wanita itu langsung mencium pipi Mas Erik begitu kaca jendela di turunkan.
"Sayang, aku kangen banget sama kamu." Nada bicaranya terasa menggelikan di telinga ku, tapi Mas Erik malah tersenyum lebar menyambutnya. Seharusnya aku tidak melupakan siapa wanita itu dan kenapa Mas Erik terlihat begitu bahagia bertemu dengannya. Sudah jelas jika dia adalah kekasih Mas Erik, wanita yang sangat dicintai oleh suamiku sampai rela tidak menyentuh istrinya demi menjaga perasaan kekasihnya.
Dia wanita yang beruntung sekaligus merugi. Beruntung karena mendapatkan perhatian dan ketulusan cinta dari seorang laki-laki, namun sangat merugi karena bukan dia yang di halalkan.
"Kamu kenapa tidak bilang mau kemari.?" Mas Erik membuka pintu mobil dan segera turun, sebab tangannya terus di tarik oleh wanita itu.
"Memangnya kenapa.? Kamu takut tiba-tiba aku datang saat kamu sedang bermesraan dengan wanita itu.?" Tatapan sinisnya terasa menusuk padaku.
Aku mengangguk dan mencoba bersikap ramah dengan tersenyum padanya. "Pagi Mba."
"Ck.!" Wanita yang aku ingat bernama Celine itu berdecak tak suka saat aku menyapanya. Dia semakin menempel pada Mas Erik dan bergelayut manja di lengannya. Anehnya aku malah geli dan ingin tertawa melihat tingkah sepasang kekasih itu.
"Kamu ngapain satu mobil sama dia.? Suruh saja dia naik taksi. Kalau dia menggoda kamu bagaimana.?" Protesnya dengan wajah cemberut.
Aku sengaja tidak beranjak dari mobil karna masih ingin menyaksikan drama sepasang kekasih itu. Sekaligus ingin tau sikap dan keputusan seperti apa yang akan diambil oleh Mas Erik berhadapan dengan istri dan kekasihnya.
"Mas Erik, jadi anterin aku tidak.?" Tanyaku ketika Mas Erik tak kunjung buka suara. Pria kangkung itu sepertinya bingung mencari jawaban yang tepat agar tidak menyinggung perasaan kekasihnya.
"Jadi, kamu pindah di belakang tidak masalah kan.?". Ucapnya.
Aku mengangguk dan bergegas turun dari mobil. " Ayo buruan, aku sudah terlambat. Kalian masih punya banyak waktu setelah mengantar ku." Ujarku sebelum masuk ke jok belakang.
Dari dalam, aku melihat wajah Celine semakin cemberut dan melepaskan tangan Mas Erik. Tapi wajahnya tiba-tiba berubah ceria dengan senyum lebar, entah apa yang dibisikkan oleh Mas Erik sampai-sampai mood Celine langsung berubah 180 derajat. Wanita itu kemudian masuk ke dalam mobil tanpa di suruh, dia menempati kursi yang sebelumnya aku duduki.
"Mobil kamu baunya jadi aneh." Seloroh Celine seraya menyemprotkan parfum miliknya di jok mobil dan menyemprotkannya di segala arah.
Aku hanya bisa meringis, ternyata seperti ini type wanita Mas Erik. Unik dan banyak bicara.
"Jadi kamu Rembulan Rembulan itu.?" Tanyanya sembari menoleh padaku.
"Iya, panggil saja Bulan." Jawabku seraya mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan. Tapi Celine menatap tanganku tanpa minat.
"Kamu itu wanita yang sudah merebut kekasih ku, bisa-bisanya mengajakku berkenalan. Tidak tau malu.!" Gerutunya tampak kesal.
Aku terkekeh kecil. "Tidak ada yang merebut dan direbut. Mas Erik dengan kesadaran penuh menikahi ku. Mungkin kamu bisa tanya padanya kenapa lebih memilih menikahi ku alih-alih menikahi kamu." Aku bicara setenang mungkin, tidak peduli meski setelah ini akan di benci Mas Erik karna sudah memprovokasi kekasihnya.
"Sayang, kamu dengar kan wanita ini bicara apa.? Ternyata dia tidak sebaik penampilannya." Celine lagi-lagi menempel pada Mas Erik untuk merengek padanya.
"Sudah jangan ditanggapi lagi, cuma kita yang tau situasinya." Ucap Mas Erik. Tangan suamiku mengusap lembut kepala Celine. Hanya dalam hitungan detik, Celine bisa kembali tentang. Mas Erik begitu pandai meluluhkan hati Celine dengan perkataan dan sentuhannya.
Satu mobil bersama suami ku dan kekasihnya, aku seperti jadi orang ketiga yang harus melihat keromantisan kisah cinta mereka. Kasian sekali pasangan yang saling mencintai ini tidak berjodoh. Tap sepertinya jauh lebih kasihan nasibku.
Tak mau jenuh melihat keromantisan mereka, aku memutuskan memakan sarapan yang tadi di bawakan Mas Erik untukku. Aku butuh tenaga untuk menyaksikan kelanjutan kisah pasangan kekasih di depan ku itu.
"Cepat turun, bau mu merusak suasana hatiku saja.!" Perkataan ketus itu keluar dari mulut Celine, padahal beluk ada 5 detik Mas Erik menghentikan mobilnya di depan kantor tempat ku bekerja.
Aku melirik Mas Erik dari kaca spion sebelum membuka pintu mobil, bisa aku lihat raut wajah santai Mas Erik, dia tidak terganggu sedikitpun saat kekasihnya melontarkan kata-kata pedas padaku.
"Makasih tumpangannya Mas, hati-hati di jalan." Aku buru-buru keluar dari mobil dan setengah berlaku memasuki kantor sebelum mendapat teguran dari atasan karna terlambat.
...*****...
"Bulan, tadi di antar siapa.? Aku lihat kamu turun dari mobil, itu mobil suami kamu.?" Tanya Mba Dela, salah satu rekan kerja satu divisi. Mba Dela memang di kenal suka ingin tau urusan orang lain dari hal penting sampai tidak penting sekalipun. Dia selalu menjadi orang paling update menyangkut soal gosip karyawan di perusahaan. Tapi hidup ini akan terasa tidak berwarna kalau tidak ada orang-orang seperti Mba Dela yang melengkapi.
"Iya Mba Dila, itu suami ku." Aku tersenyum simpul.
"Mobilnya bagus gitu, suami kamu orang kaya ya.? Kenapa nikahannya malah di rumah. Kamu tidak minta di gedung.?" Nada bicara dan pertanyaan yang terlontar dari mulut Mba Dila, menunjukkan betapa dia sangat ingin tau urusan pribadi ku. Jika sampai tidak mencari tau sampai akarnya, bukan Mba Dila namanya.
"Aamiin. Maaf ya Mba, aku ke atas duluan." Daripada membuang waktu untuk memberi penjelasan pada Dila, lebih baik segera pergi ke meja kerja ku untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang harus aku tinggal karna cuti untuk menikah selama seminggu.
Suasana di ruangan divisi keuangan langsung riuh saat aku datang. Beberapa dari mereka membawa bunga serta kue dan mengucapkan selamat atas pernikahan ku. Sebagian memang ada yang tidak bisa hadir di acara pernikahan ku.
"Happy wedding Rembulan,,, Selamat ya, semoga langgeng sampai kakek nenek sam cepat diberi momongan. Maaf tidak bisa hadir ke acara pernikahan kamu, tapi kita semua selalu mendoakan yang terbaik untuk Bulan kita yang sholehah." Ucap Mbak Andin sebagai perwakilan.
Aku cukup terharu dengan perhatian mereka yang menyempatkan memberikan kejutan untukku. Namun di sisi lain aku merasa bersalah telah membohongi banyak orang yang bahkan terlihat bahagia mengetahui pernikahanku. Sedangkan hubungan aku dan Mas Erik tidak seperti yang mereka pikirkan.
"Makasih banyak ya Mbak Andin, Mbak Mita dan semuanya. Harusnya tidak perlu repot-repot menyiapkan semua ini untuk menyambut ku." Aku membalas satu persatu jabatan tangan mereka dan memeluknya.
"Selamat ya Bulan, kamu sukses bikin cowok-cowok di kantor galau berjamaah." Seloroh Lea sambil tertawa.
Aku menanggapinya dengan senyum. "Mba Lea bisa saja. Laki-laki sekarang sulit di tebak, di depan bisa bilang suka, tapi siapa yang tau di belakang sudah punya pacar."
Para wanita mengangguk dan sebagian membenarkan perkataan ku. Sedangkan laki-laki sibuk menyangkal. Aku hanya tertawa melihat suasana ruangan yang semakin riuh di pagi hari,
gᥲ⍴ᥲ⍴ᥲ ᥣᥲᥒ mᥲkіᥒ һᥲrі mᥲkіᥒ ᥱᥒᥲk k᥆kk 😁🤭 ძ᥆ᥲkᥙ sᥱm᥆gᥲ kᥲᥣіᥲᥒ ᥴᥱ⍴ᥲ𝗍 ძі kᥲsіһ m᥆m᥆ᥒgᥲᥒ ᥡᥲ.. ᥲᥲmііᥒ