Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Ketemu Sofia Lagi
Hati yang memanas menggelora di sanubari Irfan, setiap kali beradu pandang, maka kilatan api dari mata legam pria itu tampak. Naura hanya bisa tersenyum, lalu tidak memedulikannya. Pria itu mau marah, cemburu, bukan lagi urusan Naura.
Yang terpenting bagi Naura saat ini bisa menikmati kebersamaannya bersama Noah yang mungkin saja ini adalah pertemuan mereka terakhir, karena esok hari ketika setelah ia membayar penalti kontrak kerja kemungkinan ia akan pulang ke Yogyakarta sebelum mencari pekerjaan baru.
Usai makan siang berakhir, dan Naura sempat mengajak mereka semua menjalankan ibadah sholat dzuhur di musholla mall. Selepas itu barulah melanjutkan menemani Noah ke salah satu wahana tempat bermain yang masih berada di lantai lima. Begitu juga dengan Irfan yang tetap mengikuti meski Adiba mempersilahkan putranya untuk kembali ke kantor, sayangnya Irfan pura-pura tidak mendengar.
“Biar saya saja menemani Noah,” pinta Irfan agak ketus saat Noah minta main motor balapan. Naura melirik ke samping kemudian mundur dari tempat tersebut.
“Ante ... Noah au na cama Ante Papi! Ukan cama Papi!” Noah tampak geregetan lihat Irfan menaiki motor yang kini ia tempati.
“Sama Papi aja ya, biar Tantenya istirahat dulu,” pinta Irfan.
“Ndak au, Noah au na cama Ante. Ante cini!” seru Noah dengan tangan mungilnya melambai-lambai.
Irfan mendesah, lalu menolehkan wajahnya ke belakang bahu menatap wanita itu. Dengan santainya Naura kembali maju, dan Irfan menahan napasnya saat Naura semakin mendekat.
“Ck, mau menikah! Emangnya ada yang mau menikah sama kamu!” gerutu Irfan sangat pelan, namun terdengar jelas di telinga Naura. Ternyata sepanjang mereka menemani Noah bermain, hati Irfan masih kesal.
Satu jam pun berlalu, Noah sudah mulai menunjukkan kelelahan bermain, akhirnya bocah ganteng itu terlelap di stoller dan tampak pulas.
“Naura, Mama mau membelikan sesuatu buat kamu,” bisik Adiba sembari menggandeng tangan wanita itu, dan Naura tidak bisa menolaknya, hanya bisa mengikutinya. Dan rupanya Adiba mengajak dirinya ke toko kremes.
“Mah, mau ngapain ke sini?” tanya Naura pelan agar tidak terdengar oleh Irfan yang masih membuntuti mereka berdua, sembari menatap bingung ketika dirinya dibawa ke sana. Ya, maklumlah meski tidak pernah membeli barang-barang mewah, tapi Naura tahu jika toko tersebut hanya untuk kelas menegah ke atas. Jika pun Naura memiliki uang pastinya tidak untuk membeli barang-barang mewah, masih banyak keperluan yang lainnya.
Sehubungan Adiba pelanggan toko Kremes, para staf langsung menyambut mereka semua dan menggiring ke ruangan VIP. Begitu ruangan VIP, Adiba mendesah pelan melihat siapa yang ada di sana.
“Sofia, kita bertemu lagi sama mama mertuamu, dan ada suamimu juga,” bisik Laras yang pertama kali melihat pintu ruangan terbuka, sementara Sofia masih sibuk mengecek beberapa tas yang diantarkan oleh staf toko.
“Apa? Ada suamiku,” ujar Sofia agak tergagap, lantas perlahan-lahan ia menaruh kembali tas seharga 200 juta itu ke meja, lalu menatap ke arah pintu.
“Sapa istrimu itu Irfan, kayaknya dia lagi ngeborong tas tuh,” sindir Adiba tanpa menolehkan wajahnya ke belakang. Dan, Naura sendiri merasa tidak nyaman dengan keadaan sekarang.
Irfan menarik napasnya dalam-dalam, baru saja tadi pagi istrinya menguras uangnya hingga ratusan juta dan sekarang masih mau menguras uangnya kembali. Semoga pria itu tidak gantung diri.
“Mas Irfan.” Buru-buru Sofia beranjak dari duduknya, lalu langkahnya begitu cepat menyambangi suaminya dan langsung mengamit tangannya tanpa menatap Adiba. Biasalah, Sofia sedang mencari perlindungan, padahal suaminya sedang kecewa padanya.
Adiba melirik sinis, kemudian menggandeng tangan Naura. “Ayo Naura bantu Ibu cek tas keluaran baru. Ibu udah lama gak shopping tas, baju, sepatu, mumpung ada Irfan, bisalah dia bayar belanjaan Ibu sampai satu milyar,” ajak Adiba agak meninggikan suaranya. Sofia enggan menatap Adiba, ia memalingkan wajahnya menatap Irfan.
Naura hanya bisa terdiam, sementara Irfan malah menatap wanita itu yang mengikuti mamanya tanpa memperhatikan Sofia.
“Mas Irfan kok tahu aku ada di sini, padahal sejak tadi aku telepon mau minta jemput ke sini?” tanya Sofia dengan lembutnya penuh dusta, dan menunjukkan pada Adiba jika suaminya masih bersikap baik padanya meski tadi ia dapat teguran keras dari mama mertuanya.
Namun, apa yang ia dapati dari Irfan. Pria itu menatap tajam padanya kemudian menghempaskan tangan Sofia dengan kasarnya. Tersentak lah wanita itu.
“Mas!” Seru Sofia berusaha tenang.
“Ambil tas kamu sekarang!” pinta Irfan tegas, lalu ia menatap Laras.
“I-iya Mas,” jawab Sofia tampak bingung, kemudian bergegas mengambil tasnya. Irfan mengikutinya dari belakang, lalu disambarlah tas tersebut dari tangan Sofia, kemudian ia membuka dan mencari sesuatu di dalam sana.
“Mas Irfan mau cari apa? Biar aku yang ambilkan,” tanya Sofia sembari melirik isi tasnya yang dikeluarkan semuanya ke atas meja. Ternyata pria itu mengambil blackcard miliknya.
“Tidak ada lagi pemakaian kartu ini! Tadi kamu habis beli perhiasaan'kan! Kamu pikir uang ini milik bapak moyangmu!” sentak Irfan sembari mematahkan blackcardnya menjadi dua. Sofia dan Laras sama-sama terhenyak.
Adiba yang duduk di meja yang berbeda mengulum senyum tipisnya, sedangkan Naura justru sibuk mengusap keringat Noah yang masih tertidur di stollernya.
“Mas Irfan, gimana aku mau bayar tas-tas ini? Aku udah memesannya dari jauh-jauh hari?” tanya Sofia kebingungan, bukannya berpikir jika suaminya semakin kecewa padanya. Sebagai istri yang baik jika suami kecewa dan marah atas kesalahan sendiri harusnya menyadarinya dan berusaha untuk memperbaikinya. Ini malah tanpa merasa bersalah tetap melanjutkan gaya hidup sosialitanya.
Pria itu berdecak kesal, lalu melempar kartu yang sudah terbelah menjadi dua ke atas meja. “Bayar saja pakai perhiasan yang baru kamu beli itu! Kamu habis belanjakan sebanyak 250 juta!” ujar Irfan meninggi suaranya, lalu ia melangkah menuju meja yang ada di sebelah Sofia.
“Mas Irfan!” Wajah Sofia memerah, antara menahan malu karena telah dipermalukan di depan orang dan menahan marah karena blackcardnya tidak bisa digunakan.
“Itu hukuman kamu yang telah memfitnah sekretaris papa!” sahut Irfan tanpa membalikkan badannya.
“S-Sekretaris papa!”
Sofis meradang, tatapannya mengarah ke Naura dengan hatinya yang menggeram.
“Gara-gara sekretaris papa, Mas Irfan mematahkan blackcard punyaku!” Suara Sofia bergetar ingin menangis.
Bersambung ... ✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia