SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Lucy mundur perlahan begitu mencium parfum mahal pria itu. Ia harus menjaga jarak agar tidak menerjang dan meluapkan rasa rindunya. Declan mengenakan celana jeans dan juga kaos lengan panjang yang menambah ketampanan pria itu. Lucy melirik jam tangan yang pria itu kenakan dan merupakan hadiah pemberiannya.
''Sepertinya aku harus bertanya alasan kau berada disini?'' tanya Lucy mencoba tersenyum lebar.
Declan menahan diri untuk tidak menatap ke arah kaki Lucy yang indah. "Kau membuka kembali studiomu?"
"Aku memang membuka dan menutup studio ini sesuka hatiku, saat ini aku berencana menjual beberapa buku dan juga sketsa yang tersimpan di gudang." Lucy berkata sembari berjalan ke meja dimana terletak mesin pembuat kopi miliknya. "Kau mau kopi?"
Declan mendekat dan membuka jepitan rambut Lucy dan membiarkan rambut wanita itu tergerai hingga ke punggungnya. "Aku ingin mengajakmu makan malam, jika kau sedang tidak memiliki acara malam ini?"
"Aku memang tidak memiliki acara malam ini, tapi aku tidak akan pergi makan malam denganmu, Declan." Jawab Lucy dan merasakan jemari pria itu dilehernya.
Declan maju selangkah membuat tubuh mereka bersentuhan, ia datang kesini karena merindukan wanita ini sepanjang malam dan Declan bertekad tidak akan menyerah begitu saja. "Kita bisa berkencan di akhir pekan jika kau menginginkannya."
"Aku bukan wanita yang hanya menghabiskan akhir pekan ku dengan berkencan. Aku ingin menikah dan menghabiskan setiap malam bersama suami dan anak-anak. Itu yang aku inginkan. Jika kau tidak berminat dengan pernikahan, silahkan pergi dari hidupku." Lucy berkata sembari menggeser tubuhnya menjauh dari Declan.
Declan memasukkan kedua tangannya dikantong celana dan menatap intens kearah Lucy. Mereka memiliki watak yang sama-sama keras kepala, meski begitu mereka sangat cocok dalam segala hal terutama jika sedang bercinta.
"Kau meminta terlalu banyak, Lucy. Aku bukan pria yang cocok dengan pernikahan, apalagi aku sangat tidak menyukai anak-anak" Declan mengambil ponselnya dan menghubungi restoran langganan mereka untuk memesan makan malam. "Jika kau tidak ingin keluar, kita bisa menikmati makan malam disini."
"Aku baru saja memberitahu padamu apa yang aku inginkan. Tapi jika kau membutuhkan teman makan, aku akan menemanimu makan." Ucap Lucy kemudian menuangkan kopi untuk pria itu.
Declan menghirup aroma kopi buatan Lucy. "Kau sudah bisa menggunakan mesin kopi itu akhirnya."
"Aku sudah belajar selama bertahun-tahun, dan juga menyukai hobi yang satu itu. Mungkin aku bisa sekalian membuka kafe disini." Lucy menjawab pertanyaan Declan.
"Perlu kau ketahui, aku tidak berteman dengan wanita. Aku menganggap pendekatan kembali untuk hubungan kita kali ini" Declan berkata sembari menyesap kopi dan merasakan pahit yang luar biasa. "Kau tidak menambahkan gula dalam minuman ini?"
"Kupikir kau menyukai kopi pahit, mengingat hidupmu sama pahitnya dengan kopi tanpa gula." Balas Lucy dengan tertawa kencang sembari memegang perutnya ketika melihat raut wajah Declan yang kesal.
"Aku dengar kau membuka klub di London?" tanya Lucy ketika menambah sedikit gula di minuman milik Declan.
Declan menahan tangan Lucy dan menyuruhnya duduk dikursi yang berada disampingnya. "Ayahku memiliki beberapa bangunan yang diwariskan untuknya. Sebagian disewakan dan ada beberapa yang kosong. Kau bisa ikut denganku dua Minggu lagi jika aku akan kesana. Bukankah kau memilih banyak keluarga dari pihak ibumu yang berasal dari London."
"Aku tidak akan pergi bersamamu" balas Lucy kemudian membuka pintu ketika bel berbunyi.
...****************...
"Aku dengar kau ditunjuk menjadi pewaris bisnis keluarga?" Tanya Declan sembari menikmati makan malam mereka.
"Untuk itu aku harus segera mencari suami yang bisa menjalankan bisnis itu, aku tidak begitu menyukai bekerja di perusahaan. Kupikir kau akan cocok, apa kau tidak tertarik? Lucy bertanya balik dan menunggu reaksi pria itu.
"Aku tidak suka harus berurusan dengan mafia. Maaf jika kau merasa tersinggung, tapi kau tahu pasti alasannya." Jawab Declan dengan lembut menyentuh jemari Lucy yang mengenakan gelang emas tipis dengan inisial namanya.
Lucy terlihat jengkel dan menarik tangannya yang disentuh oleh Declan. "Mafia telah menjadi hal yang biasa di negara ini, lebih baik kau kembali ke asalmu jika tidak ingin berhubungan dengan mereka. Apa kau tidak suka dengan keributan?"
"Hanya pada hal-hal yang akan membuat aku kehilangan seseorang dan merasa was-was berada dimanapun. Aku tidak suka membuat orang terdekatku ketakutan karena harus bertemu dengan musuh-musuhku." Kata Declan mengakui kecemasannya akan hal tersebut.
Lucy terdiam sejenak ketika mendengar ucapan pria itu. "Untuk pria yang dituduh membunuh orang tuanya, kau tidak tampak seperti seseorang yang hanya menghabiskan waktumu dengan membaca buku dirumah. Kau sangat kejam ketika berhadapan dengan rekan-rekan bisnismu. Apakah aku salah?"
"Aku hanya sedang memegang kendali atas nasibku sendiri. Dan seorang pimpinan harus kejam jika tidak ingin dipermainkan." Ucap Declan sembari mengupas kulit udang dan meletakkan diatas piring milik Lucy.
Lucy menatap jemari Declan yang begitu terampil dalam melakukan kegiatannya mengupas udang. "Itulah yang ayahku lakukan. Bersikap kejam kepada musuh-musuhnya demi membuat diriku dan Serena aman."
"Kita bisa terus berhubungan ketika kau menikah nanti" ucap Declan sembari menyuapi udang dimulut wanita itu.
"Menjalin affair denganmu? wah, Declan. Kau benar-benar sangat menjijikkan. Lebih baik kau keluar sekarang, karena aku sudah sangat muak denganmu" usir Lucy sembari berjalan ke pintu dan membukanya lebar.
Declan bangkit dan berdiri cukup dekat dengan tubuh Lucy. Ia bisa melihat kilatan rasa marah dari mata wanita itu. "Apakah kau yakin tidak ingin menjalin affair denganku, Lucy?"
"Sialan kau, Declan" sahut Lucy yang melayangkan tinjunya kearah pria itu tapi berhasil ditahan.
Declan sangat suka melihat wanita itu jika sedang marah. Lucy terlihat sangat seksi ketika marah seperti api yang menyala. "Kau benar-benar sangat suka menggunakan tinjumu ini. Sudah cukup kau meninjuku saat terakhir kali kita bertemu."
"Pergilah sebelum aku menendang bagian paling berharga milikmu" gumam Lucy dengan tajam.
Declan mencium bibir Lucy tapi ditepis oleh wanita itu sehingga mengenai pipinya. Kemudian pria itu berjalan ke pintu. "Sampai jumpa lagi, Lucy."
"Aku tidak akan pernah bertemu- "
"Pasti" ucap Declan memotong ucapan wanita itu.
Lucy melihat mobil pria itu menghilang dengan deru mesin yang sengaja ia kencangkan untuk menarik perhatiannya. Ia merasa sangat terhina oleh pria itu dan Lucy berharap dia benar-benar menikah dan menjalin hubungan affair dengan pria itu.
Ini apakah akan menjadi akhir dari segalanya bagi mereka berdua? Katanya dalam hati. Lucy tidak ingin mempercayainya. Declan akan menjadi satu-satu pria yang akan menikah dengannya. Ia akan memastikan hal itu.