Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan yang Mengusik
Saat tiba di toko, Alice merasa heran karena toko masih terkunci. "kok masih tutup? apa aku kepagian?"
Tak lama kemudian, Dewi datang dengan senyuman cerah. "Al, kamu udah datang dari tadi? Ngapain jongkok di sana?"
Alice mendongak dan tersenyum kecil. "Tumben telat, Wi?"
"Hehe, tadi aku B*B dulu, jadi telat deh!" sahut Dewi sambil nyengir.
Siang hari tiba, dan Dewi mengajak Alice untuk makan siang. "Al, kamu mau makan apa?"
Alice yang masih lelah hanya menjawab seadanya. "Terserah, Wi. Sama aja sama yang kamu beli."
"Okay, baby!" balas Dewi sambil tertawa, kemudian berlalu pergi untuk membeli makan siang.
Saat itu, seorang pelanggan masuk ke toko. "Permisi, saya mau cari binder, ada?"
Alice, yang awalnya fokus pada pekerjaan, menatap orang tersebut. "Oh, ada, mau binder yang kayak apa?" Namun saat Alice melihat wajah orang itu, detak jantungnya tiba-tiba melonjak.
"e-em, binder ukuran besar, Al," jawab pria itu pelan.
Mata Alice terbelalak. "A-Alvaro?" gumamnya pelan, mulutnya terasa kaku.
"iya, ini aku," jawab Alvaro sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
Alice tergagap, berusaha mengendalikan pikirannya yang melayang. "c-cari binder ya? tunggu bentar," ucapnya sambil cepat-cepat mencari barang yang diminta Alvaro.
Di balik etalase, Alice bergumam dalam hati. "astaghfirullah, kenapa harus ketemu dia di sini lagi sih? Mana jantung gue udah nggak bersahabat banget dari tadi."
"ini, pak. Harganya enam puluh lima ribu," ucap Alice sambil menyodorkan binder.
Alvaro terdiam sejenak, kecewa dengan sikap dingin Alice yang seperti nggak mengenalinya. Ia pun mengeluarkan uang seratus ribu dan menyerahkannya tanpa bicara lebih lanjut.
"Ini uangnya, ambil aja kembaliannya," ujar Alvaro, lalu segera berlalu pergi tanpa menatap Alice lagi.
Alice terdiam, bingung. "m-makasih," ucapnya pelan, merasa aneh dengan perubahan sikap Alvaro yang tiba-tiba dingin.
Ketika Dewi kembali, ia melihat ekspresi Alice yang tampak kesal. "Kenapa, Al? Kok kayak kesel gitu? Siapa yang bikin kamu bete?"
"oh, nggak kok Wi," jawab Alice sambil cemberut, "cuma tadi ada orang yang nyebelin banget."
Dewi yang baru balik dengan makanan di tangan, langsung duduk di samping Alice dengan tatapan penasaran. "Nyebelin gimana? Jangan-jangan cowok ganteng lagi?"
Alice berusaha menyembunyikan senyum kecutnya, tapi gagal. "Ah, sudahlah. Bukan masalah penting. Yuk, makan aja, udah laper banget."
Dewi melirik ke arah Alice sambil meletakkan makanan di meja. "Hmm, curiga nih. Biasanya kalau kamu bilang 'nggak penting,' justru ada sesuatu. Ayolah, spill dikit dong, siapa yang bikin kamu kesel?"
Alice hanya menghela napas panjang sambil menyentuh dahinya. “Kalau aku cerita, pasti kamu bakal ketawa deh. Pokoknya dia—" Alice berhenti sejenak, menimbang-nimbang apakah harus lanjut cerita atau tidak. "Dia cowok yang udah bikin hidup aku berantakan sejak kemarin."
Dewi langsung menegakkan tubuhnya, penuh semangat. "Ha! Udah kuduga! Siapa dia, Al? Jangan bilang kamu ketemu jodoh!"
Alice mencibir dan menggigit bibirnya, berusaha tetap tenang. "Bukan jodoh, Wi. Justru orang yang pengen aku lupakan, tapi tiba-tiba nongol lagi. Kayak hantu aja.”
Mendengar itu, Dewi malah tertawa kecil. "Wah, seru nih. Jadi gimana rasanya? Ketemu si hantu ganteng?"
Alice terdiam sebentar, menatap makanan di depannya dengan pikiran berkelana. Jantungnya masih terasa berdegup kencang sejak pertemuan tadi. "Serasa mau meledak," gumamnya pelan, "dan aku bener-bener nggak tahu harus gimana."
Dewi menyengir. "Hmm, sepertinya ceritanya lebih dari sekedar cowok nyebelin. Ayolah, kasih tahu detailnya nanti setelah makan. Aku penasaran berat nih!"
Alice tersenyum tipis sambil menatap temannya. "Oke, nanti habis makan. Siap-siap ketawa ya."
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor