Ada sebuah legenda yang mengatakan jika penguasa dunia akan bangkit kembali. Saat fenomena aneh membentang memenuhi langit. Dan naga abadi terbangun dari tidur panjangnya. Dia pasti kembali dari tempat persembunyiannya setelah ratusan ribu tahun meninggalkan dunia.
***
Ratusan ribu tahun berlalu begitu saja. Legenda yang telah menjadi sebuah cerita dongeng perlahan menjadi kenyataan. Hingga, bayi laki-laki kecil di temukan tanpa busana terbuang di bawah pohon yang telah membeku di ujung Utara. Yang selalu di sebut tempat terdingin di dunia. Seorang pemburu bersama anaknya yang masih berusia sepuluh tahun, menemukan bayi kecil itu kemudian membawanya pulang. Mereka memberinya nama Lie Daoming. Dan menjadikannya anak angkat. Selama sepuluh tahun, kehidupan mereka sangat tenang dan damai. Hingga pembantaian dan penculikan membuat Lie Daoming harus kehilangan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penghasilan
Di perjalanan kembali, Ying An menyimpan sebagian uang yang telah mereka dapatkan di saku terdalam yang ada di lapisan kedua bajunya. Semenjak mereka melewati gang kedua dari desa. Beberapa mata telah mengintai dari kejauhan. Meskipun begitu, dia telah menyisakan sebagian uang untuk dia bawa di kantung uang dan di gantung di pinggangnya.
"Apa kakak sudah memiliki wanita yang kakak inginkan?" Daoming memandang kakaknya dengan tatapan penuh harapan.
Ying An tersenyum sedikit malu. "Nanti, jika ada wanita yang kakak suka. Aku pasti akan memberitahu mu terlebih dulu," saut Ying An yang langsung merangkul pundak adiknya. Belum sempat dia melanjutkan kata-katanya. Beberapa orang terbang dari setiap arah datang menghadang di hadapan mereka berdua. "Daoming. Apa pun yang terjadi jangan pernah memperlihatkan kekuatan mu," berbisik pelan di telinga adiknya.
"Baik."
"Tuan-tuan, apa ada yang bisa saya dan adik saya bantu?" ujar Ying An yang berusaha untuk tetap tenang.
Daoming mulai waspada karena melihat niat buruk dari keempat orang yang baru saja datang menghadang.
"Aku lihat kamu dan adik mu baru saja mendapatkan banyak uang. Bukankah sudah seharusnya kamu membayar uang arak untuk kita," ujar salah satu pria dengan sayatan di salah satu matanya.
"Benar. Anak muda. Kita semua juga ingin merasakan memiliki banyak uang," saut pria dengan otot besar dan kekar menyembul di kedua lengannya. Suara seraknya itu cukup menekan targetnya.
Dua dari keempat orang itu ada yang membawa pedang, sedangkan dua orang lainnya membawa kapak besar. Mereka preman yang selalu menjarah hasil penjualan dari setiap orang yang memiliki penghasilan cukup bagus. Saat ada orang yang melawan, mereka tidak segan menghajar hingga targetnya tidak bisa berdiri lagi. Meski mereka tidak akan membunuhnya tapi kecacatan permanen bisa targetnya alami.
Ying An yang sudah sering mendengar tentang mereka berdua tentu tidak ingin masalah menjadi semakin besar. Dia hanya ingin bisa segera kembali tanpa harus melawan. Tanpa berpikir lagi Ying An langsung memberikan kantung uang yang ada di pinggangnya. Dia melemparkan kearah pria dengan sayatan di salah satu matanya.
Pria yang menerima kantung uang miliknya langsung membuka dan melihat berapa banyak uang yang mereka dapatkan. Pria itu tersenyum dengan seringaian puas. "Ini sudah cukup. Anak muda kamu cukup dermawan," ujarnya. "Ayo kita pergi," dia memimpin teman-temannya untuk kembali ketempat persembunyian mereka untuk berpesta.
Ying An tersenyum lalu menarik tangan adiknya yang terlihat penuh kemarahan. Adiknya itu berhenti dengan tatapan tajam menuju kearah empat orang yang sudah berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. "Daoming ayo kita pergi."
"Kenapa kakak memberikan uang hasil penjualan kita? Aku harus mengambilnya kembali," Daoming berusaha melepaskan genggaman tangan kakaknya yang sangat kuat.
"Jangan. Kita harus segera kambali, ayah pasti sudah pulang berburu. Biarkan mereka mengambilnya," menarik kuat tangan adiknya. Dia harus menggunakan tenaga dalamnya hanya agar adiknya bisa ia tarik paksa. Kekuatan Daoming seperti kekuatan beberapa orang dewasa yang tidak bisa dia atasi hanya dengan kekuatan biasa.
Daoming mulai tenang kembali, setelah dia menarik nafas untuk beberapa kali. "Aku akan memaafkan mereka untuk kaki ini saja," ujarnya dengan perasaan tidak terima. Namun dia harus mendengarkan apa yang kakaknya katakan.
Ying An melihat adiknya sudah tenang kembali langsung melanjutkan perjalanan mereka. Mereka berdua harus menempuh perjalanan dua jam lebih hanya untuk menjual hasil buruan di pasar yang selalu mereka datangi. Hanya pasar itu yang selalu ramai dan di datangi banyak pelancong dari luar daerah. Desa mereka ada di bagian paling ujung dari kota Zailan. Kota kecil yang masih bagian dari tempat terdingin di ujung Utara. Dan desa tempat mereka tinggal hanya ada dua puluh kepala keluarga yang mendiami.
Setelah satu jam berlalu, mereka akhirnya sampai di padang es beku. Hampir satu mil jauhnya semua pasang rumput yang telah membeku menjadi es terlihat begitu indah membentang di hadapan mereka berdua. Daoming menendang salah satu rumput yang telah beku hingga menjadi kepingan salju yang indah saat terkena cahaya matahari sore.
Ada legenda yang mengatakan jika ribuan tahun yang lalu, pertempuran para dewa membuat langit murka. Hingga membuat tempat paling hangat di dunia menjadi tempat terdingin di dunia. Semua membeku dalam hitungan detik hingga saat ini. Tidak ada yang tahu apakah legenda ini benar atau tidak. Namun di tempat ini semua orang bisa menyaksikan danau, hutan, padang rumput, juga beberapa pemukiman yang telah di selimuti es yang sangat tebal.
"Daoming kita harus segera kembali," teriak kuat Ying An yang melihat adiknya berlari di salah satu jalur padang es yang mengarah ke jalur berbeda. Setiap mereka sampai di tempat itu, Daoming selalu saja menuju ke arah itu. Meski dia tidak pernah melanjutkan langkahnya saat sampai di salah satu pohon besar dengan es bergelantungan di setiap dahannya. Ying An berjalan mendekat karena adiknya tidak merespon panggilannya. Dia melihat adiknya diam dengan tatapan penuh kesedihan dan kerinduan. "Daoming, kenapa kamu selalu berhenti di tempat ini. Kamu sendiri tahu jalan ketempat ini harus melewati ribuan rumput yang telah membeku seperti jarum runcing yang tertanam di tanah."
Daoming menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu. Kakak, saat aku melihat pohon ini. Aku selalu merasa ada kekuatan yang menarik tubuh ku dengan kuat. Namun saat aku sudah ada di sini. Rasanya aku ingin menangis dengan kencang," ujarnya menatap kearah kakaknya yang sudah ada di sebelahnya.
"Jika kamu menyukai tempat ini. Kita bisa berhenti untuk beberapa saat setiap kita pergi ke pasar. Kakak tidak akan mencegah mu lagi," kata Ying An menepuk pelan pundak adiknya.
Daoming tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. "Baik. Kakak aku ingin pulang," ujarnya dengan suara yang sudah mulai berubah.
"Iya. Kita harus melanjutkan perjalanan lagi," saut Ying An. Setelah adiknya melangkah pergi. Dia mengikuti adiknya dari belakang. Saat dia sudah cukup jauh dari pohon itu dia melirik pohon itu sebentar lalu meneruskan jalannya kembali.
Setelah melewati padang es mereka berdua harus melewati sungai beku yang membentang jauh. Hingga akhirnya mereka sampai di bukit salju yang menjadi tempat pembelah desanya dengan dunia luar. Jalur kecil yang ada di sebelah bukit salju menjadi jalur utama untuk keluar masuk desa. Di jalur masuk desa ada enam penjaga yang selalu siap untuk menghentikan orang luar masuk.
"Ying An sudah pulang," ujar pak tua Tio menyapa dengan ramah. "Doaming, apa kamu mendapatkan uang banyak hari ini?"
"Tuan Tio, aku dan kakak ku mendapatkan banyak uang. Tapi semua sudah hilang," ujar Doaming dengan kesal.
"Apa kalian di rampok?" pak tua Tio langsung memutari tubuh dua orang yang ada di hadapannya. Dia cukup khawatir dengan keselamatan pemuda dan adiknya itu.
"Kami baik-baik saja. Hanya saja uang hasil berjualan kami telah di ambil," saut Ying An santai.
"Benar-benar kurang ajar. Seharusnya kalian mengajak Ying Gui saat berjualan. Jika dia ikut pergi semua uang pasti akan aman," ujar pak tua Tio yang menyayangkan kejadian yang telah berlalu.
"Tuan kami pergi dulu. Ayah pasti sudah menunggu di rumah," Ying An memotong pembicaraan mereka. Dia hanya merasa jika dia terus menyauti ucapan pak tua Tio. Dia dan adiknya akan di tahan untuk berbicara lebih banyak lagi.
"Benar. Kalian harus kembali untuk beristirahat," saut pak tua Tio yang membiarkan mereka pergi.
Ying An dan Daoming langsung bergegas kembali ke rumah untuk menemui ayah mereka. Saat ini ayah mereka pasti sudah ada di rumah setelah berburu dua hari tanpa pulang kerumah.