Di jantung kota Yogyakarta, yang dikenal dengan seni dan budayanya yang kaya, tinggal seorang wanita muda bernama Amara. Dia adalah guru seni di sebuah sekolah menengah, dan setiap harinya, Amara mengabdikan dirinya untuk menginspirasi siswa-siswanya melalui lukisan dan karya seni lainnya. Meski memiliki karir yang memuaskan, hati Amara justru terjebak dalam dilema yang rumit: dia dicintai oleh dua pria yang sangat berbeda.
Rian, sahabat masa kecil Amara, adalah sosok yang selalu ada untuknya. Dia adalah pemuda yang sederhana, tetapi penuh perhatian. Dengan gitar di tangannya, Rian sering menghabiskan malam di kafe-kafe kecil, memainkan lagu-lagu yang menggetarkan hati. Amara tahu bahwa Rian mencintainya tanpa syarat, dan kehadirannya memberikan rasa nyaman yang sulit dia temukan di tempat lain.
Di sisi lain, Darren adalah seorang seniman baru yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan tatapan yang tajam dan senyuman yang memikat, Darren membawa semangat baru dalam hidup Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon All Yovaldi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 _ Momen Tak Terduga dan Perubahan Arah
Setelah malam yang penuh pemikiran di ranjangnya, Amara merasa bahwa hidupnya mulai berputar. Dia merasakan beban berat di hatinya, terutama saat harus berhadapan dengan Rian dan Darren di sekolah. Rian yang mulai menjaga jarak dan Darren yang semakin dekat, membuat semuanya terasa rumit.
Di sekolah, Amara berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran. Namun, setiap kali melihat Rian, rasa canggung itu muncul lagi. Dia mengingat betapa bahagianya mereka saat merayakan ulang tahunnya. Kini, rasa itu terasa menjauh.
Saat istirahat, Amara duduk di bangku taman, berusaha menenangkan diri. Teman-teman sekelasnya mulai berdatangan, termasuk Lila.
“Mara, kamu kenapa? Kok kelihatannya mikir banget?” tanya Lila sambil duduk di sebelahnya.
“Gak tahu, Lila. Aku cuma… bingung,” jawab Amara, menghela napas panjang.
“Rian dan Darren, mereka… kayak bikin aku terjebak dalam situasi yang gak nyaman.”
Lila mengangguk, seolah mengerti.
“Mungkin kamu harus jujur sama mereka. Gak baik lho kalau kamu terus-terusan pusing mikirin ini.”
Amara mengangguk, tapi rasa takut masih menggelayuti pikirannya.
“Iya, aku tahu. Tapi gimana kalau salah satu dari mereka tersakiti?”
“Kadang, untuk mencapai sesuatu yang baik, kamu harus berani ambil risiko. Cinta itu memang rumit, Mara,” Lila memberikan semangat.
Setelah istirahat, Amara menuju kelas dengan perasaan campur aduk. Di kelas, Darren sudah menunggu.
“Hey, Mara! Gimana tadi?” tanyanya dengan senyuman.
“Eh, hi! Tadi sih seru-seru aja,” jawab Amara sambil berusaha tersenyum kembali. “Kamu sudah siap buat tugas kelompok?”
Darren mengangguk. “Siap! Ayo kita kerjakan di kafe nanti, biar lebih santai.”
Rian yang baru datang, mendengar percakapan mereka. “Kalian mau ke kafe? Bolehkah aku ikut?” tanyanya, suaranya terdengar sedikit canggung.
Amara merasa hatinya bergetar. “Tentu saja, Ri! Semakin ramai semakin seru!” jawabnya dengan semangat, meskipun dalam hati ada perasaan tegang.
Setelah kelas, mereka bertiga pergi ke kafe yang terkenal dengan kopi dan kue lezatnya. Amara mencoba menyeimbangkan perhatian antara Rian dan Darren. Di satu sisi, dia ingin menunjukkan kepada Rian bahwa dia peduli, tapi di sisi lain, dia tidak ingin mengecewakan Darren.
Di kafe, suasana terasa hangat dengan aroma kopi yang menyegarkan. Darren dan Rian mulai mengobrol tentang musik, topik yang membuat mereka lebih akrab. Amara hanya mendengarkan, mencoba menikmati momen tersebut. Namun, saat dia mengalihkan perhatian, pandangannya bertemu dengan Rian yang menatapnya serius.
“Mara, kamu suka musik gak?” tanya Rian, tiba-tiba mengalihkan perhatian Amara.
“Eh, suka! Aku suka dengerin lagu-lagu pop,” jawab Amara, sedikit terkejut. “Kenapa?”
“Gak apa-apa, cuma pengen tahu. Aku dan Darren berencana nonton konser akhir pekan ini. Mau ikut?” Rian menawarkan dengan nada yang lebih bersahabat.
Amara merasa tertegun. Nonton konser bersama Rian dan Darren? Ini bisa jadi momen yang bagus untuk menghabiskan waktu bersama. “Boleh! Aku mau ikut!” sahutnya bersemangat.
Darren tersenyum. “Mantap! Kita bakal seru-seruan bareng!”
Setelah memesan makanan dan minuman, obrolan mereka semakin mengalir. Amara merasa semakin nyaman, tetapi tetap merasakan ketegangan di antara keduanya. Kira-kira apa yang dipikirkan Rian? Kenapa Darren terlihat begitu antusias?
Setelah mereka selesai makan, tiba-tiba Rian pergi ke toilet. Kesempatan ini membuat Amara ingin mengonfirmasi sesuatu kepada Darren. “Darren, tentang Rian… Dia baik-baik aja kan?” tanya Amara dengan hati-hati.
“Dia baik, tapi aku ngerasa ada yang berubah,” jawab Darren, terlihat serius. “Aku cuma ingin kamu bahagia, Mara. Jangan sampai kamu terjebak di antara kami.”
Amara terdiam, merasakan kepedihan yang dalam. “Aku gak mau menyakiti kalian berdua. Ini sulit.”
“Kadang, kamu harus memilih yang terbaik untuk dirimu. Aku yakin kamu tahu apa yang kamu inginkan,” kata Darren, menguatkan Amara.
Saat Rian kembali, suasana kembali ceria. Mereka mengobrol tentang konser yang akan datang, dan Amara merasa semakin bersemangat. Namun, di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang terus mengganggu.
---
Keesokan harinya, saat pelajaran olahraga, suasana semakin konyol. Mereka bermain sepak bola, dan Amara melihat Rian dan Darren saling berkompetisi. Rian dengan penuh semangat mengejar bola, sedangkan Darren tidak mau kalah. Amara tertawa melihat kehebohan mereka.
Tapi di tengah permainan, Rian tiba-tiba terjatuh. Amara berlari ke arahnya. “Ri! Kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan cemas.
Rian mengangguk sambil tersenyum, meskipun jelas terlihat kesakitan. “Iya, cuma terpelosok sedikit. Jangan khawatir!”
Amara merasa lega, tetapi saat itu Darren datang mendekat. “Hey, jangan maksa dia, Mara. Biarkan dia istirahat,” katanya dengan nada sedikit menggebu.
Amara merasakan ketegangan di antara mereka. “Aku cuma khawatir, Darren,” jawab Amara, berusaha tenang.
Rian melihat ke arah mereka berdua. “Ayo, kita lanjut bermain. Jangan bikin suasana jadi tegang,” ujarnya, mencoba meredakan situasi.
Setelah berolahraga, mereka semua merasa lelah. Saat berkumpul di taman, Rian mendekati Amara. “Eh, Mara. Setelah konser, kita mau kemana?” tanya Rian dengan tatapan penuh harap.
Amara merasa bingung. “Mungkin kita bisa nonton film atau jalan-jalan?” usulnya, berusaha mempertahankan suasana positif.
“Setuju! Aku setuju sama yang Mara bilang!” Darren menambahkan, mengangguk antusias.
Malam konser tiba. Amara merasa berdebar-debar saat mereka sampai di venue. Suasana ramai dan penuh semangat. Rian tampak bersemangat, sedangkan Darren memandang dengan antusias. Amara berusaha menikmati momen ini, meskipun hatinya sedikit terbagi.
Konser berlangsung meriah. Musik menggema dan penonton bersorak, menciptakan atmosfer yang tak terlupakan. Amara merasakan semangat yang mengalir dalam dirinya. Namun, di tengah semua kesenangan itu, dia tidak bisa berhenti memikirkan Rian dan Darren.
Setelah konser berakhir, mereka semua berfoto bersama. Tertawa dan bersenang-senang, Amara merasa momen ini begitu berharga. Rian merangkulnya dan berkata, “Mara, terima kasih sudah ikut! Hari ini luar biasa!”
Amara tersenyum lebar. “Iya, aku juga senang bisa bareng kalian!”
Saat mereka pulang, Amara berusaha menahan perasaannya. Di dalam mobil, Rian duduk di sampingnya, dan Darren di belakang. Pembicaraan mereka penuh gelak tawa dan keceriaan.
Di saat-saat itu, Amara merasa terjebak di antara dua hati. Rian yang selalu ada di sisinya dan Darren yang memberikan sensasi baru dalam hidupnya. Dia harus memikirkan apa yang sebenarnya diinginkannya.
Setibanya di rumah, Amara merasa tidak sabar untuk menulis di jurnalnya. Dia ingin mencurahkan semua perasaannya dan menjelaskan kebingungannya. Dengan pensil di tangan, dia mulai menulis.
“Setiap momen yang aku lewati dengan Rian dan Darren, bikin aku makin bingung. Tapi, satu hal yang pasti, aku gak bisa terus-terusan bersembunyi dari perasaanku. Suatu saat, aku harus memilih antara dua hati yang menginginkanku,” tulisnya dengan penuh semangat.
Malam itu, Amara memutuskan untuk tidur lebih awal. Dia tahu besok adalah hari yang baru dan dia harus lebih tegas dalam menghadapi perasaannya. Keduanya pantas mendapatkan jawaban yang jelas dari dirinya.
Dengan pikiran yang berputar, Amara meremahkan matanya, berharap bisa menemukan jalan keluar dari kebingungannya. Bagaimanapun, hidup ini adalah tentang membuat pilihan, dan dia bertekad untuk menemukan jalannya sendiri, meski jalan itu penuh dengan rintangan.
---
Amara menutup matanya, memikirkan semua momen yang telah dilewati. Dia tahu, apapun yang terjadi, dia akan terus berjuang untuk cinta dan persahabatan. Dia akan memilih dengan bijaksana dan berani. Dia siap menghadapi tantangan yang akan datang, dan berharap bisa menemukan kebahagiaan yang selama ini dia cari.
...----------------Happy Reading--------------- ...
Iiini Parah kan...... Buat yang baca Jangan Goyah ya Hatinya Cukup satu aja🥹🤣
#Jangan ya dek ya
Oke Lanjut Part Berikutnya 😂😂😂
semangat berkarya../Determined//Determined//Determined/