Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga
"Kakek, apa tidak masalah aku ikut denganmu ke rumah ini?" tanya Denis begitu kagum dengan rumah besar bak istana raja itu.
Dalam hati kecil Denis ia sungguh tak menduga jika keluarganya benar-benar orang terkaya juga terpandang di kota itu.
"Memangnya kenapa? Siapa yang melarang mu datang ke sini? Ini rumah Kakek, rumahmu juga," sahut Tuan Jaya sambil tertawa renyah.
Ia hendak berjalan, tapi dicegah Denis yang merasa tak nyaman pada keluarga yang lain. Terutama pada sepupu yang calon istrinya menikah dengan dia.
"Eh, tunggu, Kek! Bukankah semua keluarga tidak ada yang tahu tentangku? Jadi, lebih baik lain waktu saja memperkenalkan aku pada mereka," pinta Denis memegang tangan sang kakek.
"Kenapa?" tanya Tuan Jaya menatap cucunya itu.
"Kakek tahu sendiri, aku bukanlah siapa-siapa. Hanya gelandangan yang tidak punya rumah juga orang tua. Apa mereka akan mempercayaiku begitu saja?" ucap Denis mencari alasan.
Tuan Jaya manggut-manggut mengerti, situasi saat ini masih belum memungkinkan membawa Denis masuk ke dalam keluarganya sendiri. Perebutan harta dan kursi CEO masih panas dan semua orang merasa berhak untuk mendudukinya.
"Ya, kau tenang saja. Untuk saat ini tidak ada siapapun di rumah kecuali aku. Mereka semua tidak tinggal di sini. Jadi, kau aman untuk saat ini. Ayo!" ajak Tuan Jaya seraya berjalan mendahului.
Semua orang sedang berpesta di hotel, merayakan pernikahan Raditya dengan gadis asing yang sudah dihamilinya. Denis mengekor di belakang sang kakek sembari menelisik setiap sisi rumah. Ada banyak pelayan dan pengawal yang berdiri menyambut mereka.
Sebagian mencibir Denis karena bekas luka di wajahnya itu, tapi dia tetap tak acuh dan bersikap seperti Denis biasanya. Denis yang dingin dan angkuh, berkuasa tak tertandingi. Tidak ada yang bisa memerintahnya kecuali dia sendiri.
Kakek mengumumkan secara resmi siapa Denis pada semua pengawal dan pelayan yang ada di rumahnya. Serta meminta mereka untuk merahasiakan keberadaannya sampai waktu yang tak bisa ditentukan.
****
"Jika kau pulang di mana kau tinggal, Nak?" tanya sang kakek saat Denis berpamitan hendak pulang.
Untuk saat ini dia tidak bisa menetap di rumah kakeknya itu. Ada banyak hal yang harus dia lakukan, terlebih gadis itu menawarinya untuk tinggal bersama.
"Aku sudah terbiasa hidup sendiri, Kek. Aku menyewa sebuah rumah kecil di kota ini. Untuk sementara waktu, aku akan tinggal di sana," jawab Denis.
Kakek menepuk-nepuk punggung tangan cucunya itu, memaklumi keputusannya. Lagi pula, tidak bagus jika Denis ikut tinggal di rumah tersebut. Ada banyak orang yang mengincar nyawanya, dan Kakek tahu itu.
"Ya sudah. Apa kau memiliki pekerjaan? Simpan ini untukmu, gunakan saja untuk memenuhi keperluanmu." Kakek memberikan sebuah kartu kepada Denis, tapi ia tidak memerlukannya.
Semua kebutuhan hidup sudah terpenuhi. Dia adalah CEO dari perusahaan yang tak kalah besar dari perusahaan keluarganya di kota itu meski tak banyak orang yang tahu.
"Untuk saat ini aku sungguh tidak memerlukannya, Kek. Kebutuhanku sudah terpenuhi. Aku hanya meminta kepada Kakek untuk tetap menjaga kesehatan dan berhati-hati. Sepertinya ada yang mengincar nyawa Kakek," ucap Denis berbisik di ujung kalimat.
Kakek tertegun, memang untuk sekarang dia tidak dapat mempercayai siapapun selain asisten pribadinya sendiri. Semua pengawal dan pelayan yang ada, belum tentu memihak kepadanya.
"Kakek tenang saja, aku akan mengirim beberapa orang kepercayaanku untuk menjaga Kakek ke mana pun Kakek pergi. Hanya dengan begitu aku akan merasa tenang," ujar Denis seolah-olah dia mampu melakukan itu.
Kakek tambah terkejut, menatap lekat wajah sang cucu yang begitu berbeda. Dia tidak terlihat biasa, hati kecil Kakek bergumam dan menyakini bahwa Denis bukan orang sembarangan.
****
Sore itu, Denis pergi meninggalkan kediaman Mahendra dan kembali ke apartemen miliknya. Berbaring di atas ranjang yang empuk, melepas penat yang seharian menggelayuti dirinya. Namun, semua terbalas dengan pertemuan antara dirinya dan dua orang luar biasa.
"Kemari lah!" titahnya pada Haris melalui sambungan telepon.
Tanpa menunggu lama, pemuda itu datang ke kamar Denis. Tak perlu menunggu dibukakan pintu karena ia memiliki cadangan.
"Ada apa?" tanya Haris ikut membanting tubuh di kasur Denis.
"Kau tahu apa yang terjadi padaku hari ini?" Denis menatap langit-langit kamar sambil menghela napas.
"Kau menemukan hal baik?" tanya Haris menjadikan sebelah tangannya sebagai tumpuan.
"Dua," sambar Denis sambil tersenyum membayangkan wajah gadis yang baru saja menjadi istrinya, serta Kakek yang menemukannya.
"Apa itu?" Haris penasaran.
"Aku menikah," jawab Denis santai.
"Apa?" Haris terlonjak duduk, terkejut mendengar pengakuan itu.
Denis berjengit, sedikit terkejut melihat reaksi asistennya.
"Kau menikah? Siapa yang kau nikahi? Kenapa tidak memberitahuku? Ingat, Denis, kau tidak mengenal siapapun di kota ini selain aku," cecar Haris dengan dada kembang kempis karena rasa terkejutnya.
Denis tersenyum, berpaling tak acuh darinya.
"Sudah. Istriku," sahut Denis lagi masih dengan sikapnya yang tenang.
"Istri?" Mata Haris melotot lebar.
"Wanita mana yang kau nikahi, Denis? Jangan sembarangan. Di kota ini banyak orang yang bermuka dua," ujar Haris yang kembali menjatuhkan diri di kasur. Melepas sesak yang beberapa saat menghimpit rongga dada.
"Aku tidak tahu, dia mengajakku ke kantor pencatatan pernikahan dan kami menikah di sana," beritahu Denis sambil tersenyum membayangkan wajah gadis manis itu.
"Apa?" Lagi-lagi Haris tersentak, melotot pada Denis karena sudah sembarangan.
"Kau!"
"Dia juga mengajakku untuk tinggal bersama di rumahnya Minggu depan. Aku minta padamu, sewakan aku rumah yang kecil untuk sementara aku tinggali. Dia tidak mengetahui siapa aku," ucap Denis tanpa rasa bersalah sama sekali.
Haris berdecak, meremas sprei kesal. Bisa-bisanya Denis percaya pada orang yang baru saja dia kenal.
"Kau yakin? Bagaimana jika dia adalah orang suruhan mereka?" ujar Haris membuka mata Denis agar tersadar bahwa banyak orang yang mengincar nyawanya.
Denis mendelik malas, lagi pula dia sudah menemukan kakeknya.
"Kau akan tahu saat melihatnya nanti. Sekarang, cepat carikan rumah untukku. Ingat, yang kecil, yang sederhana." Denis menatap tajam Haris. Ia khawatir laki-laki itu akan menyewakan rumah yang besar untuknya.
"Baik, baik. Akan aku carikan sesuai permintaan Anda, Tuan. Lalu, hal baik kedua?" Haris tersenyum dipaksakan.
Denis tercenung, mengingat pertemuannya dengan sang kakek.
"Aku bertemu kakek," jawabnya dengan suara pelan.
Haris mengedipkan mata tak percaya. Di kota sebesar itu, begitu mudah menemukan tuan Jaya. Rasanya tak mungkin. Banyak orang mengatakan bahwa laki-laki tua itu sudah lama tidak terlihat semenjak kepergian anak pertamanya.
"Kau serius? Secepat itu?" tanya Haris benar-benar tak percaya.
Denis mengangguk, menoleh pada Haris dengan senyum di wajahnya. Senyum yang Haris sendiri jarang melihatnya.
"Kau tahu kakek yang aku tolong malam itu?" Denis mengingatkan.
Haris mengernyit, kemudian melebarkan mata.
"Jangan-jangan dia ...."
"Tepat! Dia kakekku." Denis menjentikkan jari.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......