Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persekutuan dan Strategi
Bab 7: Persekutuan dan Strategi
Malam itu, langit di atas Desa Arandell dipenuhi bintang-bintang yang tampak lebih cerah dari biasanya. Namun, suasana di dalam pondok besar tetap tegang. Kael, Liora, Finn, dan Pak Thalion duduk mengelilingi meja kayu besar bersama Elara dan beberapa penjaga desa lainnya.
Elara membuka pertemuan dengan suara tegas. “Kalian semua di sini bukan karena kebetulan. Morvath telah memulai langkah terakhirnya, dan jika kita tidak bertindak sekarang, ibu kota akan jatuh.”
Kael mengangguk. “Eldrin mengatakan hal yang sama. Tapi bagaimana kita bisa menghentikan pasukan sebesar itu? Mereka memiliki Obsidian Core.”
“Benar,” Elara menanggapi, matanya menyipit. “Obsidian Core adalah ancaman terbesar. Tapi ada cara untuk menghancurkannya.”
Liora yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Bagaimana caranya? Kita bahkan tidak tahu di mana Morvath menyimpan kristal itu.”
Elara mengeluarkan sebuah peta kuno dan membentangkannya di atas meja. “Ini adalah peta jalur bawah tanah menuju benteng Morvath. Jalur ini hanya diketahui oleh segelintir orang, termasuk Eldrin dan aku. Jika kita bisa menyusup ke sana dan menghancurkan Core sebelum Morvath menggunakannya, kita punya kesempatan.”
Pak Thalion mengerutkan dahi. “Menyusup ke benteng musuh? Itu misi bunuh diri.”
“Tapi itu satu-satunya cara,” Elara menegaskan. “Jika kita menyerang langsung, pasukan kita akan musnah. Kita butuh strategi.”
Rencana Berisiko
Mereka menghabiskan berjam-jam mendiskusikan detail rencana. Kael akan memimpin tim kecil yang terdiri dari dirinya, Liora, Finn, dan Elara untuk menyusup melalui jalur bawah tanah. Sementara itu, Pak Thalion dan penjaga desa lainnya akan memimpin pasukan untuk membuat pengalih perhatian di gerbang utama benteng.
“Aku tidak suka meninggalkan kalian,” kata Pak Thalion dengan nada berat. “Tapi aku tahu kalian bisa melakukannya.”
Kael menepuk bahu pria tua itu. “Kita akan bertemu di sisi lain.”
Elara memberikan mereka masing-masing jimat pelindung yang memancarkan cahaya lembut. “Ini akan melindungi kalian dari sihir Morvath, setidaknya untuk sementara.”
Finn memandangi jimat itu dengan skeptis. “Apa ini juga bisa melindungi dari pedang?”
Elara tersenyum samar. “Tidak, tapi itu akan membuatmu lebih cepat menghindar.”
Menuju Benteng Morvath
Malam berikutnya, mereka berangkat. Perjalanan melalui jalur bawah tanah jauh lebih menantang daripada yang mereka bayangkan. Dinding-dinding sempit dan udara lembab membuat mereka sulit bernapas. Namun, semangat mereka tetap tinggi.
“Kau tahu,” kata Finn, mencoba mencairkan suasana. “Kalau kita selamat dari ini, aku akan menceritakan kisah ini di setiap pesta.”
Kael tertawa kecil. “Aku akan pastikan kau punya cerita yang bagus.”
Liora tersenyum tipis. “Aku hanya ingin kita semua selamat.”
Saat mereka mencapai sebuah ruang besar di dalam terowongan, Elara menghentikan langkahnya. “Kita hampir sampai,” bisiknya. “Di balik pintu itu adalah ruang utama benteng.”
Kael merasakan detak jantungnya semakin cepat. “Kau siap?”
Elara mengangguk. “Kita tidak punya pilihan lain.”
Pertempuran di Jantung Benteng
Mereka mendorong pintu besar itu dengan hati-hati, memasuki ruang yang dipenuhi dengan cahaya ungu gelap yang berasal dari Obsidian Core di tengah ruangan. Di sekelilingnya berdiri beberapa penjaga berzirah hitam, siap bertarung.
“Cepat, kita harus menghancurkannya!” teriak Elara.
Kael dan Finn menyerang penjaga sementara Liora dan Elara mencoba mendekati Core. Pertarungan berlangsung sengit. Kael menggunakan pedang Aether untuk melawan sihir gelap yang dilontarkan para penjaga. Finn, meski kalah dalam ukuran, menggunakan kecepatan dan kelicikan untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Namun, saat mereka mendekati Core, sosok tinggi dengan jubah hitam muncul dari bayangan. Morvath.
“Berani sekali kalian datang ke sini,” katanya dengan suara dingin. “Tapi kalian terlambat.”
Elara tidak membuang waktu. Dia menyerang dengan tombaknya, tetapi Morvath dengan mudah menghindar dan melontarkan bola api gelap ke arahnya. Liora menembakkan panah, tetapi sihir Morvath membuatnya terpental.
Kael maju, menghadapi Morvath secara langsung. Pedang Aether bersinar terang, seolah merespons kehadiran musuh bebuyutannya.
“Pedang itu tidak akan menyelamatkanmu,” ejek Morvath.
“Kita lihat saja,” balas Kael dengan tegas.
Pertarungan antara Kael dan Morvath berlangsung sengit. Setiap serangan Morvath dibalas dengan serangan balik yang tak kalah kuat. Namun, Kael tahu dia harus bertindak cepat.
“Elara, sekarang!” teriak Kael.
Elara melompat ke arah Core, menusukkan tombaknya ke kristal tersebut. Cahaya terang memancar, menghancurkan Core dan membuat seluruh ruangan bergetar.
Morvath berteriak marah sebelum menghilang dalam kepulan asap hitam.
Kemenangan Pahit
Dengan Core hancur, benteng mulai runtuh. Mereka berlari secepat mungkin keluar dari ruangan, kembali ke jalur bawah tanah. Saat mereka akhirnya keluar ke permukaan, mereka melihat benteng Morvath runtuh ke tanah.
Pak Thalion dan pasukan lainnya bergabung dengan mereka, membawa kabar baik bahwa musuh telah mundur.
“Kalian melakukannya,” kata Pak Thalion dengan bangga.
Kael tersenyum lelah. “Kita melakukannya bersama.”
Namun, di balik kemenangan itu, Kael tahu bahwa ancaman belum sepenuhnya berakhir. Tapi untuk malam ini, mereka bisa merayakan.