Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Apa Yang Terjadi Pada Ningrum?)
"Syaratnya ke manapun mas Benny pergi bersama Ningrum, mas Benny harus mengajakku dan aku harus duduk di kursi depan," kata Luna.
"Mama tidak masalah sama sekali, Luna, yang terpenting bagi Mama, kalian mau menemani Ningrum periksa dan membuatnya sejenak melupakan rasa sakitnya," ucap Retno.
"Kalau kamu bagaimana, Mas? Setuju tidak sama persyaratanku?" tanya Luna.
"Kalau aku sih bagaimana baiknya sajalah," balas Benny.
"Oke. Kalau begitu, nanti sore kita pergi bersama ke mall untuk menjemput adik kesayanganmu itu," ucap Luna setengah menyindir.
Benny mengangguk pasrah, "Baiklah.."
Dalam hati sebenarnya Luna tak menyukai dengan keputusan mama mertuanya yang seenaknya menyuruh suaminya untuk menemani Ningrum periksa tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.
Namun, Luna tak memiliki pilihan selain harus mengizinkan suaminya. Itu sebabnya ia mengajukan persyaratan seperti tadi kepada suaminya dengan harapan tak akan ada celah lagi bagi suaminya dan adik iparnya untuk menjalin hubungan terlarang mereka lagi.
*
Sesuai kesepakatan, setelah Benny mengantar Retno pulang ke rumah, sore harinya ia lalu mengajak Luna untuk pergi menemui Ningrum yang saat ini masih berada di salah satu pusat perbelanjaan.
"Ayok, Lun," ajak Benny sesaat setelah keduanya sampai di tempat tujuan.
"Kamu mau masuk ke dalam mall sana terus nyusul adikmu, gitu?" tanya Luna bernada tak suka.
Benny mengangguk, "Iya. Ningrum menyuruhku untuk menemuinya di cafe-"
"Pergilah sana. Jemput kekasihmu itu!" ucap Luna dengan suara tinggi.
Benny melongo mendengarnya, "Aku.. aku suruh Ningrum sajalah untuk kemari," ucapnya kemudian.
Benny lalu kembali masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi kemudi.
"Kenapa tak jadi?" tanya Luna berpura-pura.
Benny menggelengkan kepala. "Tak apa." jawabnya sembari mengulas senyum tipis.
Tak lama setelah Benny menghubungi Ningrum, munculah adiknya itu dari dalam pusat perbelanjaan.
"Tuh adikmu. Keluarlah dan jemputlah dia," tunjuk Luna menggunakan dagunya.
"Ningrum hafal dengan mobilku biar dia kemari sendiri. Lagian dia juga sudah besar, tak perlu aku menjemputnya ke sana," kilah Benny.
Luna tersenyum miring sambil menatap sinis ke arah Benny, "Kalau tak sedang bersamaku, kemungkinan besar kamu pasti akan keluar dari dalam mobil seperti yang kamu lakukan tadi dan langdung berlari mendekati wanita centil itu," cetusnya.
Benny mengusap wajahnya sembari menghela nafasnya panjang, "Tahu begini, lebih baik kita tak usah saja kemari," sesalnya.
"Memangnya kamu bisa menolak permintaan mamamu, hah?" ketus Luna. "Tidak kan?"
Benny seketika diam. Ia tak menjawab maupun membantah ucapan Luna.
Tok tok tok.
"Bukain pintu sebelah, Mas," ucap Ningrum dari balik kaca jendela.
Tanpa bicara apapun, Benny langsung menuruti perkataan Ningrum.
Klek.
Betapa terkejutnya Ningrum saat ia melihat sosok Luna yang tengah duduk di dalam mobil Benny sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kamu?! Mau apa kamu kemari?" tanya Ningrum bernada tak suka.
"Aku-"
"Aku kan tadi sudah bilang padamu kalau aku punya janji dengan Luna sore ini. Karena kamu terus-terusan memintaku untuk menemanimu periksa, akhirnya aku ajak saja Luna untuk menjemputmu," sahut Benny.
Ningrum berdecak kesal, "Lebih baik aku pergi sendiri saja," ucapnya kecewa.
"Oh ya sudah kalau begitu, silahkan saja kamu pergi. Aku sama mas Benny mau lanjut jalan-jalannya, bye.. bye.." sahut Luna. Ia tersenyum senang sambil melambaikan tangan kanannya ke arah Luna.
"Aku ikut!" Ningrum buru-buru membuka pintu mobil belakang dan menghempaskan pantatnya di kursi.
Luna memutar malas kedua bola matanya sambil memalingkan wajahnya ke depan.
"Dasar perusak suasana." gumamnya sembari menutup kembali pintu mobil.
"Apa? Tadi kamu bilang apa?" tanya Ningrum kepada Luna.
"Ehem.. kamu mau periksa di klinik mana, Ning?" sahut Benny. Ia sengaja menyela agar tak ada lagi pembicaraan berlanjut antara Ningrum dengan Luna.
"Ke kliniknya dokter Ardi yang ada di jalan xx." jawab Ningrum.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju ke klinik kandungan langganan Ningrum.
Di sepanjang jalan menuju klinik, tak ada sepatah katapun yang keluar dari ketiganya. Mereka semua diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kalian di sini saja biar aku masuk sendirian," kata Ningrum sesampainya mereka di klinik kandungan.
"Dih siapa juga yang mau ikut masuk ke sana," cibir Luna.
Ningrum menghembuskan nafasnya kasar, "Kamu ya-"
"Ning, cepatlah sana masuk. Keburu antriannya panjang nanti." sela Benny pada kalimat yang belum sempat dilanjutkan Ningrum.
Dengan sedikit kasar, Ningrum menutup pintu mobil Benny sebelum ia melenggang masuk ke dalam klinik.
"Semenjak mas Benny bersama si lampir itu, sikap dan ucapannya jadi ikutan menyebalkan." gerutunya sembari berjalan.
Di dalam klinik, Ningrum langsung menuju ke tempat pendaftaran untuk mendaftarkan namanya. Kebetulan keadaan klinik pada sore hari terlihat sepi jika dibandingkan dengan saat di pagi hari, jadi Ningrum tak perlu mengambil nomor antrian karena pasien yang datang tak sebanyak seperti di pagi hari.
"Ibu Ningrum," panggil seorang perawat setelah hampir satu jam Ningrum menunggu.
"Ah akhirnya." gumamnya.
Ningrum melangkah masuk ke dalam ruangan serba putih yang di dalamnya terdapat layar besar yang digunakan sang dokter untuk melihat hasil pemeriksaannya.
"Selamat sore, Bu Ningrum. Silahkan duduk, Bu," sapa sang Dokter.
Ningrum tersenyum sembari mendudukkan pantatnya di kursi, "Sore, Dok. Maaf sebelumnya ya, Dok, saya masih single dan belum punya anak, jadi bisakah Dokter memanggil saya dengan nama saja?" tegurnya dengan hati-hati.
Sang Dokter terkekeh, "Ah maaf, Mbak, kalau ucapan saya ada yang salah," ucapnya tak enak hati.
"Tak apa, Dok,"
"Baiklah, Mbak Ningrum yaa. Ada keluhan apa, Mbak?"
"Begini, Dok, saya sering sekali merasakan nyeri di perut bagian bawah dan saat nyeri itu timbul, rasanya saya seperti mau pingsan saking tak tahannya. Kadang juga keluar darah yang baunya aneh dari anu saya padahal tidak sedang haid," jelas Ningrum.
"Mari kita USG dulu ya, Mbak, untuk mencari hal janggal yang terjadi di dalam perut Mbak," ujar sang Dokter.
Ningrum menurut begitu saja. Ia lantas naik ke atas ranjang dan berbaring di sana. Di sebelah Ningrum ada seorang perawat perempuan yang membantunya mengangkat sedikit bajunya ke atas untuk mempermudah pekerjaan sang Dokter.
"Kita UGS dulu ya.. semoga saja hasilnya tidak seperti yang saya pikirkan," kata sang Dokter sembari mengoleskan sesuatu berbentuk gel di atas perut Ningrum.
Mendengar pernyataan sang Dokter, raut wajah Ningrum seketika berubah. "Memangnya apa yang Dokter pikirkan? Apakah ada hal buruk yang terjadi pada saya, Dok?" tanyanya.
"Kita periksa saja dulu ya," ucap sang Dokter.
Saat alat USG berputar-putar di atas perut Ningrum dan hasil pemeriksaan terlihat di layar, ekspresi sang Dokter mencuri perhatian.
"Saya baik-baik saja kan, Dok?" tanya Ningrum, tak sabar.
"Ada sesuatu yang berada di rahim Anda, Mbak," kata sang Dokter.
"Hah? Se- sesuatu?"
_