Kendati Romeo lebih tua belasan tahun, dengan segudang latar belakang militer, dia masih bersedia menikahi Ansela, yang kala itu masih duduk di bangku SMA.
Tapi tentunya, ini diikuti dengan beberapa kesepakatan. Berpikir bahwa hubungan mereka tidak mungkin bertahan lama, mengingat perbedaan usia mereka. Alih-alih suami dan istri, mereka sepakat untuk seperti kakak-adik saja.
Setidaknya, itulah yang dipikirkan Romeo! hingga ketika tahun berlalu, dunianya berahkir jungkir balik.
••
Dia mendapati, bahwa Ansela adalah seseorang yang paling dia inginkan, dan paling tidak bisa dia gapai, meski gadis itu disisinya.
Dengan tambahan persaingan cinta, yang datang dari sahabatnya sendiri, yang kepada dia Romeo telah berhutang nyawa, ini hampir membuatnya kehilangan akal.
“AKU BUKAN KAKAKMU! AKU SUAMIMU.”
••
Baca perjuangan sang Kapten, di tengah sikap acuh tak acuh sang Istri. ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Your Aunty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Hingga ketika mereka sampai di kediaman Romeo, Ansela merasa rumah itu terlalu besar. Ini dikarenakan dia telah tinggal lama seorang diri, di Apartemen. Tapi begitu, dia merasa siap untuk menyambut kehidupan baik, dari rumah yang besar.
"MAMI!! PAPI!!"
Teriakan itu membuat Hana dan Beni, turun dari lantai dua. Melihat Romeo tidak sendiri tapi bersama dua lainnya, khususnya calon menantu mereka, keduanya senang bukan main.
"Astaga, ini pasti Ansela kecil." Ujar Hana.
"Halo Tante, halo Om!" Sapa Ansela sesopan mungkin.
Melihat ini, Hana semakin gemas saja. Terakhir kali dia berkunjung ke tempat Ansela, gadis itu masih kelas tiga SMP, sementara kini sudah kelas tiga SMA. "Loh, kok tante sama om sih? Mami dong, sama Papi." Ujar Hana.
"Mi, ...." Peringat Romeo, karena posisi mereka yang masih dekat pintu masuk. Karena kalau tidak dihentikan, tidak bisa dibayangkan, seberapa lama mereka akan terus berdiri.
"Eh iya, ayo masuk." Ujar Hana.
Saat masuk, Ansela melihat Jordan lebih tunduk daripada Romeo. Pria itu menyalami kedua orang tua sahabatnya itu dengan sopan, dan memanggil mereka dengan panggilan yang sama dengan Romeo. Membuat Ansela merasa, mereka lebih seperti saudara daripada sahabat.
Di dalam, mereka duduk sebentar di ruang tamu, sebelum berpindah ke ruang makan. Hana memang sudah sengaja menyiapkan banyak menu, karena bersiap akan kedatangan Ansela.
"Jadi bagaimana, kalian sudah sepakat dengan hal ini?" tanya Hana, yang menatap Ansela.
Sementara Ansela, dia menatap Romeo. Berharap pria itu saja yang akan menjawab Ibunya, yang nampak cukup cerewet itu. Karena bagi Ansela, Hana terlalu berenergi, untuk dia yang energinya pas-pasan.
"Kan sudah bilang kemarin dari telepon Mi."
Hana mendengus, "Mami tidak bertanya padamu!" Lagi-lagi Romeo merasa serba salah. Padahal jelas sekali pertanyaan tadi ada kata ‘kalian!’
"Ya begitu saja Tan, eh, maksudku Mi. Tidak ada masalah apapun."
Jordan yang mendengar ini, sebenarnya cukup terkejut. Terkejut dengan mudahnya hubungan antara Romeo dan Ansela. Selain perbedaan usia yang jauh, juga ada status mereka saat ini. Yakni Ansela yang masih seorang pelajar sementara Romeo seorang Kapten angkatan laut. Entah bagaimana mereka bisa mengatasi hal itu, seolah bukan masalah besar, pikir Jordan.
Melihat kepasrahan dan kepatuhan hati Ansela, Hana menjadi tidak senang kepada Putranya.
PLAK.
"Mi, ada apa?" beo Romeo, yang tiba-tiba dipukul oleh Hana.
"Kau ini, … sudah tua, jelek pula! beruntung Ansela mau menikahi mu. Tapi kau bahkan pelit untuk membuat pesta. Seharusnya pesta pernikahan kalian dirayakan sebesar-besarnya."
Mendengar ini, dahi Ansela berkerut. Bahkan walaupun ini pernikahan selamanya, dia juga tidak mau membuat pesta besar-besaran. Membayangkan dia akan menyalami semua tamu, ... Oh, yang benar saja.
Romeo yang akan menjawab, kalah cepat dengan Ansela. "Tidak Mi, ini permintaanku juga. Saat ini, aku masih belajar. Kalau soal pesta, itu bisa menyusul nanti kapan saja."
Romeo yang mendengar ini, sedikit tidak enak hati. Karena rencana pernikahan tanpa pesta itu adalah permintaan sepihaknya, tapi Ansela malah membela dengan mengatakan itu permintaan-nya juga. Padahal tidak pernah didengarnya, Ansela mengatakan hal itu.
Beni yang sedari tadi diam, akhirnya membuka mulut. "Itu benar Hana, sudah ... jangan menakuti anak-anak dengan ide pestamu itu."
Hana memanyunkan bibirnya. Jordan yang melihat itu tertawa, tapi segera mendapatkan bagiannya.
"Kau juga Jordan! sudah tua juga, bukannya menikah malah sibuk bekerja. Dua tahun lagi, lewat usia tiga puluh lima, kau tidak akan tertolong."
Jordan meringis mendengar ucapan tak berhati Hana. Namun karena sudah sejak SMA bersahabat dengan Romeo, dan sering menumpang tinggal disini, Jordan sudah terbiasa. Setidaknya, Hana tidak memperlakukan dia berbeda dengan Romeo. Dia akan disayangi dan dimarahi dengan cara yang sama.
Ini membuat Jordan yang sudah yatim piatu sejak sekolah menengah pertama, menjadi sangat bersyukur dengan rumah keduanya ini.
"Iya Mi, sabarrr ...."
"Sabar! sabar! jangan terlalu pemilih. Selama dia wanita baik-baik, di gas saja. Atau jangan-jangan, kau mau yang muda juga, seperti Ansela?"
"Ehh, eh, eh, ...." Jordan mengangkat tangannya, melambai tak enak hati, apalagi pada Ansela.
"Mami," panggilan bernada rendah datang dari Romeo.
Tapi Hana, segera meluruskan ucapannya. "Bukan, seperti itu. Ansela jangan salah paham. Maksud Mami, siapa tahu, Jordan dan Romeo ingin membuat klub pemilik Istri muda, jadi Ansela bisa membantu mencarikan Hehehe ...."
Sungguh, Hana adalah salah satu orangtua paling konyol yang pernah Ansela lihat.
•••
“Sela yakin tidak mau ikut Mami ke arisan?" Tanya Hana yang entah sudah berapa kali. Pertanyaan ini bermaksud agar dia bisa mengajak Ansela, dan memperkenalkan calon menantunya itu kepada teman-temannya.
Hana tidak malu sama sekali, meski usia Ansela masih sangat muda. Dia sudah mengembangkan perasaan kasih sayang, sejak gadis itu masih kecil. Kekerabatan antara dirinya dan Nenek Ansela yang sudah pergi, benar-benar ada di dalam hatinya.
Memang dirinya dan Beni-lah, yang termasuk terlambat menikah, dan baru memiliki Romeo diusia senja.
Sementara Ansela, dia hanya bisa menggeleng kecil sambil tersenyum.
"Mi, kami akan pergi berbelanja!" Sambung Romeo. “... dan ini sudah akan pergi.”
Mendengar ini, Hana teralihkan dan menjadi bersemangat. "Benarkah? apa itu belanja cincin dan baju untuk pernikahan?"
Romeo mengangguk. Membuat Hana semakin bersemangat, "Haruskah Mami menemani kalian?"
"No, no! biar kami saja. Lagipula Mami kan harus ke arisan. Kalau Mami ingin, besok kan masih ada sesi foto." Romeo tadinya tidak ingin apapun selain pemberkatan pernikahan. Namun entah kenapa dia tiba-tiba berubah pikiran, hingga memutuskan mengambil sesi foto prewedding. Berharap itu akan menjadi sesi foto keluarga sekaligus. Karena dia percaya, Ansela akan tetap menjadi bagian keluarga mereka, bahkan ketika perpisahan terjadi.
Hana berdecak kecil, sebelum setuju. "Baiklah, kalian berdua berhati-hati di jalan."
"Baiklah, kami pergi." Ujar Romeo, yang memberi gestur persilahkan pada Ansela.
Tapi kerutan timbul di dahi Hana, manakala dilihatnya Jordan juga ikut dari belakang.
"Loh, Jordan kok kamu ikut?"
"Aku sopir hari ini!"
"Ahh, … baiklah, tapi jangan terlalu dekat dengan calon pengantin. Katanya pamali."
Jordan mengangkat alis tidak mengerti.
"Ya, katanya pamali. Karena nanti yang bertiga akan menjadi orang ketiga."
Jordan dan Romeo sontak saling memandang, sebelum pecah dalam tawa ringan. "Ayolah Mi, tidak mungkin. Ansela sudah seperti adik kecil bagiku."
"Bagi kami, tepatnya." Sambung Romeo.
Mendengar ini Hana, tidak senang. "Romeo, tidak bisa menganggap Ansela sebagai adik. Kalian harus belajar saling mencintai mulai sekarang, sampai panggilan Kakak Ansela padamu berubah."
Mendengar ini suasana menjadi canggung seketika. Ditambah lagi eksperesi Hana yang mulai mengeras. Tapi beruntung, Ansela berhasil menanganinya. Dia melangkah mendekati Hana, dan mengambil tangan calon ibu mertuanya itu.
"Mami jangan khawatir, kami akan baik-baik saja. Lagipula, aku memanggil Kak Romeo, Kakak, karena nyaman saja."
Senyuman lembut dan ketenangan Ansela, benar-benar menenangkan Hana.
"Oh astaga, baiklah. Maafkan Mami. Sudah, kalau begitu kalian hati-hati dijalan.”
•••
At Mall.
Bukan hanya sesekali, tapi hampir sepanjang jalan Jordan menatap Romeo dengan tidak percaya. Ditangan kiri kapten itu ada tas berwarna ungu, cardian dengan warna yang sama, serta se-cup kopi susu milik Ansela.
Dia telah melihat Romeo dengan barisan mantannya, tapi tidak pernah melihat pria itu seperti ini. Bahkan pada Daisy, yang kata Romeo merupakan cinta terbesarnya pun masih tidak pernah dilihatnya.
Tapi kini dengan Ansela, gadis delapan belas tahun, yang memang kalau bicara kecantikan bisa diadu. Belum lagi usianya yang masih muda, benar-benar membawa energi segar.
Tapi Jordan yakin, ada lebih dari kecantikan yang pasti membuat sahabatnya itu setuju. Karena kalau bicara perjodohan, Jordan adalah saksi, berapa kali Hana mencoba menjodohkan Romeo. Bahkan lebih dari itu, dia juga pernah coba-coba dijodohkan Ibu sahabatnya itu.
Tapi sama seperti dia yang tidak mau, Romeo juga tidak mau. Dan jika Romeo mau, maka tidak ada yang bisa memaksanya. Jadi Jordan sangat penasaran pada sosok Ansela, yang membuat Romeo begitu berkompromi.
“Ini dia toko cincinnya." Ujar Romeo.
Ketiga mereka masuk bersama-sama, dan langsung disambut. “Mari, selamat datang." kata pramuniaga toko. “... Ada yang bisa kami bantu?”
Belum menjawab, Romeo merangkul pundak kecil Ansela, "Ayo, lihat ... mana yang kau sukai.*
Ansela melihat dengan teliti. Dia tidak suka sesuatu yang nampak berlebihan, tapi juga tidak suka yang terlalu sederhana. Sejujurnya, dia tidak menemukan yang spesial sekali.
"Kakak saja, aku terserah." Jawab Ansela setelah cukup lama melihat.
Menghadapi hal ini, Romeo merasa kebingungan. Jadi dia mencoba sekali lagi, "Kenapa kakak? Pilihan kakak tidak akan sebagus pilihanmu. Jadi pilih yang menarik hatimu. Jangan khawatir soal apapun."
Romeo mengingatkan, jika saja Ansela tidak bisa memilih, karena khawatir soal harga.
Tapi Ansela malas untuk berdebat. Jadi dia mengalihkan pada wanita pramuniaga, "Bagaimana menurutmu, mana yang paling bagus?"
Berucapkan ini, semua yang mendengar langsung menjadi canggung dibuat. Masalahnya ini adalah pembelian cincin pernikahan, bukan cincin hadiah.
Jordan menangkap perubahan tekanan aura datang dari Romeo, jadi dia memutuskan mengambil alih. "Eh, begini, kalau mau, bagaimana kalau Kakak yang pilihkan?”
Menerima tawaran baik ini, Ansela segera tersenyum, “Ide bagus. Tolong, langsung saja Kak.”
Romeo memperhatikan semua ini dalam diam, dan sedikit ketidaksenangan, yang dia tidak mengerti kenapa.
Sementara Jordan, berusaha memilih dengan hati-hati. Tapi dia mulai dan mengakhiri hanya dengan bentuk.
"Apa bentuk kesukaanmu Sela?"
"Persegi panjang."
Hanya butuh satu pertanyaan itu, dan Jordan langsung memilih. "Ini saja, Berlian persegi panjang dengan lingkaran kecil dari emas putih."
Jordan menatap Romeo dengan arti, sebelum akhirnya menatap Ansela. "Bisa Kakak lihat jari tanganmu?"
Ansela mengangkat tangannya. Tanpa menyentuh, Jordan langsung menebak, "berikan ukuran nomor 5."
Pramuniaga yang melayani akhirnya salah paham. Melihat ketepatan Jordan, dikiranya pria itulah calon Pengantin. Sementara Romeo, dianggap sebagai Kakak mempelai perempuan.
Pramuniaga itu mengambil cincin yang diminta, tapi kali ini dia tidak kembali hanya dengan itu. Dia juga kembali dengan beberapa cincin pasangan untuk pengantin pria.
"Silahkan Tuan, dilihat dulu. Tapi saya menyarankan model yang ini, karena mirip dengan model untuk cincin wanita."
Jordan yang di sodorkan cincin itu sedikit terkejut. Dia menatap Romeo, yang masih memasang wajah datarnya. "Kau pilih saja!" Kata Romeo akhirnya.
Walaupun merasa canggung, Jordan benar-benar memilihkan untuk Romeo. Dia memilihkan yang benar-benar bagus, dan karena kebetulan lingkar jari mereka juga sama, jadi tidak ada perbincangan lebih.
Sepanjang proses itu, Ansela hanya duduk dengan tenang, sambil sesekali menyeruput teh susu-nya. Romeo yang baru saja ada dalam perasaan tidak baik, dengan seketika tertular ketenangan Ansela.
Kenapa aku berlebihan? lagipula ini hanya cincin. Pikirnya, yang bahkan tidak mengerti, kenapa dia harus merasa seperti itu.
Cincin akhirnya dipilih, kini giliran baju pernikahan yang akan dicari. Tapi karena itu hanya pemberkatan pernikahan biasa, maka Ansela hanya membeli sebuah dress putih polos selutut.
Sejujurnya Ansela sedang tidak puas.
Dia juga ingin memakai gaun yang cantik, bahkan jika ini hanya pernikahan sementara. Dia ingin gaun pernikahan dari desainer terkenal kalau bisa. Tapi ya, dia tidak punya pilihan.
Romeo memperhatikan dress yang diambil Ansela. Tampak terlalu sederhana dan tidak seperti gaya gadis itu, yang biasanya ramai. Jadi Romeo memastikan lagi, "Sela, apa kau yakin? dress itu terlalu polos, tidakkah kau mau melihat yang lain?"
Untuk apa melihat! Sebagus-bagusnya dress putih, itu tetap dress biasa. Bukan gaun pernikahan. Pikir Ansela masam. Jadi dia menolak, "tidak yang itu saja."
Romeo sedikit kesulitan sekarang. Bisa dilihatnya, Ansela tidak sungguh-sungguh memperhatikan dress itu. Hanya asal pilih saja. Belum lagi harga dress itu yang tidak seberapa, sangat mengganggunya. Bukannya sombong, hanya saja itu benar-benar terlalu murah untuk dipakai dalam pernikahan mereka.
Orang lain mungkin tidak bisa melihat perubahan ekspresi halus Romeo, tapi Jordan bisa.
"Ada apa?"
"Tidak apa." Romeo menggeleng. Walaupun dia tidak suka, tapi Ansela sudah menetapkan. Dia tidak mau memaksakan pendapatnya.
"Apa karena dress?" tanya Jordan tepat sasaran. Ini diketahuinya, karena mata sang sahabat, tidak bisa lepas dari dress itu.
Romeo yang terbaca, hanya menggeleng kecil. Tidak ingin hal itu terdengar oleh Ansela.
Mengerti bahwa itu adalah dalangnya, Jordan juga tidak bisa apa-apa. Karena jika itu yang diinginkan Ansela, mereka bisa apa? pikirnya. Ya, walaupun Jordan juga setuju, dress itu memang tidak terlalu cantik.
Sementara itu, Romeo yang tidak merasakan perubahan suasana hatinya. Merasa harus melakukan sesuatu. “Ayo belanja.”
Mendengar tawaran ini, Ansela mengangkat sebelah alisnya berpikir. Bukankah ini juga namanya sedang belanja! Lalu kalau Ini bukan belanja, lalu apa namanya?
"Lah, memangnya sekarang kita sedang mengemis?"
Jordan terkejut mendengar kefrontalan Ansela, dia sampai harus menutup mulutnya dengan kepalan, agar tawanya tidak lolos.
Sementara Romeo, dia mencoba setenang mungkin. “Bukan begitu. Ayo belanja hal-hal lainnya juga. Sepatu, tas, atau kalau bisa tambah lagi pakaianmu.”
Mendengar ini Ansela sedikit ragu-ragu, dan itu terlihat di wajahnya.
“Ada apa? kau tidak mau?” tanya Romeo.
Ansela menggeleng, dan menatap Romeo serius. "Apa Kakak yakin?"
selalu beda dari yang lain
tapi satu yang PASTI ceritanya selalu bagus