Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Meli dan selingkuhannya yang bernama Hasrul memasuki mobil. Terlihat Meli menggendong bayi yang terbalut selimut kecil.
"Kita harus cepat pergi dari sini sebelum ada orang lain yang menyadari kepergianku," kata Meli sembari melihat ke arah Hasrul.
"Tenanglah, aku sudah menyiapkan tempat untuk kita dimana hanya kita berdua saja yang tahu. Bahkan keluargaku saja gak tahu kalau aku punya rumah dan usaha di sana," sahut Hasrul yang membuat Meli senang mendengarnya.
"Benarkah? Kenapa gak dari awal kamu bilang? Kalau tahu kamu sudah menyiapkan segalanya dari awal, aku sudah pergi bersamamu sejak lama tanpa harus menunggu selama ini."
Hasrul yang sudah mengemudikan mobilnya melihat ke arah Meli sembari tersenyum.
"Aku juga belum lama membeli rumah itu, juga usaha toko sembako yang baru sebulan berjalan. Tapi hasilnya sangat cukup untuk kita hidup jauh dari keluarga."
"Darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli rumah dan memulai usaha? Itu membutuhkan uang yang gak sedikitkan?"
"Aku mengambil sertifikat rumah orang tuaku lalu menggadaikannya. Karena harga tanah dan bangunan di tempat orang tuaku sudah mahal, jadi uang yang ku dapatkan sangat banyak."
"Kamu menggadaikan rumah orang tuamu? Lalu bagaimana kalau mereka sampai di usir karena gak bayar tagihannya? Apa kamu gak kasihan sama mereka?"
Meli sungguh tak menyangka jika pria yang ia jadikan selingkuhannya ini cukup sadis. Sejahat-jahatnya Meli, ia tidak akan mengorbankan sesuatu yang menjadi tempat bernaung orang tuanya.
Apa lagi di rumah orang tuanya menyimpan banyak kenangan masa kecilnya bersama keluarga. Tentu sangat tidak mungkin ia berani menjual rumah penuh kenangan itu.
"Biarkan saja, salah mereka sendiri gak mau mengabulkan permintaanku untuk kasih uang yang banyak. Pada hal mereka punya usaha yang cukup maju," kata Hasrul dengan entengnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Meli hanya bisa menghela napas penjang mendengar apa yang di katakan pria di sampingnya. Mulai berpikir lagi apa keputusannya sudah tepat kabur seperti ini bersama Hasrul.
Sedangkan kepada orang tua kandungnya sendiri saja pria itu mampu berbuat nekat yang dapat menghancurkan perasaan. Bagaimana dengan dirinya nanti kalau sampai pria itu sudah bosan?
"Kenapa kamu membawa anak itu? Bukan kah kamu bilang akan meningggalkannya bersama suamimu."
Hasrul cukup kaget saat tahu Meli membawa bayi yang baru lahir itu. Sebab Meli sendiri yang bilang kalau dia tak mau repot mengurus bayi dan akan meninggalkannya bersama Andreas saja.
Tapi saat Hasrul datang dan meminta Meli bersiap. Wanita yang baru melahirkan itu justru mendekap anaknya yang sudah di balut selimut kecil, hingga hanya wajah bayi itu saja yang terlihat.
"Aku berubah pikiran, suamiku sangat menyebalkan. Dia harus merasakan bagaimana sakitnya kehilangan anaknya, dia akan merasakan penderitaan kalau anak kami ku bawa."
"Ya terserah kamu saja, aku juga akan menyayangi anak itu seperti anakku sendiri."
Keduanya diam dan mobil terus melaju semakin jauh meninggalkan pusat kota.
"Di mana tempat yang kamu maksud itu? Apa sangat jauh?" Tanya Meli penasaran.
"Di luar kota, tepatnya di kota B. Nama daerah Paguyup yang berbatasan langsung sama kota ini."
"Apa itu masih jauh lagi?"
"Sekarang kita di pinggiran kota, sekitar 1 jam lagi kita sampai perbatasan."
Meli mengangguk paham, ia sudah lelah duduk saja sejak tadi. Belum lagi bekas operasinya yang terasa mulai berdenyut sakit.
Saat mereka mulai memasuki perbatasan kota, bayi di dekapan Meli mulai bergerak gelisah. Tak lama bayi itu menangis karena merasa haus. Meli yang tak tahu harus berbuat apa kebingungan sendiri melihat anaknya menangis.
"Aduh! Gimana ini? Kok malah nangis sih, kita belum sampai ini."
Wanita itu malah menggerutu, bukannya menenangkan sang anak yang suara tangisannya semakin kencang.
"Coba kamu susu in, siapa tahu dia haus atau lapar," usul Hasrul sembari melihat ke arah bayi yang sedang menangis itu.
"Aku gak bawa susunya, dot nya ketinggalan di rumah sakit."
"ASI kamu dong, Mel."
"Gak ah, aku gak mau nanti penampilan aku jelek kalau menyusui langsung. Sedangkan hamil saja perut aku sudah jelek, banyak garis-garis hitamnya, di tambah lagi bekas sayatan operasi tadi malam."
"Trus itu gimana anak kamu? Kasihan dia menangis."
"Gak perduli lah, pokoknya aku gak mau kasih susu. Cari aja apotik trus beli susu sama dotnya."
Meli tetap berkeras tak mau menyusui anaknya yang semakin kencang menangis. Bahkan wajah bayi itu mulai memerah karena tangisnya.
Terjadilah perdebatan antara pasangan itu di dalam mobil. Hingga Hasrul kehilangan fokus dan hampir menabrak mobil lain yang melaju dari depan.
Hasrul banting stir hingga menabrak pembatas jalan. Karena mobil yang melaju kencang mengerem tiba-tiba di tambah tabrakan dengan pembatas jalan menyebabkan mobil itu terbalik.
Posisi bagian depannya menyangkut di pembatas jalan. Meli dan Hasrul yang tak memakai sabuk pengaman mengalami luka serius di bagian kepala dan tangan.
Apa lagi mobil yang menghantam keras saat terbalik. Meli berusaha memeluk anaknya se erat mungkin dan melindungi bayi itu, bagaimana pun juga ia tetap harus melindungi darah dagingnya.
Mobil yang hampir bertabrakan dengan mobil yang di tumpangi Meli langsung tancap gas tanpa memperdulikan apa yang terjadi.
Sedangkan bayi yang di dekap ibunya itu semakin menangis saja. Bahkan tangisannya terdengar semakin memilukan. Meli yang masih setengah sadar sedikit menggerakkan tangannya yang sakit untuk melonggarkan pelukannya.
Namun yang terjadi malah bayinya terjepit tanggannya yang satu lagi karena sudah tak bisa di gerakkannya.
Dalam diam dan kesakitannya Meli menyesali keputusan yang di ambilnya saat melihat wajah sang anak yang memerah karena terus menangis. Dalam hari terus berdoa agar ada orang yang datang menolong anaknya.
Hingga akhirnya datanglah seseorang di saat kesadaran Meli mulai hilang. Orang itu berusaha mengeluarkan bayi itu dengan hati-hati dan segera membawanya menjauh dari mobil.
Hingga tak lama terdengar suara ledakan yang sangat kencang dan suara kobaran api yang melahap mobil beserta isinya.
Andreas mengepalkan kedua tangannya erat dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Melihat apa yang tersaji di dalam rekaman yang tampil di layar laptopnya sungguh menguras emosi.
"Mungkin itu akibat dari apa yang kalian tanam selama ini. Yang satu selingkuh dan zina, yang satunya zina dan jahat kepada orang tua. Kalian langsung menuai akibatnya."
Andreas menyandarkan tubuhnya pada sofa sembari memejamkan matanya. Ia berpikir akan mulai mencari dari mana untuk menemukan anaknya.
Dan siapa yang akan lebih dulu ia cari, apakah penyelamat anaknya atau orang yang sudah mengabari tentang kecelakaan itu?
Pria yang sedang pusing itu masih belum menyadari kalau yang hendak di carinya hanya satu orang saja. Andreas tidak sampai berpikir ke arah kemungkinan itu karena pikirannya hanya di penuhi anaknya dan bagaimana keadaan anak bayi yang baru lahir itu sekarang.