Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Bab 7: Labirin Keputusasaan
Langkah-langkah kru bergema di lorong yang panjang dan sempit. Dinding-dindingnya terbuat dari batu hitam mengkilap yang terasa dingin saat disentuh. Cahaya biru samar dari monolit yang menyala di belakang mereka perlahan menghilang seiring mereka semakin jauh dari ruangan asal. Suasana semakin mencekam; tidak ada suara selain langkah kaki mereka dan napas yang tertahan.
Elena memimpin, pikirannya sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar: Apa yang menanti mereka di ujung jalan ini? Siapa, atau apa, penjaga pengetahuan itu? Namun, dia tahu satu hal pasti—tidak ada ruang untuk mundur. Keputusan telah diambil, dan mereka hanya bisa terus maju.
"Apakah kalian merasa… ini terlalu sunyi?" Kara berbicara pelan, suaranya memecah keheningan yang menekan.
Mark, yang berjalan di belakangnya, mengangguk setuju. "Ya, seolah-olah tempat ini mati. Tapi aku tidak percaya kita sendirian di sini."
Samuel, yang sedang memeriksa dinding dengan alat pemindai, tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Ada sesuatu di sini," gumamnya. "Dinding-dinding ini... mereka sepertinya bergerak. Perlahan-lahan, hampir tak terlihat."
"Bergerak?" Elena berbalik, wajahnya dipenuhi kebingungan.
Samuel mengangguk sambil menunjukkan hasil pemindaiannya. "Dinding ini tidak statis. Mereka berubah seiring waktu, seperti labirin yang terus berubah bentuk. Kita mungkin terperangkap di sini jika tidak hati-hati."
"Kita harus terus bergerak," kata Elena tegas. "Jika kita berhenti, dinding-dinding ini mungkin menutup jalan keluar kita."
Mereka melanjutkan perjalanan, tetapi suasana semakin menegangkan. Setiap belokan yang mereka ambil terasa asing, meskipun mereka telah memetakan jalur sebelumnya. Waktu tampak berjalan lambat, dan udara di lorong semakin dingin. Keanehan dari lingkungan ini mulai mempengaruhi mereka secara mental.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di persimpangan besar. Di hadapan mereka ada tiga jalan—semua tampak identik, tidak ada petunjuk yang jelas tentang mana yang harus diambil.
"Hebat," keluh Mark, memandang sekeliling dengan waspada. "Labirin tanpa tanda. Bagaimana kita bisa memilih?"
Samuel mengaktifkan lagi pemindainya, namun hasilnya tidak membantu. "Tidak ada petunjuk yang jelas. Tidak ada sinyal, tidak ada perubahan energi yang dapat kita deteksi."
Elena berpikir sejenak, lalu mendekati dinding di salah satu lorong, menyentuhnya dengan hati-hati. "Tempat ini seperti menguji kita. Ini bukan hanya soal menemukan jalan keluar. Ada sesuatu yang lebih besar di sini—mungkin ini bagian dari ujian yang disebutkan oleh suara di monolit."
"Ujian apa pun itu, kita harus cepat mengambil keputusan," kata Kara. "Jika kita terlalu lama di sini, kita mungkin terjebak selamanya."
Elena mengangguk, dan dengan tegas memilih lorong tengah. "Kita akan ambil jalan ini. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Tanpa ragu, kru mengikuti Elena, meskipun rasa waspada semakin kuat. Setelah berjalan beberapa meter, suasana lorong mulai berubah. Dinding-dindingnya tampak lebih hidup—pola-pola aneh berkilauan samar, seolah-olah menggambarkan adegan-adegan misterius dari masa lalu yang tidak dikenal.
Anya memperhatikan pola-pola itu dengan seksama. "Apa ini? Seperti... ingatan? Atau mungkin cerita?"
Samuel memiringkan kepala, memeriksa pola-pola tersebut. "Ini lebih dari sekadar hiasan. Sepertinya dinding ini menyimpan informasi. Mungkin ini bagian dari pengetahuan yang dijaga tempat ini."
Elena memperhatikan salah satu pola yang menggambarkan sekelompok makhluk tinggi dengan tubuh bersinar, mungkin para penjaga yang disebutkan sebelumnya. Mereka tampak melakukan ritual di sekitar monolit yang mirip dengan yang mereka temui di piramida. Cahaya biru dari monolit itu memancar, dan dalam adegan tersebut, makhluk-makhluk itu menghilang ke dalam cahaya, mirip dengan cara kru diangkut ke dimensi ini.
"Kita mungkin sedang menelusuri jejak mereka," bisik Elena. "Makhluk-makhluk ini, mereka adalah bagian dari misteri ini. Mungkin mereka adalah penemu monolit atau penghuni asli tempat ini."
Namun, sebelum mereka bisa menganalisis lebih jauh, terdengar suara gemuruh di belakang mereka. Dinding di persimpangan sebelumnya mulai bergerak, menutup lorong yang baru saja mereka lewati.
"Tempat ini berubah lagi," kata Samuel, suaranya tegang. "Kita harus bergerak lebih cepat."
Mereka mempercepat langkah, namun situasinya semakin rumit. Setiap lorong yang mereka lalui tampak sama, seolah-olah mereka berputar-putar tanpa arah yang jelas. Mark, yang tampak lebih cemas, akhirnya meledak. "Kita hanya berputar-putar! Tidak ada ujungnya!"
"Kita tidak bisa panik," kata Elena dengan nada tegas. "Labirin ini mencoba mengacaukan pikiran kita. Ini bukan hanya soal fisik, ini ujian mental. Kita harus tetap tenang."
Kata-kata Elena sedikit menenangkan tim, namun ketegangan tetap terasa. Semakin lama mereka berada di labirin ini, semakin sulit untuk tetap fokus. Setiap lorong yang mereka lalui terasa seperti ulangan dari lorong sebelumnya, dan rasa putus asa mulai merayap masuk.
Kemudian, saat mereka mencapai bagian lain dari lorong, dinding di sebelah kiri tiba-tiba bersinar terang. Cahaya biru dari monolit terpancar, membentuk portal lain—berkilauan di udara seperti yang mereka temui sebelumnya.
"Apa ini?" tanya Kara dengan suara penuh ketidakpercayaan. "Apakah ini jalan keluar lain?"
Samuel memeriksa alat pemindainya. "Ini sama seperti portal yang membawa kita ke sini. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Energinya lebih kuat."
Elena memandang portal itu dengan curiga. "Ini mungkin jalan keluar, tapi kita tidak bisa begitu saja melompat ke dalamnya. Bisa saja ini hanya tipuan lain dari tempat ini."
"Kita bisa kembali ke piramida atau... kita melanjutkan," kata Mark, sedikit putus asa.
"Kita sudah terlalu jauh untuk kembali," gumam Elena pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Dia memandang kru, melihat kelelahan dan ketakutan di wajah mereka, tapi juga tekad.
Portal itu berdengung dengan intensitas yang semakin meningkat, seolah-olah mendesak mereka untuk mengambil keputusan. Elena tahu bahwa di balik setiap pilihan, selalu ada risiko, tetapi juga kemungkinan.
"Kita tidak akan kembali," katanya dengan mantap. "Kita maju, apa pun yang terjadi."
Dengan penuh keberanian, Elena melangkah lebih dekat ke portal itu. Cahaya biru menyelimuti tubuhnya saat dia melangkah ke dalam, diikuti oleh anggota kru yang lain, satu per satu.
Ketika cahaya menyapu mereka, dunia di sekitar mereka berubah sekali lagi—tapi kali ini, tidak ada perasaan terangkat atau terputus. Mereka tetap sadar, dan ketika mereka keluar dari sisi lain portal, mereka berdiri di depan pemandangan yang benar-benar baru.
Mereka tidak lagi berada di dalam labirin batu yang gelap dan sempit. Di hadapan mereka terbentang hamparan dataran luas yang dipenuhi struktur-struktur geometris tinggi, berkilauan di bawah sinar bintang yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Udara terasa segar, dan suasana di sekeliling mereka jauh lebih terbuka dan menenangkan dibandingkan sebelumnya.
"Kita... di mana sekarang?" Anya bertanya, terpesona oleh pemandangan yang tak terduga ini.
Elena tidak bisa menjawab. Di kejauhan, mereka melihat sebuah bangunan besar berdiri tegak—sebuah menara raksasa dengan arsitektur yang mengingatkannya pada monolit, tetapi jauh lebih besar dan lebih kompleks. Itu adalah tujuan baru mereka.
"Apa pun ini, kita semakin dekat dengan jawabannya," kata Elena dengan penuh keyakinan.
Mereka semua tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, tetapi pemandangan di depan mereka memberi mereka harapan. Mereka telah keluar dari labirin kegelapan, tetapi jalan di depan mereka masih dipenuhi dengan misteri yang menanti untuk dipecahkan