Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sah
"Sah! Sah!" suara dari para saksi dan acara yang hanya dihadiri oleh keluarga inti terdengar begitu indah di telingaku, air mata ini tak terasa mulai menetes, aku tidak tau apa aku harus bahagia dan sedih. Bahagia karena mimpi untuk bisa bersama dengan yang dicinta menjadi nyata. Sedih, karena aku sudah dengan sengaja menjadi duri dalam rumah tangga orang lain, menjadi bagian dari hidup Pandu yang sudah memiliki Istri dan anak.
Entah apa yang akan terjadi nanti, kalau istrinya Pandu mengetahui pernikahan kami. Aku harus siap dengan konsekuensinya, karena ini pilihanku. Cinta sudah membutakan segalanya.
"Sayang, ada apa?" suara Pandu mengagetkanku dari lamunan, dia menatapku tak berkedip dan jemarinya mulai meraih tangan ini untuk digenggamnya.
"Tidak apa apa Mas, aku hanya masih belum percaya saja, kalau aku sudah menjadi istrimu." aku tertunduk menyembunyikan rona merah di wajah.
"Em, yang akhirnya sah. Selamat ya!" Tiba tiba Soni muncul di hadapan kami dengan membawa kotak terbungkus kertas kado warna biru di tangannya, senyumnya lebar seolah sengaja ingin meledek kami. Aku dan Pandu langsung beralih menatap sahabat kami itu dengan geli. Bagaimana tidak, Soni datang bersama istri ke tiganya yang bahkan usianya belum genap delapan belas tahun. Yang tidak tau pasti beranggapan wanita yang di samping Soni adalah adiknya.
" Akhirnya, ada yang mengikuti jejak ku juga." ejek Soni dengan wajah menyebalkan nya, Dan Pandu hanya menanggapi dengan senyuman manisnya. Dari dulu dia memang tidak berubah, pendiam dan tidak suka dengan basa basi.
" Perasaan aku tidak mengundang siapa siapa loh ini, kok kamu ada disini Son?" Balasku yang langsung di hadiahi tatapan kesal oleh Soni, matanya melotot ke arahku, mulutnya pun terlihat langsung menyebik tak suka. Kalau saja sekarang suasana tidak sedang ramai, pasti aku akan tertawa melihat perubahan wajah sahabatku itu.
" Tanya sama suamimu, dia yang mengundangku kesini, katanya butuh guru yang lebih profesional."
Pandu langsung ketawa mendengar jawaban konyol Soni.
Acara berjalan sebentar dan lebih tepatnya mirip pertemuan keluarga, karena hanya di hadiri sekitar lima belas orang. Yang penting bagi kami adalah sah nya hubungan kami. Satu persatu mereka meninggalkan acara, pulang kerumah masing masing. Pun dengan ibu mertuaku yang dari tadi nampak diam saja. Entahlah aku merasa beliau tidak begitu menyukaiku. Tapi aku berusaha untuk menampik perasaan yang tak enak ini, tak ingin merusak kebahagian ku dengan yang belum pasti benar, semoga hanya dugaan ku saja.
"Mama pulang dulu, kapan kamu jadi kembali ke Madiun?" mamanya mas Pandu menghampiri kami dan bicara sama anaknya tanpa mau menoleh sedikitpun ke arahku. Ah sepertinya perasaan ini benar, mama tidak menyukaiku.
" Besok pagi Ma. Malam ini aku akan menginap di sini." jawab mas Pandu biasa saja.
"Kamu sudah bicara dengan Risma Ndu? Mama harap kamu tidak menyesali keputusanmu ini, mama merestui kamu, karena mama percaya, anak mama akan bersikap adil dan tidak melakukan hal dzalim pada keluarganya setelah mendapatkan yang baru, yang belum tau seperti apa kualitasnya." deg, ucapan mama mampu membuat dada ini bertalu dengan kencang, pedas dan langsung membuatku ingin mengeluarkan kalimat pertanyaan apa maksud dari ucapannya. Namun mas Pandu seolah melarang ku dengan menggenggam tangan ini erat.
" Sudahlah Mah, percaya sama Pandu dan lama lama mama juga akan lebih mengenal seperti apa Clara." Mama langsung memalingkan mukanya ke sembarang arah, Ya Tuhan ternyata ini memang tidak semudah yang aku bayangkan, sepertinya aku akan menghadapi biduk rumah tangga tanpa rasa suka dari ibu mertua. Mama berlalu pergi tanpa mau melihatku sama sekali, tapi terlihat beliau masih mau menyapa ibu dan keluargaku dengan ramah, tapi entah bagaimana dengan hatinya. Setidaknya mama masih menghormati orang tua dan keluargaku dengan tetap menunjukkan sikap baik.
"Tidak usah diambil hati ya, mama memang begitu orangnya, tapi beliau baik dan penyayang. Mungkin belum mengenalmu saja." Mas Pandu berusaha untuk menenangkan diri ini yang terlihat gelisah.
"Iya Mas, aku gak papa kok. Insyaallah bisa memahami sikap mama." jawabku lirih, berusaha menguatkan diri, karena pasti akan menghadapi situasi yang seperti ini dengan statusku menjadi istri kedua. Belum lagi nanti tentang pandangan orang di luar sana. Aku harus siap untuk itu.
Semua tamu sudah pergi, hanya tersisa kami dan ibu saja di rumah. Adikku tidak bisa pulang, karena istrinya sedang sakit. Adik laki laki ku bekerja di Surabaya di salah satu bank milik negara. Menikahi gadis asli Surabaya dan sekarang sedang mengandung anak pertamanya.
Sedangkan Larista masih di rumah mertuanya yang ada di Solo, sudah tiga hari dia disana, karena mertua perempuannya sedang sakit, Larista diminta untuk membantu menjaga dan merawatnya, suami Larista memiliki tiga saudara dan katanya semua pada sibuk hingga Larista lah yang harus turun tangan.
Aku dan mas Pandu memilih untuk masuk kamar untuk berganti pakaian dan istirahat setelah pamitan pada ibu. Sedang ibu lebih memilih membantu beres beres rumah sama mbak Sarah, mbak Sarah adalah tetangga yang sering dimintai tolong untuk bersih bersih saat ibu sedang capek. Mbak Sarah adalah janda yang ditinggal mati suaminya, bekerja serabutan untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil kecil. Ibu sering meminta tolong mbak Sarah untuk membantunya bersih bersih rumah atau sekedar setrika baju, dan bahkan ibu juga sering memberi mbak Sarah sembako karena prihatin dengan nasib mbak Sarah yang sebatang kara. Mbak Sarah sudah seperti keluarga buat kami.
"Sayang, sini mas mau ngomong." Pandu tersenyum sambil menepuk pinggir kasur agar aku duduk disampingnya. Dan bahasanya sudah mulai berubah, dia memanggil dirinya Mas untukku. Rasanya masih seperti mimpi bisa menjadi istrinya.
Tanpa banyak bertanya aku menurutinya. Saat aku sudah ada disampingnya, Dia langsung memelukku erat melepas satu persatu yang melekat pada tubuh ini. Nafas kami bersatu menyelami lautan rindu yang sekian lama terpendam. Pandu begitu manis memperlakukanku di ranjang, bahkan kami sudah melakukan berulang ulang seolah tenaga tidak habis habis.
"Terimakasih ya sayang." pandu mengecup keningku berulang kali setelah kami selesai melakukan entah yang ke berapa kalinya. Akupun hanya mengangguk dan mungkin wajah ini sudah bersemu merah, merapatkan tubuh dan bersembunyi di dada bidangnya yang putih. Pandu sudah menjadi candu untukku.
Setelah ini mungkin aku akan menjalani hari hari yang berbeda, dan mungkin aku juga harus siap menjadi bahan omongan tetangga karena sudah menikahi pria beristri. Aku sadar pilihan yang kuambil memiliki resiko yang tidak mudah. Cinta tak lagi berlogika itulah yang kini kurasa. Yang aku tau, aku begitu mencintai laki laki yang kini sedang memelukku erat tanpa ada sekat bahkan tanpa sehelai kain pun yang menutupi kami, kami sudah halal dan aku sudah sah menjadi istrinya.