Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.
Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Chakra! Disini!" teriak Joshua sambil melambaikan tangannya. Pria itu berada di luar rumah sakit mengingat dia tak diijinkan menginjak area rumah sakit.
Tanpa menurunkan Reina dari gendongannya, Chakra menghampiri Joshua yang tampak senang melihat keberadaannya.
"Maaf tidak bisa menemanimu. Mereka tidak mengijinkan aku memasuki area rumah sakit," ucap Joshua merasa bersalah.
"Hn. Lagipula Reina sudah menemaniku semalaman."
"Syukurlah." Joshua bernafas lega dan tersentak saat teringat akan sesuatu. "Kau sudah diijinkan pulang hari ini? Seharusnya kau bisa pulang dua hari lagi. Lalu mana obat lukanya?"
"Mereka memulangkanku begitu saja. Cerita selanjutnya sambil menyetir," jawab Chakra datar.
Joshua menatap Chakra penasaran. Sebagai seorang dokter, pria itu tahu betul bagaimana psikologi orang yang mengalami cedera dari air keras, apalagi setelah mengenai wajahnya. Joshua berpikir, apakah ini sudah benar-benar direncanakan?
Joshua dan Chakra memasuki sebuah mobil sedan Civic hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Chakra memilih memangku Reina dan duduk di sebelah kemudi, tak lupa memasang sabuk pengaman yang membelit tubuh gadis kecil itu.
Joshua duduk di kursi kemudi, memasang sabuk pengaman dan menghidupkan mobilnya.
Mobil itu perlahan melaju meninggalkan area rumah sakit.
"Aku merasa ada yang janggal," ucap Joshua tiba-tiba, melirik Chakra yang duduk menatap jendela. "Kenapa bisa kau di-blacklist dan kehilangan usahamu?"
Chakra hanya bisa menghembuskan napas panjang. "Entahlah. Sepertinya sudah direncanakan dengan sangat matang." Chakra menjawab acuh sambil mengusap kepala Reina.
Gadis kecil itu memilih merebahkan kepalanya di dada sang paman, dengan mata terpejam, memilih mendengarkan percakapan dua pria dewasa yang sedang bersamanya.
Joshua mengemudi dengan pikiran berkecamuk. Selama ini dia menyelidiki siapa orang-orang yang menjebak Chakra. Meski sahabatnya itu merupakan orang pendiam, dia tak mungkin menyerang jika tak ada yang mengusik. Menjadi pelaku tabrak lari, percobaan pemerkosaan dan penganiayaan, serta perampokan. Entah darimana mereka mendapatkan bukti-bukti itu.
Chakra sendiri disibukkan dengan usaha cafenya yang sedang berkembang, belum lagi Clara yang selalu mengekorinya kemanapun pria itu pergi, seakan Chakra tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
"Mungkinkah Clara?" tebak Joshua yang dibalas dengan deheman.
"Dia bekerjasama dengan Lina yang dibantu oleh Ikhsan dan Theo."
'Ckiitt!'
Mobil sedan itu berhenti mendadak. Chakra menahan tubuh Reina agar tidak membentur dashboard, sementara Joshua menatap ke arah Chakra dengan kepala hampir mencium stir sambil memasang ekspresi kaget dan tak percaya, "What?!"
"Itulah kenyataannya," Chakra berkata datar. "Kau tak ingat keputusan hakim yang mengatakan hukum pidana yang harus ku terima paling lama seumur hidup atau paling tidak, hukuman mati. Entah mengapa Lina menangis memohon agar hukumanku diringankan."
Joshua kembali menyetir setelah beberapa pengendara membunyikan klakson kendaraan mereka di belakangnya.
"Ah, benar juga. Aku kehilangan pekerjaan dan di-blacklist setelah melakukan tindakan pertolongan padamu. Entah mengapa sepertinya ini berkaitan."
"Kau sadar juga."
Keduanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Kita pindah saja, ya. Aku sudah menjual apartemen milikmu beserta isinya. Uangnya sudah masuk ke rekening milikmu," ucap Joshua sambil nyengir tak berdosa.
"Bisakah kau tidak bertindak seenaknya?!" Chakra menggeram marah.
"Lalu menunggu kejadian yang terjadi kemarin? Aku tidak sebodoh itu, Chakra. Aku juga sudah menjual apartemenku dan seluruh isinya. Meski tak seberapa, setidaknya cukup untuk kita memulai kehidupan baru. Pikirkan juga tentang kehidupan keponakanmu itu. Dia akan kesulitan jika kau mengalami masalah."
Chakra terdiam. Perkataan Joshua ada benarnya juga. Dirinya yang saat ini tidak akan bisa bertahan di kota ini yang seperti hutan rimba. Apalagi namanya sudah tercoreng.
"Baiklah."
✨
"Bagaimana?" tanya seorang pria dengan stelan jas mahal sambil duduk manis di kursi kemudi pada seseorang di ujung telepon.
"Mereka pergi meninggalkan rumah sakit, Tuan. Saat ini mereka masih di jalan raya yang mengarah ke luar kota," sahut seseorang di seberang telepon.
"Eksekusi target saat di tempat sepi. Aku akan menyusul kalian."
"Siap!"
Pria itu memutuskan panggilan dan melajukan mobil sport miliknya. Seringai kepuasan terpancar di wajah tampan pria itu.
"Selamat tinggal, Chakra dan Joshua. Meskipun dulu kita bersama sebagai sahabat, aku tidak ingin kalian lebih tinggi dariku. Jadi, nikmati dulu kebebasan kalian selagi sempat sebelum aku mengirim kalian ke neraka untuk menemui iblis," ucapnya menyeringai.
Ya, pria itu adalah Theodor William Hizura, pria tampan mapan yang merupakan anak keluarga Hizura di kota A, sekaligus sahabat Joshua dan Chakra.
Chakra yang memiliki paras tampan dan aura sebagai pemimpin, jika dia memiliki keluarga yang berpengaruh, dipastikan siapapun merasa segan kepadanya meski selama ini dia sudah mencoba berbagai cara untuk menjatuhkannya. Menyingkirkan pria miskin itu tidaklah gampang.
Sementara Joshua, dokter ramah baik hati, memiliki otak jenius yang membuat pria itu meraih berbagai penghargaan, baik saat sekolah ataupun setelah bekerja. Hal yang paling tak membuatnya senang adalah, pria itu merupakan saudara angkatnya sendiri. Membayangkan kematian mereka membuat Theo menyeringai senang.
Sementara itu, sebuah mobil sedan melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Suasana yang lenggang membuat mereka tak mengurangi kewaspadaan.
Chakra tengah mengelus pucuk kepala Reina yang tertidur di pelukannya dan tak sengaja, mata netranya menatap sebuah mobil hitam yang membuntuti mereka.
"Aku heran, entah mengapa mobil itu mengikuti kita sejak tadi," celetuk Chakra, membuat Joshua menatap ke spion mobil.
"Itu, mobil yang mengintai kita sejak keluar dari supermarket, kan? Sial!" ucapnya saat tersadar.
Joshua menginjak pedal gasnya dalam, membuat mobil sedan itu melaju cepat. Mobil hitam itu terlihat menambah kecepatannya, membuat Joshua memberi perintah pada Chakra.
"Kita tukar posisi. Biar aku yang menggendong Reina, kau bawa mobilku."
"Baiklah. Sudah lama aku tidak mengemudi." Lalu pria itu membangunkan Reina.
"Ada apa, Paman?" tanya gadis kecil itu sambil mengucek matanya.
"Maukah kau bersama Om Joshua? Aku mau menyetir."
"Tentu."
Keduanya membuka sabuk pengaman, Chakra membungkuk pindah ke belakang. Sementara Joshua melompat ke samping kemudi dan mengangkat Reina agar bocah itu duduk di pangkuannya. Setelahnya dia memakai sabuk pengaman. Mobil itu mulai oleng karena kehilangan pengemudi. Dengan sigap, Chakra pindah ke depan dan mengambil alih kemudi, berusaha mengendalikan mobil sedan yang hampir hilang kendali.
Pria itu menginjak kopling dan tangannya mengatur persneling. Satu kakinya menginjak pedal gas dengan dalam, membuat mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi.
Chakra dapat melihat beberapa mobil hitam menyusul mereka, membuat pria itu mempercepat laju mobilnya.
Reina yang berada di pangkuan Joshua memilih tenang, mengingat kepala dua pria dewasa ini begitu berisik menduga-duga dalang dibalik orang-orang yang mengejar mereka.
"Chakra! Awas tikungan!" pekik Joshua saat melihat sebuah tikungan menurun dengan jurang menganga di sisinya.
Chakra menyeringai. Sudah lama sekali dia tak merasakan sensasi ini. Pria itu melakukan drift, membuat Joshua memeluk Reina erat sambil menjerit heboh.
"Chakra sialan! Kau membuat kami hampir mati!"