NovelToon NovelToon
Mantan Pacarku Ternyata CEO Kaya

Mantan Pacarku Ternyata CEO Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kaya Raya / Fantasi Wanita
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Prolog:

Dulu, aku selalu menganggapnya pria biasa miskin, sederhana, bahkan sedikit pemalu. Setelah putus, aku melanjutkan hidup, menganggapnya hanya bagian dari masa lalu. Tapi lima tahun kemudian, aku bertemu dengannya lagi di sebuah acara gala mewah, mengenakan jas rapi dan memimpin perusahaan besar. Ternyata, mantan pacarku yang dulu pura-pura miskin, kini adalah CEO dari perusahaan teknologi ternama. Semua yang aku tahu tentang dia ternyata hanya kebohongan. Dan kini, dia kembali, membawa rahasia besar yang bisa mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 Bagian 19 Bertemu Hendrik

Nadia berdiri sejenak, mengamati dari kejauhan. Aura percaya diri Hendrik begitu kuat, dan jelas ia adalah pusat perhatian di grup itu. Namun, Nadia tidak datang untuk ragu. Ia menarik napas dalam-dalam dan mulai melangkah menuju area VIP.

Saat ia mendekat, salah satu wanita di samping Hendrik melihatnya lebih dulu. Wanita itu menyentuh lengan Hendrik, memberi isyarat kecil ke arah Nadia. Hendrik pun menoleh, dan untuk sesaat, ia terlihat sedikit terkejut melihat Nadia. Namun, senyumnya segera muncul, lebar dan penuh percaya diri.

“Ah, kau pasti Nadia,” kata Hendrik sambil berdiri. Suaranya tenang namun cukup keras untuk terdengar di tengah musik yang menggema. “Selamat datang. Aku sudah menunggu.”

Orang-orang di sekitar Hendrik menoleh, memandang Nadia dengan berbagai ekspresi kagum, penasaran, bahkan sedikit cemburu dari beberapa wanita yang ada di sana. Nadia tetap tenang, meski jantungnya sedikit berdegup lebih cepat. Ia berjalan mendekat dan mengangguk singkat.

“Hendrik,” jawabnya dengan nada formal, mencoba mempertahankan sikap profesional meski suasana di sekitarnya jauh dari itu.

Hendrik memberi isyarat ke salah satu pria di dekatnya. “Berikan tempat untuk tamu kita.” Pria itu segera berdiri dan pindah ke sofa lain, memberikan ruang di samping Hendrik untuk Nadia.

“Silakan duduk,” kata Hendrik sambil menunjuk tempat itu. “Senang akhirnya kita bisa bertemu.”

Nadia duduk dengan anggun, melirik sejenak ke sekitar. Semua mata di kelompok itu tampak masih tertuju padanya, tapi ia berusaha tidak terganggu. “Terima kasih sudah meluangkan waktu,” katanya. “Sepertinya Anda cukup sibuk malam ini.”

Hendrik tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Ah, ini hanya hiburan kecil. Tapi untukmu, aku selalu punya waktu. Bagaimana perjalananmu ke sini?”

Nadia hanya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Lancar,” jawabnya singkat. Namun, pikirannya terus fokus pada alasan ia berada di sini. Hendrik, dengan segala keanggunan dan karismanya, menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar kesan ramah.

Sambil mendengarkan Hendrik berbicara tentang hal-hal ringan, Nadia tahu bahwa pembicaraan serius yang ia tunggu akan segera dimulai.

Hendrik menyesap minumannya perlahan sambil memandang Nadia dengan tatapan penuh perhatian. Di bawah pencahayaan lampu disko yang berkilauan, wajah Nadia terlihat lebih mempesona. Ia mengenakan gaun yang mempertegas kecantikannya, dan kepercayaan dirinya semakin membuat Hendrik terkesan.

“Aku harus jujur, Nadia,” Hendrik membuka pembicaraan, suaranya sedikit lebih rendah dan serius. “Aku sudah melihat fotomu di Instagram sebelum ini. Dan aku harus akui, kau sangat cantik. Itu salah satu alasan aku tidak ragu mengundangmu ke sini.”

Nadia tersenyum tipis, meski hatinya sedikit waspada. “Terima kasih, Hendrik. Tapi, aku pikir kita bertemu di sini untuk hal yang lebih serius daripada sekadar pujian.”

Hendrik tertawa kecil, mengangkat gelasnya sebagai tanda setuju. “Tentu saja. Aku hanya ingin bersikap jujur. Lagipula, kecantikanmu itu... mempesona, dan aku yakin semua orang di sini bisa merasakannya.”

Mata Nadia sesaat beralih ke sekeliling. Beberapa orang memang masih meliriknya, terutama wanita yang tampak sedikit tidak senang dengan perhatian Hendrik yang tertuju padanya. Namun, Nadia tidak ingin terpancing oleh situasi itu. Fokusnya tetap pada alasan utama pertemuan ini.

“Aku menghargai kejujuranmu,” kata Nadia, nadanya tegas namun tetap sopan. “Tapi aku datang bukan untuk mencari perhatian. Aku ingin tahu tentang sesuatu yang kau ketahui tentang Reza.”

Wajah Hendrik sedikit berubah, senyumnya tetap ada namun lebih terkendali. Ia bersandar ke sofa, menatap Nadia dengan tatapan yang sulit ditebak.

“Ah, jadi itu tentang Reza,” katanya akhirnya, nada bicaranya lebih serius. “Kau benar-benar wanita yang fokus, ya. Baiklah, kita bicara soal dia. Tapi, bisakah kau jawab dulu satu pertanyaan dariku?”

Nadia mengerutkan kening. “Apa itu?”

“Kenapa kau ingin tahu tentang Reza? Apa dia masih begitu penting untukmu?” Hendrik menatap langsung ke mata Nadia, seolah ingin menggali sesuatu dari jawabannya.

Nadia terdiam sejenak. Pertanyaan itu menusuk, tetapi ia tidak ingin terlihat lemah. “Aku hanya ingin mendapatkan kejelasan,” jawabnya dengan mantap. “Ada terlalu banyak hal yang dia sembunyikan, dan aku merasa kau tahu sesuatu yang bisa membantu.”

Hendrik mengangguk pelan, tampak puas dengan jawaban itu. “Baiklah,” katanya. “Aku akan memberitahumu sesuatu. Tapi tidak di sini. Tempat ini terlalu ramai. Kita butuh suasana yang lebih tenang untuk pembicaraan seperti ini.”

Nadia mengangguk, meski hatinya mulai bertanya-tanya apa yang akan Hendrik ungkapkan. Sambil meneguk minuman terakhirnya, Hendrik berdiri dan menawarkan tangan kepada Nadia. “Ayo, kita pindah ke tempat yang lebih cocok untuk bicara.”

Nadia menerima ajakan itu, meski tetap waspada. Malam ini mungkin akan memberinya jawaban, tetapi juga mungkin membuka pintu menuju sesuatu yang jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.

Hendrik memimpin langkah menuju sebuah lorong di sisi bar klub yang tampaknya tidak terlalu ramai. Dua bodyguard-nya tetap mengawal di belakang, menjaga jarak yang cukup untuk memberi ruang namun tetap siaga. Nadia mengikutinya dengan langkah hati-hati, mencoba mencerna suasana yang tiba-tiba berubah lebih privat.

“Kita bicara di tempat yang lebih tenang,” kata Hendrik sambil melirik Nadia. "Aku pikir ini akan lebih nyaman untukmu."

Lorong itu berakhir di sebuah ruangan kecil dengan pintu kaca buram. Ketika Hendrik membuka pintu itu, Nadia mendapati sebuah lounge eksklusif dengan sofa empuk berwarna gelap dan pencahayaan yang temaram. Musik dari luar terdengar samar-samar, tetapi suasananya jauh lebih tenang dibandingkan lantai utama klub.

“Silakan duduk,” ujar Hendrik sambil menunjuk sofa di sudut ruangan. Nadia menuruti, duduk dengan anggun sambil tetap waspada.

Salah satu bodyguard masuk lebih dulu untuk memastikan ruangan aman, kemudian berdiri di dekat pintu. Hendrik duduk di sofa yang berseberangan dengan Nadia, wajahnya penuh senyum percaya diri.

“Minuman?” tawar Hendrik sambil melambaikan tangan ke seorang pelayan yang masuk membawa nampan berisi botol-botol minuman mahal.

Nadia mengangguk. “Terima kasih.”

Hendrik mengangguk, menuangkan minuman untuk dirinya sendiri. Dia menatap Nadia dengan pandangan yang tajam, namun tetap santai. “Jadi, kau benar-benar penasaran tentang Reza?”

Nadia mengangguk pelan. “Ya. Saya merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan. Dan saya pikir, Anda tahu sesuatu tentang itu.”

Hendrik tersenyum kecil, menyesap minumannya. “Reza itu orang yang menarik, bukan? Dia punya banyak koneksi, banyak rahasia. Tapi pertanyaannya, apa yang sebenarnya ingin kau ketahui? Atau lebih tepatnya, seberapa jauh kau siap untuk mengetahuinya?”

Nadia menatap Hendrik dengan mata yang penuh tekad. “Saya hanya ingin kebenaran. Tidak lebih, tidak kurang.”

Hendrik meletakkan gelasnya di atas meja. “Kau tahu, Nadia, kebenaran kadang lebih rumit daripada yang terlihat. Tapi baiklah, aku akan membantumu. Hanya saja, ini akan memerlukan waktu, dan mungkin... sedikit keberanian dari pihakmu.”

Nadia menghela napas. “Saya sudah memulai ini, dan saya tidak akan mundur.”

Hendrik mengangguk puas. “Baiklah. Kita mulai dengan apa yang kau ketahui sejauh ini.” Dia bersandar di sofa, menatap Nadia dengan penuh perhatian. “Ceritakan, apa yang membuatmu yakin ada sesuatu yang besar yang disembunyikan oleh Reza?”

Nadia duduk terpaku, mendengarkan Hendrik dengan seksama. Suaranya berat dan tegas, seolah apa yang akan dia ungkapkan bukanlah hal yang mudah untuk diceritakan. Hendrik meletakkan gelasnya di meja, menatap Nadia dengan tatapan yang serius.

"Reza, dia berasal dari keluarga kaya raya," Hendrik memulai. "Keluarganya punya segalanya perusahaan besar, properti di mana-mana, koneksi politik. Tapi Reza itu berbeda. Dia... keras kepala. Dia nggak mau hidup di bawah bayang-bayang keluarganya. Katanya, dia ingin membuktikan kalau dia bisa sukses tanpa mengandalkan harta mereka."

Nadia mengangguk pelan, mencoba mencerna setiap kata. "Itu alasan yang bagus," gumamnya. "Tapi kenapa dia terlibat dalam hal-hal yang ilegal?"

Hendrik menarik napas panjang, seperti sedang mencari cara terbaik untuk menjelaskan. "Karena keputusannya itu, dia menolak semua bantuan keluarganya. Dia mulai dari nol, mencoba membangun bisnis sendiri. Awalnya, dia kerja keras, tapi persaingan di dunia bisnis itu kejam. Dan, di tengah keputusasaannya, dia kenal orang-orang yang menawarkan jalan pintas."

"Jalan pintas?" tanya Nadia, suaranya bergetar.

"Ya," jawab Hendrik singkat. "Dunia bisnis ilegal. Jual beli narkoba, senjata api, dan barang-barang terlarang lainnya. Itu industri yang menggiurkan, Nadia. Uangnya besar, dan banyak yang tergoda. Reza termasuk salah satu dari mereka."

Nadia merasa dadanya sesak. "Tapi dia bukan orang seperti itu..." katanya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Hendrik tersenyum tipis, sedikit sinis. "Semua orang punya sisi yang mungkin kau nggak pernah lihat. Reza itu cerdas, karismatik, dan dia tahu bagaimana menarik perhatian orang. Itu yang membuatnya berhasil di dunia itu. Tapi aku yakin dia tidak sepenuhnya nyaman dengan apa yang dia lakukan. Ada alasan kenapa dia ingin menjauh dari hidupnya yang lama."

"Alasan apa?" Nadia memandang Hendrik, matanya penuh dengan rasa ingin tahu.

"Itu yang kau harus tanyakan langsung padanya," jawab Hendrik sambil berdiri. "Aku cuma bisa memberimu gambaran besar. Sisanya, itu antara kau dan dia."

Nadia terdiam, pikirannya berputar-putar. Jika semua yang Hendrik katakan benar, maka Reza lebih kompleks daripada yang pernah dia bayangkan. Dia tidak tahu harus merasa marah, kecewa, atau bahkan iba.

Nadia mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa. Suara musik dari lantai utama kembali terdengar samar-samar, tetapi pikirannya tenggelam dalam kebingungan yang mendalam.

Hendrik memandang Nadia, sejenak berpikir sebelum kembali duduk di kursinya. Dia meraih gelasnya yang hampir kosong dan melambaikan tangan ke arah pelayan, memesan lagi untuk mereka berdua.

“Aku tahu ini berat untukmu,” katanya, menatap tajam ke mata Nadia. “Tapi jika kau ingin tahu lebih banyak, aku akan memberitahumu. Tapi ingat, Nadia apa yang kau dengar malam ini akan mengubah cara pandangmu tentang Reza.”

Nadia mengangguk perlahan, mengambil gelas alkohol yang baru saja diantarkan. Ia meminum sedikit isinya, berharap cairan itu bisa meredakan kegelisahannya. “Katakan saja, Hendrik,” ujarnya pelan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!