NovelToon NovelToon
Contracted Hearts

Contracted Hearts

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chu-Chan

Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 15

Jam 7 malam di depan perusahaan, suasana terasa kelam dan sendu. Langit gelap pekat, nyaris tak terlihat bintang atau bulan, tertutup oleh awan tebal yang menumpahkan hujan deras tanpa henti. Gemericik air hujan yang jatuh membentuk genangan di jalanan terdengar ritmis, seolah menjadi melodi melankolis yang mengisi keheningan malam.

Lampu-lampu jalan memancarkan cahaya kekuningan yang buram, terhalang oleh butiran hujan yang turun deras. Di trotoar, beberapa pekerja terlambat pulang tampak berteduh di bawah kanopi depan gedung perusahaan, memeluk tas atau jas mereka untuk melindungi diri dari dinginnya udara malam. Beberapa taksi dan ojek daring melintas, lampu depan kendaraan mereka memantulkan cahaya di permukaan aspal yang basah.

Udara dingin menyelimuti, bercampur dengan aroma khas hujan yang menguap dari jalanan. Di pintu masuk perusahaan, seorang petugas keamanan berdiri dengan payung besar, sesekali mengangguk kepada karyawan yang keluar. Mesin absensi di depan lobi memancarkan cahaya biru samar, kontras dengan suasana gelap di luar.

Di kejauhan, kilatan petir sesekali menerangi langit, diiringi oleh gemuruh halus yang perlahan mendekat. Suasana terasa magis, dingin, dan sedikit melankolis, seolah menyembunyikan cerita-cerita yang terbawa oleh aliran air hujan menuju selokan.

Lyra bekerja lembur hingga jam tujuh malam, baru saja menyelesaikan revisi proyek yang tampaknya tak berujung. Dengan napas panjang, ia berdiri di depan pintu perusahaan, payung di tangannya siap untuk dibuka.

"Untung saja Aira memberikan payung ini sebelum pulang," desah Lyra pelan, bersyukur pada sahabatnya.

Hujan masih turun deras, menciptakan genangan di jalanan. Tepat saat Lyra hendak melangkah keluar, ia mendengar suara satpam menyapa seseorang.

"Selamat malam, Pak. Apakah Bapak mau pulang?" tanya satpam itu ramah.

"Tidak. Saya mau ke supermarket di seberang jalan," jawab pria itu tegas, suaranya dalam dan berwibawa.

Satpam itu kemudian menoleh ke arah Lyra, yang baru saja membuka payungnya dan bersiap melangkah keluar.

"Mbak, mbak, apakah bisa meminjam payungnya dulu?" panggil satpam, suaranya meminta.

Lyra berhenti sejenak dan menoleh sedikit. Namun, begitu pandangannya jatuh pada pria yang berdiri di samping satpam, tubuhnya menegang.

"Jun? Kenapa dia ada di sini? Duh, sial banget kalau ketemu dia!" batin Lyra panik. Tanpa pikir panjang, ia langsung bergegas melangkah panjang, bahkan berlari kecil menjauh dari kedua pria itu tanpa menoleh sedikit pun.

Satpam hanya bisa menatap Lyra dengan ekspresi bingung, sementara pria yang disebut Jun mengangkat alisnya, tampak sedikit terkejut.

"Hah, baru kali ini ada yang nggak terpesona dengan Pak Jun," batin satpam sambil melirik pria itu sekilas, lalu kembali memandang Lyra yang semakin menjauh di bawah payungnya.

"Biasa, para wanita pasti histeris kalau berurusan dengan Pak Jun."

Jun, dengan tatapan dingin yang khas, hanya mengamati punggung Lyra yang semakin hilang dalam hujan.

Esok pagi telah tiba. Udara masih membawa sisa kesejukan dari hujan semalam, dengan aroma tanah basah samar-samar tercium saat pintu kaca gedung otomatis terbuka. Matahari perlahan muncul di balik gedung-gedung tinggi, sinarnya memantul di jendela kaca kantor, menciptakan semburat keemasan yang menambah kehangatan suasana.

Di lobi, terdengar langkah sepatu karyawan yang baru datang, disertai suara lembut pintu lift yang terbuka dan tertutup. Beberapa karyawan menyapa satu sama lain dengan senyum, meski beberapa lainnya terlihat sibuk memeriksa ponsel atau membawa kopi panas di tangan.

Di lantai kerja, meja-meja masih tampak rapi, beberapa dengan dekorasi pribadi seperti foto keluarga atau tanaman kecil yang menambah kesan nyaman. Komputer mulai menyala satu per satu, memancarkan cahaya biru yang menandakan aktivitas akan segera dimulai. Printer di pojok ruangan mengeluarkan bunyi pelan, mencetak dokumen untuk rapat pagi.

Di pantry, aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti panggang. Beberapa karyawan bercakap-cakap ringan, berbagi cerita atau rencana kerja hari itu. Jendela besar di sisi ruangan menampilkan pemandangan kota yang sibuk, mobil-mobil mulai berlalu-lalang, dan langit biru cerah dengan awan tipis melengkapi suasana pagi yang penuh semangat.

"Jangan makan sambil berjalan, Aira," ucap Lyra sambil membuka berkas-berkas di tangannya. Matanya fokus memeriksa isi dokumen, sementara langkahnya cepat, seperti dikejar waktu.

Aira berusaha mengikuti langkah Lyra yang terburu-buru, satu tangan memegang roti, tangan lainnya sibuk mengatur tas di pundaknya.

"Kau juga, jalanlah sambil melihat ke depan! Berkas-berkas itu nggak akan hilang darimu," balas Aira, mulutnya penuh makanan. "Lagian, aku belum sarapan. Perutku sudah keroncongan. Apa salahnya makan sambil jalan?"

Aira terus mengomel, mencoba menyamakan langkahnya dengan Lyra yang tak kunjung melambat. Di sisi lain, Lyra hanya mendesah kecil, tak mau meladeni sahabatnya yang keras kepala.

Suara benturan terdengar keras, seperti dua benda besar yang bertabrakan. "Bruk!" diiringi bunyi gemeretak kertas yang beterbangan. Lyra tersentak ke belakang, sementara tubuh orang di depannya tidak terpengaruh. Dokumen-dokumen yang tadinya rapi dalam genggamannya jatuh berserakan di lantai, beberapa lembar bahkan terbang ke arah kaki-kaki yang lewat.

"Ah!" seru Lyra refleks, matanya membulat saat melihat kertas-kertas itu kini berantakan di sekitar mereka. Suara langkah orang-orang di sekitar semakin terdengar, berpadu dengan gumaman lirih mereka yang kaget akan insiden itu. Sementara itu, satu-dua lembar dokumen mendarat tepat di genangan air kecil dekat pintu, meninggalkan noda basah yang menyebar di atasnya.

Di tengah suasana kacau, napas Lyra terdengar berat, bercampur dengan suara desahan orang yang ia tabrak. Sesaat suasana jadi penuh dengan kepanikan kecil, hanya dipecah oleh langkah orang yang bergegas menghindar agar tidak menginjak dokumen-dokumen itu.

Lyra segera bergegas mengumpulkan berkas-berkas yang berserakan di lantai. Aira ikut membantu, mengambil beberapa lembar dokumen yang terbang agak jauh akibat tabrakan tadi.

Setelah selesai membereskan semuanya, Lyra berdiri. Aira menyerahkan berkas-berkas yang sudah ia pungut, sementara Lyra merapikannya di tangan dengan sedikit canggung.

"Maaf, saya tidak berhati-hati," ucap Lyra sambil menundukkan kepalanya sedikit, menatap malu pada orang yang ia tabrak.

"Apakah kau tidak punya mata?" suara tajam seorang wanita yang berdiri di samping pria itu langsung menyambar, nada suaranya penuh ketidaksabaran.

"Maaf, sekali lagi maaf. Saya salah, tidak memperhatikan jalan," jawab Lyra dengan suara lirih, merasa semakin kecil di bawah tatapan tajam wanita itu.

Ketika Lyra mengangkat kepalanya, pandangannya bertemu langsung dengan pria yang ia tabrak. Wajahnya langsung berubah tegang, dan tubuhnya mundur setengah langkah.

"Jun? Kenapa dia lagi?" batinnya berteriak. Kali ini, tidak seperti semalam, ia tidak bisa kabur begitu saja.

Wanita di samping Jun terus saja menceramahi Lyra tanpa henti, namun Satria, asisten pribadi Jun yang ikut berada di sana, segera angkat bicara.

"Sudah, cukup. Jangan memperpanjang masalah," ujarnya, memotong omelan wanita itu dengan nada tegas.

"Maaf, sekali lagi maaf," ucap Lyra cepat, lalu tanpa menunggu respons, ia menarik tangan Aira dan berlari menjauh dari hadapan Jun dan rombongannya.

Jun berdiri diam, memandang punggung kedua wanita itu yang semakin jauh. Ada sesuatu dalam pemandangan itu yang terasa familiar baginya, seperti teringat akan kejadian saat seorang wanita berlari dengan payungnya ditengah hujan.

"Apakah dia wanita yang berlari menjauh saat hujan semalam?" pikir Jun sambil menatap bayangan Lyra yang akhirnya menghilang dari pandangan.

"Pak Jun, saya akan mencari wanita itu dan memberikan sanksi padanya," ujar sekretaris wanita dengan nada penuh semangat.

"Sudahlah, aku tidak apa-apa," jawab Jun datar, melanjutkan langkahnya tanpa menunjukkan sedikit pun emosi.

1
Yuliasih
kpn nie d up nya...
Yuliasih
keren
Chu-Chan
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!