Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memuji pasangan.
Keputusan Aryan membawa serta Aira ke kediaman Diana memanglah sangat tepat, karena ia sempat melirik Diana yang hendak menghampirinya. Bisa terbayang jika ia tak mengajak Aira, pasti Diana akan menangis-nangis di dekatnya.
Ia takut menjadi iba dan disitulah setan mulai menggoda. Ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, terus-menerus.
"Om, saya dan istri pamit pulang ya. Maaf, kami gak bisa lama-lama di sini, soalnya saya harus ke kantor lagi," ujar Aryan pada pak Herman, setelah beberapa menit duduk dan mengikuti acara.
"Iya, gak papa. Om ngerti kok. Kamu datang ke sini aja om udah seneng banget, apalagi kamu ngajak istri kamu. Makasih ya, Aryan, Aira. Lain kali main-main ke sini ya," sahut pak Herman tersenyum tulus.
Setelah itu, Aryan pun berjalan keluar dari rumah, sembari menggengam tangan Aira.
"Iya, saya denger bu Sinta kayak kesurupan gitu. Bisik-bisik sih karena guna-guna," ucap salah satu tamu pelayat yang tak sengaja Aryan dengar.
"Ih, kok saya malah dengernya bu Sinta pakai ilmu hitam, jadinya kayak orang gila karena ilmu hitamnya gak berhasil," sahut tamu yang lain dengan nada pelan, namun masih bisa di dengar.
"Mas, ayo." Aryan bahkan tak menyadari kalau istrinya sudah di dekat mobil. Ia terlalu fokus mendengar cerita tamu-tamu tadi.
"Kenapa bengong di sini, mas?" tanya Aira mendekati suaminya. Aira sempat berpikir kalau Aryan merasa enggan pulang, karena belum bertemu Diana.
"Ah, saya gak sengaja denger ibu-ibu lagi ghibah tadi, maaf ya. Ayo kita pulang sekarang," sahut Aryan langsung mengajak istrinya untuk segera masuk ke mobil.
"Emangnya ibu-ibu tadi ngomong apa, mas? Gak biasanya mas kepo sama urusan orang lain," tanya Aira setelah mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah duka.
"Gosip masalah kematian tante Sinta. Yaudah sih, gak penting juga." Aira menatap bingung suaminya, namun memilih untuk diam saja. Ia tak mau memperkeruh suasana dengan pertanyaannya.
Kembali ke rumah duka.
Diana tak jadi ke kamar dan memilih duduk tak jauh dari posisi Aryan waktu itu. Dari awal laki-laki itu datang, hingga pulang, ia masih di tempat yang sama.
"Kenapa gak istirahat, Na? Muka kamu pucat banget, papa khawatir." Pak Herman menghampiri anaknya, tau akan kesedihan Diana yang kian mendalam.
"Iya, ini mau istirahat." Diana pun segera berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia mengunci pintu dan berjalan menuju ranjang.
Diana meletakkan foto ibunya di atas tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya.
"Kamu jahat, Iyan! Kamu jahat!" teriak Diana menangis histeris.
"Mama aku meninggal, tapi kamu malah datang sama wanita lain! Kamu gak mikir perasaan aku! Kalau tau gini, kamu lebih baik gak usah datang! Aku sakit! Aku sakit!" Diana menekan dadanya yang nyeri, karena terus meluapkan emosinya.
"Mama kenapa ninggalin Diana? Kenapa, ma! Kenapa mama pergi?!"
"Ini semua ulah Aira! Gara-gara wanita sialan itu mama meninggal! Kalau aja dia jadi gila, mama pasti tetap hidup, mama gak bakalan pergi! Ini semua salah Aira! Salah Aira!" teriak Diana meremas kuat rambutnya. Rasanya ia ingin menjambak rambut Aira, agar rasa sedihnya tersalurkan.
"Karena kamu, Aira! Karena kamu, aku kehilangan Aryan dan sekarang aku kehilangan Mama selamanya. Aku bakalan balas semua perbuatan jahat kamu! Aku balas semuanya satu-satu! Ingat! Tuhan gak tidur dan kamu pasti bakalan dapat karmanya, Aira! Kamu bakalan kena karma!"
Setelah meluapkan amarahnya, Diana kembali memeluk foto ibunya, lalu menangis meratap hingga matanya terpejam sesaat.
Malam harinya.
Kediaman Aryan.
Aryan kini tengah duduk di sofa, di kamar. Ia menatap layar laptop-nya yang ada di pangkuan, sembari sesekali melirik ke arah Aira yang sedang menonton televisi.
Masalah siang tadi, Aryan seperti curiga akan kematian bu Sinta. Sebelumnya ia juga menduga kalau guna-guna yang mengenai istrinya dari Diana, lalu di perkuat dengan kematian bu Sinta secara tiba-tiba. Apalagi gosip kalau bu Sinta terkena guna-guna juga. Bisa saja guna-guna yang dimaksud itu adalah guna-guna yang kembali dari tubuh Aira ke si pemberi sihir.
"Astagfirullah, " ucap Aryan pelan. Ia terlalu banyak berburuk sangka, bahkan kepada orang yang sudah meninggal.
Kalaupun itu benar, hanya Allah yang dapat membalas. Sejujurnya, ia belum bisa memaafkan si pemberi sihir itu, karena jika saja Aira tidak sembuh, pasti ia sudah kehilangan istri sekaligus calon anaknya.
"Kenapa, mas?" tanya Aira sempat mendengar Aryan beristighfar.
"Gak kenapa-kenapa, " sahut Aryan memilih menutup laptop-nya, lalu meletakkannya di meja.
"Kenapa natap saya gitu?" tanya Aryan menatap istrinya yang masih menatapnya sedari tadi.
"Mas ganteng juga ya," celetuk Aira membuat Aryan tertegun, lalu tertawa pelan sembari mengusap wajahnya.
"Tapi beneran loh, mas. Kemarin-kemarin sih ganteng juga, cuma kalau lagi fokus kerja gitu makin ganteng aja, kayak ada yang beda. Apalagi malam ini," lanjut Aira benar-benar membuat Aryan tak habis pikir.
"Kenapa tiba-tiba muji saya?" tanya Aryan dengan mata yang memicing. Apa mungkin istrinya ada maksud lain dari pujian mendadak ini?
"Tadi aku baca komentar orang di satu video. Katanya kalau kita muji pasangan kita, hubungan antar pasangan itu semakin membaik. Sering-sering muji pasangan, biar kalau pasangan kita lagi ada masalah, masalahnya bisa terselesaikan dengan kepala dingin. Kayak ngasih efek positif gitu," jelas Aira membuat Aryan langsung mengangguk paham.
"Saya ngerti. Makasih ya udah muji saya," ucap Aryan dengan senyuman tipis.
"Sama-sama, mas. Semoga masalah mas cepat terselesaikan ya."
Setelah itu, tak ada pembicaraan lagi antara suami-istri ini. Aira yang kembali fokus menonton televisi, Aryan yang kembali menyalakan laptop-nya.
Pukul 10 malam lewat, Aira sudah mulai bersiap-siap untuk tidur, begitu juga dengan Aryan. Saat Aira sudah berbaring di ranjang, Aryan masih di kamar mandi.
"Ngantuk banget," gumam Aira memilih memejamkan matanya. Posisi awal tidurnya selalu membelakangi suaminya, karena itulah posisi nyaman untuk perutnya, meski nanti saat bangun posisinya sudah menghadap suaminya.
"Udah tidur?" gumam Aryan yang sudah selesai dengan ritual rutin sebelum tidur. Ia pun membaringkan tubuhnya, lalu menatap punggung istrinya.
Aryan mengangkat sedikit kepalanya, ingin melihat apakah Aira sudah benar-benar tidur atau belum.
"Kamu juga cantik, wangi. Saya suka. Semoga kamu selalu bahagia dan sehat," ucap Aryan pelan sembari tersenyum. Tak lupa setelah itu, ia mengelus perut istrinya lalu segera mematikan beberapa lampu dan ikut memejamkan matanya.
Aryan udah tobat
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak