NovelToon NovelToon
JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Banggultom Gultom

Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23: Ujian Cinta dan Komitmen

Hari-hari berlalu dengan cepat setelah Arga kembali dari luar kota. Dina merasa lega karena akhirnya suaminya kembali ke rumah, meskipun kehadirannya tidak sepenuhnya bisa menghilangkan rasa cemas yang menggerogoti hatinya. Meskipun Arga berusaha keras untuk lebih banyak meluangkan waktu bersama, Dina merasa bahwa ada sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa mereka bicarakan. Kehamilannya sudah memasuki bulan ketujuh, dan tubuhnya semakin terasa berat. Ketegangan mulai terasa kembali antara mereka, seolah-olah ada dinding yang terbentuk perlahan di antara mereka.

Suatu malam, saat Dina sedang duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat, Arga masuk dengan wajah serius. Dina segera menatapnya, merasa ada sesuatu yang berbeda. Arga duduk di sampingnya, menarik napas panjang.

"Dina, kita perlu berbicara," kata Arga dengan nada yang sedikit tegang. "Ada beberapa hal yang harus aku jelaskan."

Dina merasa cemas. Ada sesuatu yang tidak beres, itu yang bisa ia rasakan. "Apa yang terjadi, Arga?" tanyanya pelan, suaranya penuh kekhawatiran.

Arga menatap Dina dengan mata yang penuh penyesalan. "Ada sesuatu yang terjadi di kantor. Aku terpaksa membuat keputusan besar yang akan mempengaruhi waktu dan perhatianku ke depan. Aku akan lebih sering pergi dalam beberapa minggu ke depan untuk urusan pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan."

Dina merasa terkejut. Beberapa minggu? Itu berarti Arga akan kembali jauh darinya dalam waktu yang lama. Selama ini, meskipun ada ketegangan, ia merasa Arga sudah mulai lebih banyak berada di rumah. Jika Arga kembali pergi, ia akan merasa lebih sendirian lagi.

"Apa maksudmu?" Dina bertanya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meskipun hatinya terasa berat. "Aku tahu pekerjaanmu penting, tapi kita sudah berbicara tentang ini, Arga. Aku membutuhkanmu di sini, terutama sekarang."

Arga memegangi tangan Dina dengan lembut. "Aku tahu, Dina. Aku benar-benar tahu dan aku minta maaf. Aku tidak ingin kamu merasa sendirian, apalagi dengan bayi yang semakin besar. Tapi ini adalah kesempatan besar untuk masa depan kita. Aku harus melakukan ini."

Dina menunduk, merasa bingung dan frustasi. "Tapi aku juga ingin kamu ada di sini. Aku butuh kamu di sini, Arga. Tidak hanya untuk pekerjaan, tetapi juga untuk aku dan anak kita."

Arga terdiam, seolah berjuang dengan perasaannya sendiri. Ia tahu bahwa keputusan ini akan menyakiti Dina, namun ia merasa terjepit antara komitmen terhadap pekerjaannya dan keinginannya untuk mendukung keluarganya. "Aku akan berusaha semampuku untuk tetap ada untukmu, Dina. Aku janji, aku tidak akan melupakanmu."

Mereka berdua terdiam dalam keheningan yang panjang. Dina tahu bahwa ia harus menerima kenyataan bahwa Arga harus pergi, meskipun hatinya terasa sangat sakit. Namun, di balik rasa sakit itu, ia tahu bahwa mereka harus melewati ujian ini bersama.

---

Beberapa hari setelah percakapan itu, Arga kembali berangkat ke luar kota, meninggalkan Dina dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan besar bagi mereka, namun ia juga merasa terputus dari dunia yang telah mereka bangun bersama. Dina merasa cemas, tidak hanya tentang hubungannya dengan Arga, tetapi juga tentang kehamilannya yang semakin mendekati hari kelahiran. Tanpa Arga di sisinya, ia merasa seolah semua tanggung jawab berada di pundaknya sendiri.

Hari-hari yang panjang tanpa Arga membuat Dina merenung lebih dalam. Ia mulai mempertanyakan banyak hal tentang hidupnya. Dulu, ia dan Arga selalu menjadi tim yang solid, saling mendukung dan menguatkan. Namun sekarang, segala sesuatu terasa berbeda. Rasa takut akan masa depan semakin menghantuinya. Apakah mereka akan mampu melewati semua ini? Apakah Arga akan tetap menjadi suami dan ayah yang baik meski harus menjalani hidup yang semakin sibuk?

Pada suatu malam yang sunyi, Dina duduk sendirian di kamar, menatap perutnya yang mulai membesar. Ia merasakan tendangan kecil dari dalam, memberi sinyal bahwa bayi mereka sudah mulai aktif. Dina meletakkan tangan di perutnya, merasa hangat. Ia tersenyum pelan, namun di dalam hatinya masih ada keraguan yang sulit diungkapkan.

Tak lama setelah itu, ponselnya bergetar. Dina melihat layar ponsel, dan melihat nama Arga muncul di sana. Ia segera mengangkat telepon itu.

"Arga," kata Dina dengan suara lembut, mencoba menyembunyikan perasaan cemasnya.

"Sayang, aku baru saja selesai rapat dan aku ingin mendengar kabarmu," suara Arga terdengar dari ujung telepon, penuh perhatian. "Bagaimana keadaannya di rumah? Apa kamu baik-baik saja?"

Dina menghela napas. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meskipun ia tahu itu tidak sepenuhnya benar. "Tapi... aku merasa agak kesepian tanpa kamu di sini."

Ada keheningan sejenak di pihak Arga. "Dina, aku tahu ini sulit, dan aku sangat menyesal. Aku benar-benar ingin ada di sisimu, tapi aku harus pergi untuk pekerjaan ini. Aku berjanji akan segera kembali."

Dina menutup matanya, merasakan air mata mengalir perlahan. "Aku tahu, Arga. Aku tahu. Tapi kadang aku merasa kita terlalu jauh. Aku tidak ingin kita kehilangan satu sama lain."

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Dina," kata Arga dengan penuh keyakinan. "Aku mencintaimu, dan aku akan kembali. Kita akan melewati ini bersama."

Mereka berbicara beberapa saat lagi, dan setelah itu, Dina merasa sedikit lebih baik. Meskipun Arga tidak ada di sana, suaranya memberinya sedikit kenyamanan. Namun, perasaan kesepian itu tetap ada. Ia tahu bahwa ia harus kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bayi mereka.

---

Waktu terus berjalan, dan Dina merasa semakin dekat dengan waktu kelahiran. Setiap hari, ia merasakan perubahan besar dalam tubuhnya, dan meskipun rasa lelah dan cemas semakin menguasai dirinya, ia berusaha untuk tetap optimis. Arga sesekali menghubunginya, memberikan dukungan moral, namun Dina merindukan kehadirannya lebih dari apa pun.

Suatu pagi, saat Dina sedang duduk di ruang tamu, menunggu telepon dari Arga, ia merasa sedikit pusing. Perutnya terasa sesak, dan ia memutuskan untuk berbaring sejenak. Ketika ia mencoba untuk bangkit, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Rasa sakit di perutnya semakin hebat, dan tiba-tiba ia merasa kesulitan bernapas.

Dengan cepat, Dina mengangkat telepon dan menghubungi Arga, namun teleponnya tidak tersambung. Ketegangan meningkat dalam dirinya. Ia tahu ia harus segera pergi ke rumah sakit, tetapi tubuhnya terasa sangat lemah. Ia menggigit bibirnya, mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa sakit semakin menjadi.

Dina berusaha mengumpulkan tenaga untuk pergi ke rumah sakit sendiri. Namun, tubuhnya tidak mampu lagi. Pada saat itulah, ia merasa dunia seolah berhenti sejenak. Ia tertunduk, menangis dengan keras, merasakan ketakutan yang mendalam. Saat-saat seperti ini, hanya Arga yang dapat menenangkannya. Tapi Arga tidak ada di sana.

Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya, dan dunia sekitar Dina terasa semakin kabur. Ia teringat akan bayi di dalam kandungannya, dan panik mulai melanda. Ia tahu waktu tidak akan lama lagi, dan ia harus segera ke rumah sakit. Namun, sendirian, ia merasa sangat takut.

Tepat saat itu, pintu rumah terbuka, dan sosok Arga muncul di hadapannya. Dia bergegas mendekat, dengan wajah penuh kecemasan. "Dina!" teriak Arga, melihat istrinya yang tampak pucat dan terjatuh. "Apa yang terjadi? Kamu kenapa?"

Dina hanya bisa menangis dalam pelukan Arga, merasa sangat lega bahwa suaminya akhirnya kembali.

1
Hilda Naning
kemana anak anak mereka yg diawal cerita karena anak anak mereka lah bertemu dn bersatu..
Dinar
Hallo kak aku kirim dua cangkir kopi ya untuk teman menulis 🥳
Harry
Membuncah
Akira
Bikin baper nih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!