Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Maaf Faris
Nia merasa sangat canggung saat seluruh keluarganya datang, mereka belum terlalu akrab. Ini untuk kedua kalinya dia bertemu dengan keluarga suaminya, saat kunjungan pertama sebelum mereka menikah dan juga acara pernikahan.
Bahkan masih ada di antara mereka yang belum saling menyapa seperti ketiga ponakan dari Faris yang baru pulang dari luar negeri saat mereka menikah.
"Nia, ayo sini duduk dekat Eyang." Eyang memanggil Nia, wanita yang usianya paling tua di antara yang lainnya itu adalah ibu dari Pak Septian.
Nia pun beranjak dari duduknya yang tak jauh dari Eyang dan duduk di samping Eyang.
"Iya, Eyang," jawabnya masih dengan suasana canggung yang ia rasakan, di mana ia sama sekali tak berpakaian rapi, hanya memakai pakaian rumahan. Beruntung selama ia menikah, Nia selalu memakai make up tipis, tak seperti biasanya saat di rumah orang tuanya. Nia bahkan jarang mandi di saat ia tak ke kantor.
Satu pesan ibunya yang juga dibawanya kerumah suaminya, dia harus selalu tampil cantik walaupun ditumah, agar suaminya beta tinggal di rumah dan tak melirik wanita lain. Walaupun kenyataannya mereka sangat tahu jika Faris sama sekali tak menyukai saat ada wanita yang mendekatinya dan itu sudah menjadi rahasia umum yang diketahui banyak orang.
"Nia, Nenek harap kamu bisa sabar dan juga mengerti setiap tindakan Faris. Mungkin dia terlihat kasar, cuek dan sama sekali tak perhatian padamu saat ini. Namun, percayalah jika sifat aslinya itu dia sangat lembut dan baik. Nenek yakin mungkin sikapnya, selama ini masih belum memperlihatkan sikap dan sifat aslinya padamu Namun, Nenek yakin jika suatu saat nanti dia pasti akan memberikan yang terbaik untukmu, akan membuatmu menjadi wanita yang paling bahagia. Bersabarlah sampai waktu itu tiba, ya, Nak," ucap nenek menggenggam tangan cucu menantunya.
"Iya, Nek," jawab Nia dengan menarik senyum tipisnya.
"Tante, di mana Paman?" tanya Rara salah satu ponakan dari Faris. Anak dari Indira adik dari Septian yang kuliah di luar negeri.
"Ya tentu sajalah, Paman ada di kantor," baru saja Nia ingin menjawab, Tiara adik dari Rara sudah menjawab. Sama halnya dengan Rara, Tiara juga kuliah di luar negeri. Mereka sengaja kuliah di negara yang sama
Sony, suami dari Indira hanya bekerja sebagai salah satu karyawan di perusahaan Septian, membuat gajinya tentu saja tak cukup untuk membiayai kedua anaknya itu untuk sekolah di luar negeri. Ia hanya mampu membayar biaya sekolahnya saja, adapun biaya keperluan lainnya semua ditanggung oleh Faris. Faris memberikan kedua ponakannya itu kartu tanpa batas, mereka bisa menggunakan kartu itu untuk membeli apapun yang mereka butuhkan dan tagihan akan dibayar langsung oleh Faris.
Sama halnya dengan Rara dan juga Tiara, anak dari adik Agatha ibu Faris yang bernama Tari. Iqbal juga sekolah di luar negeri. Kedua orang tuanya juga hanya membiayai biaya sekolah saja, semua keperluan lainnya juga ditanggung oleh Faris, begitupun dengan Naina adik dari Iqbal yang masih duduk di bangku SMP.
Walau Faris tak terlalu akrab dengan para ponakannya dan mereka semua segan padanya karena sikap Faris yang memang berbeda dengan Farhan. Faris lebih cuek dan jarang bergabung dengan mereka. Namun, masalah keuangan ia tak pernah mempermasalahkan berapapun yang mereka gunakan selagi mereka memang menggunakan untuk keperluan mereka. Apalagi saat ini Faris tak memiliki anak.
Mereka semua sengaja datang untuk menghadiri pesta pernikahan Faris dan baru akan kembali seminggu dari sekarang. Mereka ingin menikmati kebersamaan dan juga ingin mengakrabkan diri dengan keluarga baru mereka sebelum ketiganya kembali untuk menuntut pendidikannya.
Namun, fakta saat mereka tahu, tante baru mereka dibawa ke apartemen membuat mereka kecewa. Tapi, mereka semua bisa mengerti akan hal itu.
Di saat mereka sedang berbincang-bincang, Faris pun datang.
"Faris! Ayo sini duduk dekatnya dekat Eyang," Eyang juga memanggil cucunya itu untuk duduk di samping Nia. Tatapan Faris bertemu dengan Nia, Faris bisa melihat tatapannya yang seolah takut padanya.
"Iya, Nek. Aku ingin bicara dengan Nia terlebih dahulu," jawab Faris. "Nia ikut aku!" ucap Faris membuat Nia tak banyak bicara dan langsung berdiri dan mengambil suaminya itu, mengambil tas kerja suaminya, kemudian menyusul Faris yang sudah berjalan lebih dulu menuju ke kamar mereka.
Sesampainya di kamar, Nia langsung masuk ke ruang ganti dan menyimpan tas kerja suaminya di sana. Saat berbalik ia terkejut saat melihat Faris ada di belakangnya, menutup pintu dan menatapnya dengan tatapan yang sulit ia artikan. Nia berjalan mundur saat Faris berjalan mendekatinya, ada rasa takut di hatinya, belum lagi kalimat nenek tadi yang mengatakan jika ia harus sabar menghadapi sikap dan sifat Faris. Apakah yang yang dimaksud nenek adalah sikap Faris yang kasar, fakta yang ia ketahui jika Faris bercerai dengan mantan istrinya adalah karena Faris yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga mereka itu sangat mengganggu pikirannya.
Melihat wajah ketakutan dari sang istri membuat Faris semakin bersalah dengan apa yang dilakukannya tadi. Ia pun berjalan mendekat. Namun, Nia berjalan mundur seolah tak ingin didekati olehnya Faris.
"Maaf karena sikapku tadi. Aku benar-benar tak bermaksud untuk membuatmu takut padaku," lirik Faris sambil terus berjalan mendekati Nia hingga tubuh istrinya itu berhenti karena terhalang oleh tembok yang ada di belakangnya.
Faris bisa melihat jika Nia meremas jarinya, menandakan jika istrinya itu takut padanya. Faris menggenggam tangannya dan mendongakan wajahnya yang dari tadi menunduk tak berani menatapnya.
Faris bisa melihat wajah Nia yang ketakutan dan mata yang berkaca-kaca.
Semua itu semakin membuat hati Faris menyesal karena telah melakukan apa yang dilakukannya tadi.
"Nia, aku minta maaf, aku sama sekali tak bermaksud untuk membuatmu takut. Tadi aku hanya sedikit terkejut saat kau melihat hal yang selama ini sudah berusaha aku lupakan, aku tak ingin kamu membuka kembali luka lama yang telah berusaha aku kubur dalam-dalam," ucapnya. Nia takenjaeab apapun dan hanya masih terus menatap mata sang suaminya.
" Aku tak melakukan apapun pada Album foto itu, aku hanya melihatnya, aku tak tahu jika semua itu tak boleh aku lakukan," ucapnya membela diri. Ia masih takut jika sampai Faris berbuat kasar padanya, Nia bisa merasakan tangan kekar Faris yang menyentuh lengan dan dagunya, jika tangan itu melayang padanya, entah apa yang terjadi pada dirinya.
Melihat istrinya yang semakin ketakutan membuat Faris menariknya dalam pelukannya dan di saat itulah Nia sudah tak bisa lagi menahan tangisnya, rasa kecewa dan takut yang menghantuinya membuat ia terisak di pelukan sang suami. Faris terus menenangkan sang istri membiarkan dia menumpahkan segala rasa sesaknya.
Setelah Nia sudah lebih tenang. Faris pun menatap wajah sang istri yang sudah sembab karena tangisannya.
"Maaf, aku benar-benar tak bermaksud melakukannya. Aku akan mencoba menjadi suami yang terbaik untukmu, tak akan membuatmu takut dan bersedih seperti ini. Apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa memaafkanku?" lirik Faris.
Nia bingung, inikah sosok yang dikenalnya kasar dan juga bisa melakukan kekerasan padanya. Selama ia mengenalnya sosoknya begitu lembut dan perhatian padanya. Kecuali pagi tadi, membuat ia bingung dengan sifat suaminya. Apakah suaminya ini mempunyai kepribadian yang ganda.
"Katakan, Nia. Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan sikapku pagi tadi?" tanya Faris membuat Nia pun menggeleng.
"Aku yang seharusnya minta maaf, aku telah salah paham, aku berpikir jika kamu, marah padaku," ucapnya Faris mengusap kepala Nia.
"Ya sudah, kita bahas lagi nanti, terima sudah memaafkanku. Sebaiknya kita temui yang lain, mereka pasti ingin bertemu denganmu," ucap Faris lembut dan Nia pun mengangguk. Keduanya keluar dari kamar, kini perasaan Nia jauh lebih baik dari sebelumnya, tak ada lagi rasa takut jika suaminya akan marah padanya.