NovelToon NovelToon
ISTRIKU DUA TAPI AKU MASIH PERJAKA

ISTRIKU DUA TAPI AKU MASIH PERJAKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mega Biru

Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 30

Kelana memeluk erat istri pertamanya, selintas ada rasa enggan untuk melepas Bening dari hidupnya. Karena Bening seperti mutiara yang baru diangkat dari kerang yang belum tersentuh oleh peradaban manusia. Pria itu pun merasa akan menyesal jika sampai kehilangan gadis yang masih suci itu.

Namun Kelana takut Adipati tak main-main dengan ucapannya. Karir yang selama ini ia perjuangkan bisa rusak jika dirinya dipenjara, apalagi Adipati memang tipikal pria yang tak pernah bercanda pada ucapannya.

“Bang, Abang nggak akan lepasin aku, kan?” tanya Bening.

Kelana melepaskan dekapannya, lantas menuntun Bening duduk di bibir ranjang. “Jadi Abang harus gimana?”

“Ya Abang ajak ngobrol om Adipati itu, Abang minta tolong sama dia buat jangan laporkan Abang.”

Kelana membersihkan pipi Bening dari air mata dan keringat. “Kalau Adipati nolak?”

“Ya udah, kita hadapin aja sama-sama.”

“Kamu tetap ingin jadi istri Abang?”

Bening mengangguk. “Aku cinta sama Abang.”

Kelana membisu memperhatikan wajah ayu istrinya itu. Bening adalah gadis ke dua yang menyatakan cinta padanya, namun rasanya sangat berbeda dari Kadara yang pernah mengatakannya juga.

“Oke, kita hadapi apa pun yang akan terjadi, ya? Abang nggak mau ngeliat kamu nangis lagi.”

Bening mengangguk cepat.

"Udah nggak sedih lagi?"

Bening menggeleng cepat.

"Sekarang kamu mau apa? Mau Abang belikan es krim?"

Bening menggeleng lagi. “Aku mau cium,” lirihnya.

“Apa?” Kelana tak mendengar sampai mendekatkan telinganya.

“Cium.” Bening berbicara di telinga Kelana.

Bibir Kelana terangkat refleks, senyuman manis itu pun Kelana lemparkan hingga membuat Bening tersenyum juga. Namun jantung Kelana mulai merasakan debaran aneh saat melihat senyuman Bening yang semakin menunjang kecantikan gadis itu.

CUP!

Kelana mengecup kening Bening, hingga jantung ke dua manusia itu sama-sama berguncang saat saling bertatapan.

“Kamu cinta Abang?” tanya Kelana.

“Iya.”

“Abang juga akan mencintai kamu lebih dari cinta kamu ke Abang.”

**

**

**

“Kenapa diam?”

Kadara memandang raut Adipati yang berubah sesaat mendengar penyakitnya. Kadara hanya ingin mengetes reaksi Adipati yang katanya akan menerima apa adanya, namun dari ekspresinya, Adipati tampak kecewa dengan kejujuran Kadara.

“Kamu punya penyakit menular seksual apa, Dara? Kenapa kamu bisa punya penyakit seperti itu?” tanya Adipati.

“Kamu nggak perlu tau dari mana aku dapat penyakit ini, aku cuma mau tau jawaban kamu. Kamu mau nggak terima aku jadi istri kamu dengan penyakit menular seksual aku?” tanya Kadara.

Adipati membisu. Secinta-cintanya ia pada Kadara, namun ia juga takut menjadi suami dari seorang wanita yang punya penyakit seksual. Apalagi tujuan utama manusia ingin menikah memang untuk memenuhi kebutuhan seksual dan mendapatkan keturunan, tentu Adipati takut jika memiliki istri yang punya penyakit menular.

“Apa penyakit kamu bisa disembuhkan?” tanya Adipati.

“Kenapa kamu nggak jawab pertanyaan aku? Kamu jijik juga ya punya istri penyakitan seperti aku?”

“Bukan gitu, tapi –“

“Bilang jijik juga nggak papa kok! Aku mulai terbiasa jadi perempuan menjijikan. Bahkan suamiku sendiri nggak mau sentuh aku karena jijik sama aku. Kamu pun sama, kan? Lebih baik kamu pergi dari sini!”

Kadara menahan rasa tertusuk di hatinya. Perasaannya patah karena tak diterima di mana-mana. Ia pun menyesal pernah bekerja di perusahaan Angkasa.

Perlakuan Angkasa itu seperti sebuah tato permanen yang tak akan hilang bila hanya dicuci menggunakan sabun. Kesucian yang hilang, serta penyakit yang tertinggal, membuatnya kehilangan masa depan.

Namun Kadara menyadari kebodohannya yang tak mau terbuka pada Kelana. Posisi Kadara waktu itu hanya takut Kelana akan meninggalkannya.

Air mata Kadara tanpa sadar mengalir, ia mengingat semua momen di mana Angkasa memaksanya, padahal ia sudah memberontak kesakitan. Namun ia tak bisa berteriak karena takut akan banyak karyawan yang datang melihatnya tanpa busana.

Terlebih lagi Kadara sangat butuh pekerjaan yang gajinya lumayan besar untuk membantu melunasi hutang ayahnya yang sering main judi online. Kadara sempat bertahan karena tak ingin dipecat, namun rasa sabarnya itu hanya bertahan dalam waktu satu bulan, hingga tak berpikir panjang lagi untuk resign.

2 tahun Kadara bekerja di perusahaan itu, tapi tak pernah mendapatkan pelecehan apa pun dari atasannya. Namun semenjak perusahaan itu diambil alih oleh Angkasa, di situlah mulai banyak korbannya. Banyak karyawati yang tiba-tiba resign bekerja, ada yang sampai trauma dan hilang entah ke mana, ada yang bertahan karena dijanjikan naik jabatan, ada yang mau melayani dengan sukarela karena bayaran, bahkan pernah ada yang ingin lapor polisi namun ditahan pakai uang.

Alhasil Kadara memilih meninggalkan pekerjaan itu, tak peduli banyak depkolektor yang datang ke rumahnya. Dan sejak saat itu, Kadara jadi trauma dan tak ingin masuk lagi ke dunia kerja hingga hidupnya selalu bergantung pada penghasilan Kelana, dan terpaksa memanfaatkan dompet Adipati untuk melunasi sebagian hutang ayahnya.

Namun jika Kadara diminta untuk memilih Adipati atau Kelana, tentu rasa cintanya lebih besar pada Kelana yang sudah menemaninya sejak lama. Bahkan Kadara selalu ingin Kelana menyentuhnya sebelum menikah, karena ingin Kelana merasa bersalah sebab menodainya.

Kadara pikir, ia tak akan pernah ketahuan bahwa dirinya sudah tak perawan. Kadara pikir juga Kelana pria awam yang tak bisa membedakan mana perawan atau bukan, namun semuanya hancur gara-gara jengger ayam.

Sekarang Kadara mulai bingung dengan hidupnya. Ia sudah tak diterima suaminya, bahkan selingkuhannya pun tak mau menerimanya.

Namun di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat menyesal telah menyia-nyiakan kebaikan Kelana yang selalu menjaganya. Kadara pun ingin tetap menjadi istri dari pria seperti Kelana, walaupun sudah ada madu di hidupnya.

**

**

**

Waktu untuk menonton sinetron perdana Bening akhirnya datang juga. Sabit dan ke 9 temannya sedang berbondong-bondong memasuki halaman rumah kelana. Ke 10 remaja SMP itu pun sudah siap dengan masing-masing alat tempurnya.

Sabit, membawa kain putih besar untuk dijadikan layar.

Adara, membawa cemilan untuk nonton seperti di bioskop.

Rawa, membawa tikar mini.

Arang, membawa handicam.

Badai dan guntur, membawa ponsel mahal berkamera jernih.

Bumi, membawa minum-minum kaleng.

Gagah, membawa lampu stan holder.

Rawit, membawa gorengan.

Sedangkan Samudra, membawa bantal.

Ke 10 remaja itu tampak bahagia dan bangga karena memiliki teman yang akan masuk ke dalam tv. Bahkan mereka akan memamerkan kebanggaannya itu pada seluruh followersnya di media sosial.

“Beeeeniiiiiing ...!"

“Niiiing!”

“Bening!”

Suara ke 10 remaja itu sangat kompak, hingga membuat Ajeng dan Agustina ke luar dari rumah.

“Masya Allah, anak-anak ibu udah pada datang. Mau nobar sinetronnya Bening ya?” ujar Ajeng.

“Iya, Tanteeee,” sahut mereka.

“Ayo masuk cepetan, Bening lagi makan di dalam. Kalian mau makan juga?” tawar Agustina.

“Boleh, T –“ Jawaban Rawit dihentikan Sabit yang merebut gorengan dari tangan Rawit.

“Kita bawa cemilan sendiri kok, Tan.” Sabit mengangkat seplastik gorengan itu.

“Iya, Tan. Nggak usah repot-repot. Kita nggak mau ngabisin nasi,” sahut Samudra yang sedang memeluk satu bantal.

“Yaaah, padahal Tante udah sengaja masak banyak. Ya udah kalau gitu kalian masuk aja dulu,” titah Ajeng.

“Let’s go.” Sabit melangkah terlebih dulu untuk memimpin seluruh temannya masuk ke rumah Kelana.

“Seneng banget ya liat remaja seumur gitu, bu. Jadi pingin muda lagi.” Agustina tersenyum hingga gigi ompongnya terlihat.

“Kita nggak mungkin bisa muda lagi, Bu. Tapi ngomong-ngomong Mas Kelana mana, ya? Kok tumben belum pulang?” Ajeng mencari menantunya.

“Tadi kata Bening, Kelana ada sedikit lemburan, jadi pulang terlambat.”

“Oh begitu.” Mata Ajeng tertuju pada mobil yang baru datang. Namun mobil itu bukan milik menantunya, melainkan milik suaminya Harum.

“Akhirnya Harum datang juga.”

Agustina merasa bahagia karena anak pertamanya mau memenuhi undangan untuk nobar sinetron Bening juga. Ia ingin berkumpul bersama anak, menantu, dan cucunya, karena sudah lama tak pernah kumpul bersama.

“NENEK!” Kiblat berteriak saat keluar dari mobil.

“Kiblaaaaaaat!” Agustina berlari India karena sudah tak sabar ingin memeluk.

“Neneeeeek!” Kiblat berteriak karena Agustina malah memeluk Dokter Unggul.

“Ibu, Kiblat yang itu.” Harum menunjuk putranya yang melongo.

Agustina melepaskan pelukannya, lantas tersenyum pada Dokter Unggul.

“Gigi palsu ibu ke mana?” Dokter Unggul memandang gigi Agustina yang ompong. Padahal gigi palsu harga jutaan itu Dokter Unggul lah yang membelikannya.

“Gigi palsu ibu copot waktu makan lengkuas, Mas.”

“Ngapain ibu makan lengkuas?” tanya Harum.

“Ya ibu nggak sengaja makan lengkuas.” Agustina pun memeluk Harum karena rindu, lantas memeluk Kiblat sambil menggendongnya.

“Kirain aku duluan yang mau nenek peluk, taunya ayah duluan,” gerutu Kiblat.

“Maafkan Nenek, Kiblat. Tapi harus orang tertua dulu yang Nenek peluk.”

“Oh, ya udah, katanya kita mau nonton sinetronnya Tante Bening?”

“Iya, ayo masuk.” Akhirnya seluruh keluarga itu masuk ke dalam rumah untuk mengapresiasi karya Bening yang pertama kalinya.

Di dalam rumah, Badai dan Guntur sudah memasang kain putih besar di dinding sebagai layar untuk nobar. Bening dan Adara pun sudah menata cemilan dan minuman yang siap dihidangkan.

Rawa sedang membuka sosial media sambil duduk di tikar mini yang hanya cukup untuk duduknya sendiri.

Samudra sedang tiduran di bantal yang ia bawa sendiri juga sambil menonton Gagah yang sedang memasang lampu stan holder.

Sedangkan Rawit, Arang, dan Bumi sedang makan gorengan sambil memperhatikan Sabit yang sedang memandang Bening.

Ke 11 remaja itu pun tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, di sambut Ajeng, Agustina, Harum, Unggul, dan Kiblat yang mulai duduk di atas sofa.

“Sinetronnya mulai jam berapa, Ning?” tanya Harum.

“Loh, ada Mbak Harum sama Mas Dokter juga.” Cepat-cepat Bening mencium tangan ke dua kakak iparnya.

“Aku nggak dilihat?” Kiblat memicing.

“Oh, ada Kiblat juga?” Bening mencium tangan keponakannya.

“Salah, Bening. Kiblat yang harus cium tangan Bening,” ujar Agustina.

“Nggak papa, Bu. Tangan anak kecil itu memang disarankan untuk dicium,” sahut Bening.

“Astaga, kenapa jadi ramai gini?” Kelana si empunya rumah akhirnya datang juga. Pria berpakaian kantor itu pun terkejut melihat keadaan rumahnya yang seperti tenda pengungsian.

“Kita mau nonton sinetronnya Bening!” sahut Sabit dengan pandangan tak suka.

“Oh, udah mulai sinetronnya?” Kelana menarik dasinya, namun dengan sigap Bening menghampiri Kelana untuk membantu membuka dasi.

“Ciyeeeee!” seru seluruh remaja itu, kecuali Sabit.

“Apa ciye-ciye? Memangnya aku nggak boleh bantu pacar aku?” Bening bertanya sambil melepas dasi, namun tak sadar Kelana sedang memandang wajah Bening yang terlihat cantik semakin hari.

“Pacar?” bisik Harum pada ibunya.

“Kata Kelana, kita harus menganggap Bening dan Kelana pacaran kalau di dapan teman-teman Bening,” bisik Agustina.

“Oh.” Akhirnya Harum membawa pesan itu untuk dikompromikan di telinga Dokter Unggul.

“Sinetronnya udah mulai!” Ajeng mematikan lampu dan menutup gorden hingga ruangan itu menjadi gelap seperti di bioskop.

“Bang, aku bakal masuk tivi.” Bening menarik Kelana untuk duduk di sampingnya.

“Terus fungsi kain putih itu untuk apa? Proyektornya mana?” tanya Kelana.

“Rawit lupa bawa proyektor, Bang. Yang diingat malah gorengan,” sahut Adara.

“Mau pakai proyektor saya?”

“Nggak usah!” sahut Sabit dengan ketusnya.

Suasana ruangan itu mendadak hening dan hanya dibisingi suara tivi bervolume tinggi. Ke 8 remaja itu pun mulai stand by dengan ponselnya untuk merekam tv, bahkan ada yang mulai live streaming.

“Guys, kalian pokoknya harus lihat. Di sinetron Anak Sekolah ini akan muncul teman kita. Teman kita yang paling membanggakan itu namanya Bening, dia satu kelas sama kita di sekolah SMP Negri Husada Bangsa.” Kata-kata itu Adara lontarkan sambil live, yang lain pun mengatakan hal yang sama pada vidionya.

“Bang, makasih ya. Semua ini berkat batuan Abang.” Bening terharu sampai matanya berembun.

“Sama-sama, sayang.” Kelana merangkul pundak Bening, hingga kepala istrinya itu bersandar di pundaknya yang kokoh.

“Nah, itu! Sebentar lagi aku kesorot kamera!”

Bening menunjuk layar tv yang sedang menampilkan peran utama, peran utama itu pun tengah di bully satu kelas. Bening mendapat peran teman sekolah ikut menyoraki sambil duduk di kursi.

“Kamu yang mana, Bening?” tanya Sabit.

“Sebentar –“ Bening berdebar karena wajahnya belum tersorot kamera, semua orang pun tampak tegang dengan kamera yang masih stand by.

“Nah, itu aku!” Bening menunjuk dirinya di tv, namun yang tersorot hanya jidatnya doang.

1
Jubed Edah
alur ceritanya sih bagus,hanya untuk tokoh lelakinya kok kurang greget
Yanty Yusuf
Luar biasa
Yuliana Tunru
astaga peran x cuma liat kan jidat x doang..🤣🤣🤣🤣
Retno Harningsih
lanjut
NT.RM
Cerita yang sangat menarik, cerita ini bikin penasaran, baca awal jd ketagihan Goodluck
NT.RM
aku baru tau loh...
NT.RM
iya nih gimana sih si Kelan. td katanya Terima sekarang gk gitu. /Facepalm//Facepalm/
NT.RM
wah ini toh yang jadi masalah nya ?
NT.RM
wih MasyaAllah ni calon suami idaman.
NT.RM
hahaha bener ni otak mu 🤭
NT.RM
wih jarang bgt ya jaman sekarang ni😭
Mưa buồn
Sampai begadang buat baca ini, terbayang-bayang sampe pagi.😍
Nami/Namiko
Gak nyesel baca cerita ini, recommended banget!
Tani
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!