Daren begitu tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi wanita yang di cintainya, Tapi cintanya tak terbalas, Sarah yang di cintai Daren hanya mempunyai secuil perasaan padanya, Di malam itu semua terjadi sampai Sarah harus menanggung akibat dari cinta satu malam itu, di sisi lain keduanya mau tidak mau harus menikah dan hidup dalam satu atap. Bagaimana kelanjutan kisah Mereka. akankah Daren bisa kembali menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Sarah? Dan apakah Sarah bisa mengejar cinta Daren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Yang Hancur Lebih Dahulu
Sarah mundur setelah berbisik, melenggang masuk kedalam minimarket meninggalkan Yasmin yang mematung dengan kepalan tangan.
"Dia siapa?" Tanya Diandra ingin tau. melirik Yasmin yang masih diam membisu di sana.
Sarah ikut melirik luar pintu kaca dengan ekspresi datar. "Hanya teman lama."
"Kamu tadi ngomong apa? Sampe dia bengong begitu.." Lagi Diandra berbisik.
Sarah hanya tersenyum sebagai jawaban. Membuat Diandra penasaran setengah mati.
Sementara itu Yasmin tak jadi masuk kedalam minimarket, Yasmin kembali berlari membawa wajah penuh ketakutan. Bisikan Sarah yang mematikan membuat dadanya sesak bahkan tubuhnya terasa panas dingin.
Mobil yang berada di parkiran taman, Menjadi tujuannya, Segera Yasmin menghidupkan mesin mobil lalu tancap gas.
"Bagaimana mungkin, Bagaimana bisa? Ga, Dia pasti hanya ingin menakut-nakuti ku saja." Tapi entah kenapa hatinya terasa gelisah, sampai rumah Yasmin berlari mencari sang Kakak, Kebetulan kedua orang tuanya dan dokter Vera tengah berada di ruang makan menikmati sarapan pagi.
"Ayah, Bunda." Teriak Yasmin menggemparkan, Dokter Vera sampai tersedak saking terkejutnya.
"Yasmin? Apa-apa sih kamu, datang-datang teriak-teriak, ga sopan kamu." Caci Dokter Vera. Melirik kedua orang tuanya yang mana menatapnya sinis.
"Apa sayang? Kenapa teriak-teriak, ada apa?" Nyonya Meri bertanya, langsung meminta Yasmin untuk duduk, penuh perhatian memberikan gelas berisi air minum. "Minum dulu."
Yasmin menyambar gelas begitu rakus meneguk air didalamnya. "Tadi, Tadi Yasmin ketemu Sarah." Ucapnya terengah.
"Terus." Pak Dahlan ikut bertanya di saat mulutnya sibuk mengunyah nasi goreng yang lezat.
"Dia bilang, kalau dia sudah tau kebohongan Kakak." Mata Yasmin beralih ke Dokter Vera.
Pak Dahlan dan Nyonya Meri ikut melirik si anak sulung. Yang di tatap menjadi panik..
"Apa? Apa kamu bilang? Sarah tau kebohongan ku?" Dokter Vera menjadi ketakutan lebih tepatnya panik tingkat tinggi.
Pak Dahlan memejamkan mata. "Astaga."
"Gimana ini Ayah? Pernikahan Yasmin dan Daren di depan mata, tapi sekarang." Nyonya Meri ikut-ikutan panik, Wajahnya menjadi pucat.
"lakukan sesuatu ayah? Yasmin ga mau kalau pernikahan Yasmin sama Daren batal." Yasmin merengek bak anak kecil, menarik-narik lengan Pak Dahlan tanpa memperdulikan wajah sang ayah yang kebingungan.
"Seharusnya kita sudah memperhitungkan semua ini, Vera yakin Sarah menguji ulah hasil lab itu di rumah sakit lain." Papar Dokter Vera lemas. Hari itu sudah ia tebak kalau pada akhirnya akan seperti ini, tapi lihat bagaimana Sang ayah yang bergelimang harta itu akan bertindak, Dokter Vera hanya pasrah, sedari awal dirinya sudah menolak, tapi demi sang adik tercinta gelarnya di pertaruhkan. Dokter Vera yang tak berdaya lekas bangun dan melenggang pergi meninggalkan ruang makan.
Yasmin dan kedua orangtuanya hanya menatap tanpa ingin mencegah. Ada hal penting yang harus di pikiran..
"Ayah, ayo berpikir." Yasmin kembali ke Pak Dahlan yang masih diam.
"Sabar sayang," Nyonya Meri menenangkan Yasmin untuk bisa bersabar.
Pak Dahlan yang tadi sibuk berpikir segera bangkit dan berlalu pergi.
Yasmin melongo bingung. "Ayah, Ayah?" Teriak Yasmin memanggil, Lalu berlari tapi Nyonya Meri mencegah.
"Biarkan ayah berpikir Sayang,"
"Tapi Bun, Yasmin ga mau ya kalau pernikahan Yasmin dan Daren batal. Yasmin akan pastikan kalau kalian hanya akan mendengar kabar kematian Yasmin kalau pernikahan itu tidak terjadi."
"Astaga, sayang jangan katakan itu."
"Pokonya Yasmin ga mau Daren menjadi milik Sarah lebih lama." Ucap Yasmin sembari berlari menaiki tangga.
Nyonya Meri menatap kepergian Yasmin dengan wajah pucat. "Kenapa jadi begini?"
...
Daren dan Fadli duduk menunggu di teras rumah. Keduanya berbincang masih seputar Perusahaan Astra internasional, Tapi tetap saja Buntu, Daren yang di minta meninggalkan Sarah kekeh pada pendiriannya. Perbincangan lumayan sengit itu berakhir ketika Sarah dan Diandra datang. Keduanya lantas bangun dari duduknya.
"Kenapa di luar?" Tanya Sarah setelah tiba.
Daren menjawab sembari menggandeng Sarah. "Nungguin kamu sama Kak Diandra, Yuk, aku sama Kak Fadli belum sarapan."
Sarah yang tak enak mengangguk lalu mereka masuk dan sarapan bersama, setelah Sarapan, Fadli meminta Daren dan Sarah untuk duduk sebentar di ruang keluarga.
"Seperti yang kalian tau Siang ini Kakak akan kembali ke Belanda." Fadli bersuara. mengabarkan berita yang sebenarnya sudah di ketahui Daren dan Sarah, tapi bukan itu hal pentingnya, ada hal lain yang harus di sampaikan.
"Bagaimana dengan Dokter Vera?" Fadli bergantian melirik Daren dan Sarah.
Sarah melirik Daren seolah meminta jawaban, Daren yang paham bersuara. "Daren akan melaporkan dokter Vera. dia sudah membuat laporan palsu."
"Aku setuju, Buat mereka jera." timpal Diandra penuh semangat.
Sarah hanya mengangguk setuju. "Sarah mengikuti apa kata Daren saja."
Mendadak keadaan terasa lebih hangat, senyuman merekah terukir di wajah keempatnya.
"Sarah ke kamar dulu Kak, Mau mandi." Sarah pamit di ikuti Daren.
Fadli dan Diandra pun pergi ke kamar untuk bersiap. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
Di kamar, Sarah dan Daren masuk kedalam kamar mandi, Di sana keduanya berdiri di depan cermin dekat bathtub.
"Kenapa?" Tanya Daren, Mengirup aroma keringat Sarah yang mana di rasakan seperti aroma parfum.
Sarah menggeliat geli ketika tangan Daren masuk dengan lancang ke dalam bajunya.
"Geli Yank." Sarah menegang di buatnya, Menggigit bibir ketika Daren semakin liar. "Yank," Sarah mendesah.
Daren semakin bersemangat, sudah lama sekali tak bermesraan. Setelah sekian lama akhirnya bisa menghabiskan waktu bersama tak jadi masalah di kamar mandi pun. "Aku kangen kamu."
Seolah mengerti Sarah mengangguk. Daren mulai beraksi membuka piyama, lalu melucuti pakaian olahraga Sarah. Keintiman yang sesungguhnya kembali terasa, Sarah mendesah nikmat membuat Daren bersemangat.
"Pelan-pelan, kasian ade bayi." Bisik Sarah di tengah-tengah rasa kenikmatan.
Daren mengangguk perlahan melambatkan laju pinggulnya. Merasa belum puas, keintiman di lanjutkan di atas ranjang sampai siang hari mereka baru selesai beraktivitas.
Di luar, Fadli dan Diandra beserta sang putra yang mana baru berusia 3 tahun menunggu Sarah dan Daren yang masih berada di kamar.
"Koper sudah di dalam mobil Den." Satu pelayan mengabarkan.
Fadli mengangguk. "Terimakasih,"
Para pelayan semua berdiri di ruang keluarga. Menghantarkan Fadli dan Diandra untuk kembali ke Belanda, Di sana bahkan ada Pak Dodi dan Haikal baru saja tiba.
"Haikal dan Pak Dodi, Saya titip perusahaan." Ucap Fadli sembari menjabat tangan keduanya bergantian.
"Anda tenang saja, perusahaan akan kami jalankan dengan seharusnya." Sahut Haikal.
"Betul Den, Den Fadli jangan khawatir, perusahaan akan baik-baik saja, hati-hati di jalan, kami harap Den Fadli bisa kembali ke Indonesia dengan segera." Sambung Pak Dodi.
Fadli mengangguk. Sampai perhatian mata Fadli tertuju pada adiknya, Sarah berjalan cepat menghampiri Fadli. Langsung memberi pelukan erat.
"Hati-hati Kak, Cepet kembali." Sarah terisak, tapi berusaha kuat. Toh Kakaknya akan kembali ke Indonesia dan berkumpul lagi.
Fadli berlinang air mata, Rasanya berat meninggalkan Sarah tapi di Belanda juga begitu banyak urusan yang harus di urus sebelum benar-benar meninggalkan Belanda dan menetap di Indonesia.
"Kakak akan cepat kembali, kamu jaga diri disini, kalau Daren nakal jewer Telinganya." Kata Fadli, berusaha menghibur Sarah.
Sarah tertawa kecil dibuatnya. "Hati-hati Kak, Sarah sayang Kakak."
Diandra menerima pelukan dari Daren, keduanya saling menguatkan satu sama lain, walaupun baru bertemu beberapa kali dan baru saja Daren menjadi bagian keluarga Narendra, tapi Daren merasakan kehangatan di keluarga Sarah, Tak ada kecanggungan lagi.
"Jaga Sarah, Daren, kami akan segera kembali."
Daren mengangguk cepat. "Pasti, Daren akan menjaga Sarah, Kakak tenang saja,"
Sarah bergantian memeluk Diandra pun Daren.
"Daren, jangan kecewakan aku," Bisik Fadli.
Daren yang mengerti hanya mengangguk pelan.
"Jason, hati-hati ya, nanti ketemu lagi sama aunty." Sarah mengecup pipi sang keponakan yang mana hanya merespon dengan anggukan kepala.
"Good boy." Sarah tersenyum manis sembari mencubit pipi Jason yang senang menggelayut di tubuh Diandra.
"Jangan antar sampai bandara, di luar hujan, Nanti Kakak akan telepon kalau mau take off." kata Fadli di samping mobil yang siap meluncur.
Sarah yang ada di dalam dekapan Daren mengangguk, Begitu juga Daren. Pada akhirnya tangan keduanya melambai, melepas kedua Kakaknya untuk kembali ke Belanda..
"Ya Allah lindungi penerbangan Kakakku." Sarah berdoa, Daren mengaminkan.
Mobil melaju. Meninggalkan kediaman pak Anjas, perjalanan menuju bandara begitu riuh dengan hujan lebat. Bahkan guntur menemani.
"Hujannya lebih sekali." Diandra melirik hujan di luar jendela.
"Memang sedang musim nya." Sahut Fadli, Matanya fokus menatap layar ponsel.
...
"Pak, mobil yang membawa Fadli baru saja meninggalkan rumah, bagaimana sekarang?" Laki-laki di dalam mobil berbicara tenang.
"Jangan biarkan lolos, situasi mendukung lakukan dengan cepat."
"Baik Pak,"
...
Sarah tak tenang, entahlah hatinya menjadi gelisah bukan main.
"Kenapa?" Daren segera duduk di samping Sarah yang tengah berdiam diri di balkon kamar sembari menikmati rintikan hujan.
"Ga, aku cuma ga enak hati aja."
"Kamu tenang ya, penerbangan Kakakmu pasti berhasil, seperti biasanya." Daren menenangkan Sarah. Memijat bahunya agar Sarah rileks. Berhasil, Sarah mulai tenang. Kepalanya bersandar di sofa.
Tenang Sarah, Ini hal biasa, penerbangan kakak pasti berhasil.
...
Sementara itu, Pak Dahlan nampak tertawa kecil di dalam ruang kerjanya, Ponsel baru saja ia letakkan.
"Jangan bermain-main dengan ku, aku bisa melakukan apapun demi masa depan anakku." Pak Dahlan tertawa kencang. begitu bahagia karena sedikit lagi keinginannya akan terkabul. "Yasmin akan tetap menikah dengan Daren, apapun akan aku lakukan."
Di saat Pak Dahlan bersorak gembira seorang diri. Dokter Vera mematung setelah mendapatkan satu buah pesan.
Karirmu sebentar lagi sudah hancur, tidak akan ada yang bisa menolong mu dari perbuatanmu itu, aku pastikan karir mu hancur lebur. Kamu sudah memainkan hidup orang lain, Tidak akan ada celah untuk mu selamat, Kekuasaan orang tua mu tidak akan bisa menyelamatkan kamu dari ku.
Entah siapa yang sudah mengirimnya pesan itu, Dokter Vera menjadi sangat ketakutan. Matanya tak terarah. Sangat takut untuk mencoba mengambil ponsel yang kini tergeletak di lantai.
"Daren, ini pasti dari dia, Ga, aku ga bersalah, aku ga bersalah." dokter Vera menjadi panik, Kakinya berjalan tak terkendali, Terseok seorang diri di dalam kamar. Pandangan menjadi kabur. Kata-kata di dalam pesan begitu mengganggu, begitu banyak kemungkinan yang terjadi jika rahasianya terbongkar.
Pikiran yang kalut tiba-tiba memintanya untuk ke kamar mandi. kakinya berjalan cepat. Di walk in closed tangan dokter Vera mencari benda yang selalu ia gunakan untuk mencukur bulu. Ia ambil, ia lucuti. Sampai menyisakan bagian yang tajamnya.
Dokter Vera terisak, "Aku ga mau di penjara." Seketika denyut nadinya ia iris, Darah mulai mengalir dengan kepanikan kakinya keluar kamar mandi, Tubuhnya yang tak terkendali menghampiri balkon alih-alih pintu kamar. Sampai tubuh setengah kuat itu menjatuhkan diri.
Pelayan yang melihat Dokter Vera mendarat di aspal depan teras rumah terkejut dan berteriak.
"Aaaaaaaaaaaa..... Non Vera."