" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 04
" Nduk, apa kudu berangkat sekarang. Ini udah malem lho."
" Iya Pak, soale udah pesen busnya. Nanti jam 8 bus nya berangkat."
Jea bicara sambil menyiapkan beberapa bajunya. Liburan semester seharusnya masih ada 5 hari lagi. Tapi dia harus kembali ke kampus karena ada kegiatan yang ia ikuti.
Sebuah kebahagiaan besar ketika cita-citanya menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Nusantara terkabul 2 tahun yang lalu. Persaingan yang ketat saat tes penerimaan mahasiswa baru, membuat Jeanica Anisffa Reswoyo tidak lulus saat dia menamatkan sekolah SMA nya. Dia menunggu satu tahun lagi dan mendaftar kembali, akhirnya di tahun berikutnya dia lulus dan bisa masuk.
Awalnya Reswoyo dan Desi tidak setuju dengan Jea yang menempuh pendidikan di kota yang jauh dari rumah. Tapi keinginan dan kegigihan gadis itu membuat kedua orangtuanya pun luluh.
Saat ini Jea sudah berada di semester 5, hanya tinggal 3 semester lagi dia akan lulus dan bisa kembali ke rumah.
" Nduk, kamu masih kerja juga?"
" Yo masih to Bu, kan aku ndak bisa terus menerus membebani Bapak sama Ibu. Sebelumya kan aku udah janji bakalan nyambi kerja. Bapak sama Ibu ndak usah khawatir soal itu."
Jea paham betul, keluarganya bukanlah keluarga kaya. Tapi mereka selalu berkata semuanya cukup dan sesuai porsi. Di dalam rumah mereka memang ada mobil, tapi mobil itu adalah mobil tua peninggalan kakek Jea. Yang katanya Reswoyo sampai kapanpun tidak akan dijual olehnya.
" Udah jam 7 tuh Nduk. Cepetan berangkat katanya busnya jam 8," ucap Desi mengingatkan anak perempuannya.
" Ehh iya ya udah ya Bu aku pamit. Itu tolong bilangi sama Akbar, dia blum pulang kan ya dari masjid?"
Desi hanya mengangguk, kemudian dia melepaskan kepergian anak dan suaminya hingga ke pintu depan rumah.
Nyuuut
Dada Desi terasa nyeri. Tiba-tiba perasaanya menjadi tidak enak saat mobil yang dikendarai suaminya menjauh dari pandangan matanya. Rasa sesak pun semakin dia rasakan ketika ia memasuki rumah.
" Ini ada apa to, kok rasane kayak gini. Ya Allah, lindungi anak dan suamiku."
Hanya berdoa yang bisa Desi lakukan. Desi, dia bekerja sebagai guru di sebuah sekolah dasar. Sedangkan Reswoyo, membuka usaha warung kelontong. Tidak besar namun lumayan cukup untuk bisa menghidupi keluarganya, ya tentunya ia bahu membahu bersama sang istri.
Di tempat lain, tepatnya di mobil, Jea berbincang dengan ayahnya. Banyak pembicaraan yang mereka lakukan. Dan terakhir adalah membicarakan perihal kekasih.
Jea sedikit terkejut ketika Reswoyo bertanya apakah dirinya sudah punya pacar atau belum. Selama ini ayahnya itu sama sekali tidak pernah bertanya tentang hal itu. Reswoyo termasuk orang yang santai, dan tidak terburu-buru menginginkan putrinya menikah. Apalagi Jea saat ini baru berusia 22 tahun. Walau, di daerah tempat tinggal mereka banyak gadis seusia Jea sudah menikah bahkan sudah memiliki anak.
" Laah Pak, aku ndak mikirin yang begitu. Belooom, ih Bapak tuh."
" Hahaha, Bapak cuma guyon. Tapi kalau ada ya bagusnya langsung nikah wae. Ndak malah jadi dosa. Haaah Bapak cuma takut kalau Bapak tiba-tiba pergi, kamu, ibu dan adikmu ndak ada yang jaga."
" Bapak tuh ngomong apa to. Jangan ngomong kayak gitu. Bapak tuh ndak akan pergi kemana-mana."
Reswoyo terkekeh, ia lalu mengusap lembut kepala putrinya. Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan. Namun baru beberapa saat, tiba-tiba mobil yang dikendarai Reswoyo sedikit oleh. Tentu saja Jea kaget, terlebih saat melihat ayahnya yang tiba-tiba meringis kesakitan sambil memegang dadanya.
" Pak, Bapak kenapa! Pak minggir dulu Pak!
Jea panik, dia hendak mengambil alih kemudi namun hal itu tidak bisa ia lakukan karena Reswoyo ambruk di stir dan kakinya menginjak pedal gas. Mobil melaju cepat dan tanpa arah.
Bruk
Ckiiit
Ngiiiiing
Tabrakan tidak terhindarkan. Kepala Jea terhantuk dashboard. Kepalanya berdengung sehingga ia tidak bisa mendengar panggilan dari orang yang berada di luar.
Dugh dugh dugh
" Kamu yang di dalam, apa bisa denger aku!"
Dugh dugh dugh
" Haloo. Apa kamu bisa bergerak!"
Jea memejamkan matanya sesaat untuk mengembalikan kesadarannya. Jea lalu melihat ke arah jendela, ia menganggukkan kepalanya sebagai tanda dia masih bisa mengerti apa yang orang itu ucapkan. Dengan perlahan Jea membuka pintu mobilnya. Ia bisa merasakan tubuhnya dibawa keluar oleh orang itu.
" Tolong, tolongin Bapak saya." Setelah mengucapkan hal tersebut Jea jatuh pingsan, dia sudah tidak tahu kejadian apa yang terjadi, dia juga tidak mendengar adanya kerumunan orang dan suara ambulance. Semuanya sama sekali tidak bisa ia ketahui karena saat ini dirinya tidak dalam kondisi sadar.
Jea dan Reswoyo dibawa ke rumah sakit terdekat. Jika Jea tidak banyak mendapatkan luka, maka berbeda dengan Reswoyo. Dan rupanya ada diagnosa lain pada ayah dua anak itu. Reswoyo mengalami serangan jantung sehingga membuatnya pingsan saat mengendarai mobil tadi.
" Apa Anda keluarganya?" tanya salah satu dokter yang menangani.
" Saya dosen gadis itu Dok," jawab Lean. Lean mengetahui bahwa Jea merupakan salah satu mahasiswanya yakni dari kartu mahasiswa yang dia lihat pada dompet Jea saat mencari identitasnya. Sungguh Lean tidak menyangka bahwa mobil yang dia tabrak itu adalah mobil yang di dalamnya ada mahasiswanya.
Meksipun dari keterangan dokter, kecelakaan ini bukan murni kesalahannya, tapi tetap saja Lean merasa amat sangat bersalah.
Andaikan dia lebih bijak mengatur jadwal. Andaikan dia lebih perhatian terhadap tubuhnya, pasti hal tersebut tidak akan terjadi.
Lean kembali ke ruang rawat Jea, dia menunggu sampai gadis itu sadar. Awalnya dia ingin langsung menghubungi keluarga Jea yang lai. Tapi Lean menundanya hingga Jea bangun lebih dulu.
" Ughhh, Pak. Bapak!"
" Kamu sudah bangun Jeanica."
Jea terdiam sejenak. Dia tidak perlu bertanya ini dimana karena pastilah ini di rumah sakit. Dari apa yang dia lihat sekarang saja Jea sudah tahu persis keberadaanya. Namun yang membuat terkejut adalah orang yang saat ini duduk di samping brankar.
" Pak Lean, kenapa Bapak bisa di sini?"
Lean menceritakan apa yang terjadi. Dia juga meminta maaf tentang kecelakaan itu. Tapi Jea menggelengkan kepalanya. Karena dia juga tahu kondisi yang sebenarnya. Ayahnya lah yang lebih dulu merasa sakit sehingga kecelakaan bisa terjadi. Jadi ini semua memang bukan kesalahan Lean.
" Maaf selamat malam, dengan keluarga pasien Reswoyo. Kami sudah memindahkan pasien ke ruang rawat."
" Baik terimakasih ya Mas."
Jea turun dari brankar, awalnya Lean ingin melarang tapi tidak jadi karena pasti saat ini Jea ingin bertemu ayahnya. Akhirnya Lean membantu Jea menuju ke ruang dimana Reswoyo berada.
Saat masuk ke dalam ruangan, Reswoyo ternyata juga sudah sadar. Pra paruh baya itu tersenyum ketika melihat anaknya baik-baik saja. Ia lalu menggerakkan tangannya sedikit, meminta sang anak untuk mendekat.
" Siapa?"
" Saya Leandra Pak, saya adalah yang menabrak mobil bapak tadi. Dan kebetulan saya adalah dosen Jeanica."
" Pak Dosen, maukah Bapak menikahi anak saya?"
" Ya? Apa?"
TBC