Menyukai seseorang adalah hal yang pribadi. Zea yang berumur 18 jatuh cinta pada Saga, seorang tentara yang tampan.
Terlepas dari perbedaan usia di antara keduanya, Zea adalah gadis yang paling berani dalam mengejar cinta, dia berharap usahanya dibalas.
Namun urusan cinta bukanlah bisa diputuskan personal. Saat Zea menyadari dia tidak dapat meluluhkan hati Saga, dia sudah bersiap untuk mengakhiri perasaan yang tak terbalaskan ini, namun Saga baru menyadari dirinya sudah lama jatuh cinta pada Zea.
Apakah sekarang terlambat untuk mengatakan "iya" ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANUVER CINTA~PART 17
Mereka sudah berjalan keluar dari rumah sang komandan batalyon, hanya berjalan santai sembari mengobrol dari hati ke hati, sepertinya. Meski terlihat seperti manusia robot tak berhati, akhirnya Zea tau kalau si abang gemes ini nyatanya bisa berwajah santuy tak setegang kaya lagi foto ktp.
Ia menatap langit yang gelap bertaburkan perhiasan malam, bukan emas emak apalagi berlian pak Hotman melainkan benda langit yang ada di lagu anak-anak.
Mereka nampak berkelap-kelip memberikan keindahan tersendiri bagi keduanya bersama sang angin yang melambai sepoi-sepoi.
Mungkin sudah ada 5 meter mereka berjalan keluar rumah, namun Saga belum jua membuka obrolan, sampai-sampai Zea berpikir apakah si abang-abangan ini hanya ingin mengajaknya latihan maraton?
Jika sampai jarak 2 meter lagi Saga tak juga angkat bicara, maka Zea akan angkat beton buat ia timpukan pada kepala Sagara agar mau bersuara.
"Ze,"
Zea menoleh ke arah wajah Sagara meski harus sedikit mendongak.
"Santai aja bang. Zea ngga kenapa-napa kok. Sejak pengakuan Zea waktu lalu di landasan, hati Zea udah plong banget! Jadi abang ngga usah khawatir Zea bakal sakit hati..." ia mengulas senyuman berusaha terlihat baik-baik saja dengan kejadian malam ini di depan Saga, karena memang baginya ini bukanlah masalah besar, berani jatuh cinta maka kamu harus berani ambil resiko patah hati, itu adalah hal wajar.
Mungkin setelah ini, ia akan baik-baik saja, seperti biasanya! Tidak semua hal pahit itu menyakitkan ataupun membawa dampak buruk, contohnya obat.
Wajah ceria itu mendadak bikin Saga tak suka. Why? Bukankah harusnya bagus, kalau Zea bisa menerima dan baik-baik saja saat ia menolaknya, bukankah ini memang maunya? Zea dengan semua tindak-tanduk anak remajanya? Tapi kenapa wajah ceria nan manis layaknya kelinci Holland Lop itu seolah mencibirnya yang sebenarnya ia yang tidak sedang baik-baik saja.
"Abang mau tanya, kamu dan kapten Anka dijodohkan?" tanya Sagara. Zea menarik alisnya setinggi pelangi di angkasa.
"Gosip dari acara yang mana? Selebrita siang? Insert pagi? Atau Ci uman hot?" tanya Zea tertawa.
"Canda bang!" Zea menepuk lengan kekar Sagara, "ini kita mau jalan sampe mana? Sampe kota udang? Sampe ujung timur? Atau sampai pulau dewata?" tanya Zea, tapi Sagara sama sekali tak ingin tertawa mendengarnya, "disitu aja." tunjuk Saga ke arah pinggiran bahu jalan dan duduk disana.
"Ngga apa-apa kan disini?"
Zea menggeleng, "abang mau bawa Zea ke jurang sekalipun Zea mau. Abang yang terjun, Zea nontonin di bibir jurang!" tawanya lagi, dan kali ini Sagara dapat mendengus geli seraya menggelengkan kepalanya, bicara dengan Zea seolah tak ada habis-habisnya ia mengoceh absurd.
"Maaf," ucap Saga begitu lirih, ia menyodorkan tangannya di depan Zea, membuat gadis ini kebingungan.
"Buat?"
"Selama ini sikap abang buruk terhadap kamu," lanjut Saga. Zea tertawa sumbang, "maksudnya? Abang ngga lagi kenapa-napa kan bang? Abang sakit? Butuh dipanggilin Clemira, om Ray, atau tante Eyi?" tanya Zea, ia menatap ke arah langit dan menji lat telunjuknya untuk kemudian mengacungkannya ke arah angin, rasanya tidak ada angin badai malam ini!
Saga yang melihat aksi Zea terkekeh singkat, "kamu ngapain?"
"Ngetes, takutnya sebentar lagi ada badai..."
Saga kembali menaik turunkan jakunnya tertawa tanpa suara, melihat Zea seperti melihat kaum hawa di keluarganya, terutama umi yang ia rindukan di timur sana. Sikap dan ocehan Zea sama persis dengan ocehan absurd uminya.
"Abang tuh ganteng deh kalo ketawa, seriusan deh!" balas Zea membuat mata Sagara menyipit, jika umumnya sang lelaki lah yang akan intens menggombali para wanita, berbanding terbalik dengan Zea dan Sagara.
"Kamu ini. Kecil-kecil sudah jadi ratu gombal, udah gede mau jadi apa?" tanya Saga, sikapnya sedikit demi sedikit mulai mencair karena sikap Zea.
"Udah gede, mau jadi istri orang..." jawabnya.
"Yang nantinya jadi suami kamu bakalan kenyang dikasih makan gombalan." Ujar Sagara.
Zea menyunggingkan senyuman, disaat ia sudah mulai bermanuver memutar arah, Sagara seolah memberikannya jalan untuk masuk.
"Abang tuh mau ngobrol apa sebenernya? Cuma maaf, atau mau ngajak lari dari kak Luna?" tanya Zea tertawa, Saga mengangguk menyetujui ucapan Zea, "abang sendiri baru sadar kalau acara makan malam ini, adalah permintaan Luna."
"Dan Zea juga harusnya udah tau, kalo acara makan malam ini adalah acara yang ingin mendekatkan Zea sama kapten Ankara..." balas Zea menatap Saga di bawah payung langit gelap.
Cukup lama keduanya saling menatap hingga Saga mengakhiri kontes menatap itu, ia sadar betul malam-malam hanya berdua dengan Zea bisa mendatangkan fitnah.
"Kamu kapan berangkat?" tanya Saga pada Zea.
"Minggu depan bang, acaranya sih masih 10 hari lagi, tapi 3 hari kita pake buat istirahat, latihan, gladi resik disana." Zea menatap ke bawah kakinya yang memainkan debu-debu, serta benda sampah yang ada disana.
"Good luck."
"Thanks bang."
"Mau balik ke rumah komandan? Takutnya keluarga nyariin, termasuk kapten?" cibir Saga. Ada rasa tak ingin menyudahi obrolan yang sudah mengalir begitu santai dan nyaman, namun mengingat keduanya sedang lari dari acara, Saga memutuskan untuk mengantarkan Zea kembali ke rumah komandannya.
"Ahhhhh---males lagi deh, balik kesana. Lagian kapten Anka udah bapak-bapak! Zea juga masih pengen yang muda bang. Belum apa-apa Zea udah ngga cocok ah! Berasa nikah sama mas Zico!" akuinya mendumel saat beranjak dan menepuk-nepuk pan tatnya yang agak kotor.
Saga terkekeh, "jadi ceritanya nolak perjodohan? Beliau sudah menjadi seorang kapten loh. Sebentar lagi mungkin akan naik jabatan.."
"Baru kapten belum jadi presiden, belum jadi raja!" jawab Zea mengundang tawa diantara keduanya. Dan malam ini, untuk pertama kalinya Zea dan Sagara bisa mengobrol santai layaknya seorang teman, selangkah lebih maju dari kemarin.
Sagara hanya mengantarkan Zea sampai ke rumah komandan, bukan karena ia lari dari kenyataan, namun karena sebelumnya ia sudah pamit dari sana.
"Makasih bang," ucap Zea mengangguk canggung, apa ini?! Sejak kapan ia secanggung ini pada orang lain, terakhir kali ia merasa begini itu saat TK dan guru memintanya membacakan puisi tentang ibu.
"Assalamu'alaikum..." Sagara mengangguk.
"Wa'alaikumsalam abang ganteng...." jawabnya membuat Sagara tertawa renyah dan memutar badannya undur diri.
Zea menggigit bibir bawahnya gemas, ia bahkan menepuk-nepuk pagar besi yang tak berdosa saking gemasnya, "euhhh! Kalo Jungkook udah gue ci pox lo!" monolognya pada sang pagar gemas dan bergegas kembali ke dalam. Seperti baru saja dikirim ke ladang bunga, hati Zea terkembang-kembang, bau semerbak lily dan lavender, ahh pokonya segala jenis bunga ikut tumbuh dan mekar di hati Zea saat ini. Bak mendapat semangat baru, tekadnya sebulat donat untuk kembali meraih Sagara, si tentara ganteng. Meskipun Zea tak tau bagaimana kehidupan Sagara di sini. Yang jelas menurutnya sosok tentara macam Saga itu gagah nan perwira.
"Miii! Piii, hayuk pulang lah! Zea ngantuk ih, mana belum push rank hero!" jeritnya masuk ke dalam seolah rumah itu rumahnya sendiri. Ankara tak lebih penting ketimbang hero'nya di game online saat ini.
.
.
.
.
.
.