ISTRIKU DUA TAPI AKU MASIH PERJAKA

ISTRIKU DUA TAPI AKU MASIH PERJAKA

Bab 1

Ini bukan novel poligami yg lumrah pada umumnya. Novel ini akan membuatmu tertawa melihat kekompakan Istri pertama dan istri ke dua yang bersekongkol merenggut kesucian suaminya, sedangkan suaminya yang teraniaya.

“Ciyee yang bentar lagi mau nikah.”

“Mau ke mana nih, anak ibu udah ganteng aja?”

“Mendekati hari H jangan keseringan keluar, Kelana. Pamali buat calon pengantin.”

Semua ucapan itu terlontar dari bibir Agustina -- ibu kandung Kelana. Seorang ibu yang sudah berjasa membesarkan ke dua anaknya hingga menjadi orang berpendidikan.

“Jaman sekarang nggak ada pamali-pamali, Bu. Itu mitos. Nikah ya nikah, keluar ya keluar, aku nggak percaya hal begituan,” sahut Kelana.

Kelana Alsaki Bragha, dia bukan CEO, bukan Direktur, dan bukan sultan. Kelana hanya seorang pria biasa yang bekerja sebagai Manager keuangan di pabrik beha. Ia merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupi ibunya di rumah yang sudah ia bangun dengan keringatnya.

“Yang namanya pamali tetap pamali, Kelana. Mendingan diem aja di rumah. Biasanya banyak calon pengantin yang celaka kalau keluar di hari min pernikahan. Ada yang hamil lah, ada yang kecelakaan lah, ada yang meninggal lah, calon pengantin itu sasaran empuk buat kesialan,” sahut Agustina, yang sedang mengupas bawang di meja makan.

3 hari lagi, Kelana akan menikahi gadis yang sudah ia pacari selama 1 tahun lamanya. Pria itu tampak senang karena akan melepas masa lajang, di tengah progres persiapan yang sudah 94% selesai.

Pria mana yang tak senang bila akan melangsungkan pernikahan. Apalagi Kelana merupakan perjaka ting - ting, yang belum pernah makan permen Ting - Ting.

“Ucapan itu sugesti, Bu. Mendingan bilang yang baik-baik aja biar nggak ada apa-apa. Lagian aku cuma mau ke rumah Dara. Mau antar ini –“ Kelana mengangkat bag berisi gaun pengantin untuk calon istrinya. “Sebentar aja, nggak lama.”

“Ya udah, tapi hati-hati ya, Kelana. Di luar mulai gerimis, kayaknya mau hujan besar. Titip salam buat Pak Rusli dan Tante Dewi, ya.”

“Siap, Bu. Nanti aku sampaikan salam ibu ke calon besan.”

Kelana mengambil kunci mobil dari hasil jerih payahnya, untuk pergi ke rumah Kadara Maheswara – calon istrinya.

**

**

**

Suasana langit di sore itu semakin mendung, namun belum turun hujan. Tak henti-hentinya Kelana bersenandung karena sangat senang akan berjumpa dengan calon istrinya setelah 2 hari tak bertemu.

Kadara merupakan cinta pertama Kelana. Pria itu tak pernah berpacaran dengan siapa pun kecuali dengan Kadara, karena masa mudanya sudah habis digunakan untuk kuliah sambil bekerja, hingga bisa memiliki harta yang sudah lumayan banyak ia kumpulkan.

Proses pertemuan Kelana dan Kadara pun cuma karena tak sengaja, berawal dari Agustina yang merupakan sahabat baik ibunya Kadara. Dan lewat ibunya itu lah Kelana bisa mengenal gadis itu, sampai merasa jatuh cinta secara ugal-ugalan.

“Sayang, kamu di rumah, kan?” Kelana menelepon Kadara di tengah rintik gerimis yang semakin rapat.

[Iya, aku di rumah, Mas. Kenapa?] tanya Kadara.

“Aku otw ke rumah kamu. Aku udah beli gaun pengantin yang paling bagus buat kamu.”

[Sama berliannya?] tanya Kadara.

“Iya, aku udah beliin cincin berlian yang kamu minta. Kamu jangan ngambek lagi, ya? Janji?”

[Janji, Mas. Makasih ya kamu selalu turutin semua keinginan aku. Aku beruntung punya calon suami kayak kamu.] Suara Kadara terdengar bersemangat.

“Sama-sama, sayang. Udah dulu, bentar lagi aku sampai.” Kelana menutup telepon itu.

"Akhirnya sebentar lagi Dara akan sah jadi istriku. Gimana ya rasanya malam pertama? Kata orang, malam pertama harus hati-hati biar istrinya nggak sakit?" gumamnya, sambil senyum-senyum sendiri.

Pikiran random Kelana mulai ke mana-mana.  Ia benar-benar tak sabar ingin lepas perjaka hingga 3 hari itu terasa sangat lama.

Sesampainya di depan rumah Kadara yang sangat sederhana, Kelana langsung disambut calon istrinya yang selalu menggunakan pakaian sexy. Sebenarnya Kadara bukan anak orang kaya, namun penampilannya itu selalu hedon dan terbuka, yang semuanya dimodali oleh Kelana.

“Mas, aku kangen.” Kadara memeluk Kelana, namun langsung didorong pelan oleh calon suaminya itu.

“Kita belum sah jadi suami istri, sayang. Tunggu 3 hari lagi baru boleh peluk-peluk. Lagian aku nggak enak kalau sampe ketauan ibu bapak kamu,” tolak Kelana sangat halus.

Benar, Kelana juga merupakan pria yang masih suci dari sentuhan wanita. Bahkan ia tak pernah berani menyentuh-nyentuh Kadara meskipun pacarnya itu sering memancingnya. Ia hanya menghargai seorang wanita, apalagi ia juga punya seorang kakak wanita dan ibu singgel parents yang sangat ia hormati. Ia sangat menjaga Kadara seperti menjaga permata indah yang tak boleh disentuh siapa pun.

Sebenarnya Kelana sudah sering menasehati Kadara untuk memakai pakaian yang lebih tertutup. Namun semua perintahnya itu tak diindahkan, karena Kadara sudah terbiasa memakai pakaian terbuka ke mana-mana.

“Kebiasaan deh, kamu itu selalu sok alim, Mas. Padahal gaya pacaran orang sekarang itu banyak yang udah kayak suami istri,” ujar Kadara, yang sedikit kesal karena tak pernah berhasil memancing kekasihnya.

"Kita kan sebentar lagi akan jadi suami istri, sayang. Sabar sebentar lagi."

"Tapi aku ingin kayak orang-orang, Mas." Kadara menumbangkan kepalanya di bahu Kelana.

“Itu orang lain, sayang. Kita pacarannya biasa-biasa aja, ya. Biar setelah menikah lebih spesial.”

“Nggak mau, aku itu gemes banget pingin peluk kamu.” Kadara memeluk Kelana lagi.

“Dara sayang.” Kelana mendorong pelan tubuh pacarnya hingga pelukan itu terlepas. “Kalau ibu bapak kamu liat, gimana?”

“Ibu sama Bapak aku lagi gak di rumah, Mas. Mereka lagi ke Cianjur buat sebarin undangan pernikahan kita ke keluargaku di sana. Ibu dan bapak juga mau nginep di rumah Abah sama Umi.”

“Oh, ya udah kalau gitu. Ini gaun kamu, cincinnya juga ada di dalam. “ Kelana menyerahkan barang bawaannya. “Kalau gitu aku pulang dulu, ya. Bentar lagi ujan, aku nggak enak kalo main ke rumah kamu tapi nggak ada siapa-siapa.”

“Ih, kenapa buru-buru sih, mas? Aku kan masih kangen sama kamu. Pokoknya kamu harus temenin aku. Aku takut sendirian di rumah, Mas.” Kadara ingin memeluknya lagi, tapi sadar, pasti akan didorong lagi.

“Tapi –“

“Masuk dulu, Mas.” Kadara menarik tangan Kelana hingga berhasil membuat pacarnya masuk ke dalam rumah yang tak ada siapa-siapa.

Hujan di luar pun tiba-tiba turun sangat deras, seolah pertanda Kelana harus melipir dulu. Namun pria itu agak terkejut saat melihat Kadara mengunci pintu.

“Dara, kenapa kamu kunci pintunya? Buka aja, nggak enak sama tetangga,” titah Kelana yang mulai panas dingin saat melihat pakaian sexy pacarnya. Ia tak biasa berduaan bersama wanita di ruang tertutup karena tak pernah melakukannya.

“Hujan gini semua tetangga nggak ada yang keluar, Mas. Mereka lagi tiduran sambil selimutan.” Kadara mendekati Kelana dengan mimik nakalnya.

“Ya udah, kalau gitu aku pulang aja. Lama-lama di sini gerah.” Kelana bukan merasa gerah pada suhu ruangan, melainkan gerah melihat dada Kadara yang menjulang dan terpampang.

“Kenapa sih, kamu nggak pernah mau berduaan sama aku, Mas?”

"Daraaa ...."

"Sebagai calon istri kamu, aku juga ingin berduaan sama kamu, Mas."

"Tapi kita belum halal, sayang."

"Tapi sebelum lagi kita halal." Kadara menekan ke dua pundak Kelana hingga duduk di atas sofa. “Apa aku nggak cantik di mata kamu?”

“Cantik, sayang.”

“Atau nggak menarik?” Kadara membusungkan dadanya di hadapan wajah Kelana.

“Kamu menarik, sayang. Sangat menarik. Tapi aku nggak mau ngerusak kamu. Aku ingin jadi pria yang bisa jaga kamu. Tunggu kita halal sebentar lagi, ya?”

"3 hari itu lama, Mas. Lagian kita akan sah jadi suami istri. Nggak papa kali kalau kita ciuman? Atau kalau kamu mau yang lebih juga boleh.”

Kadara memancing dengan membelai pipi Kelana. Wanita itu sudah sangat gemas tingkat republik cina, karena ingin membuat pria yang dicintainya itu mau menyentuhnya.

“Kadara –“ Suara Kelana tak tuntas karena bibirnya disentuh jari telunjuk.

“Aku lagi pingin, Mas. Barusan aku habis nonton vidio dewasa. Hujan-hujan begini kayaknya enak kalau praktek itu sama kamu.” Bisikan Kadara di telinga Kelana membuat pria itu meremang.

“Istighfar, Kadara, istighfar!” Kelana berusaha mengendalikan dirinya agar tak khilaf.

“Mas.” Kadara memeluk Kelana dengan mata yang sudah sayu. “Aku beneran udah cenut-cenut tiap sama kamu, Mas. Aku udah nggak tahan pingin disentuh sama kamu.”

“Kalau kamu hamil?”

“Ya nggak papa, Mas. Lagian kita bakal menikah, kan? Dosa dikit nggak papa.” Napas Kadara sudah memburu saat menatap kekasihnya itu. “Ya?” Jari jemari Kadara mulai membuka kancing kemeja Kelana satu persatu.

Namun kali ini Kelana tak menepis tangan kekasihnya itu. Ia seperti terhipnotis tatapan Kadara yang hasratnya sudah diujung tanduk.

“Kamu boleh ciumi aku, Mas. Bahkan kalau mau minta jatah di muka juga nggak papa. Aku bantu buka, ya?” Kadara mengibaskan rambut panjangnya ke belakang, hingga tampak lah leher putih mulus yang jenjang.

“Dara, kamu serius ingin kasih itu?” tanya Kelana, yang sudah dibisiki setan.

“Tentu serius, Mas. Kamu selalu memberikan apa pun untuk aku. Kamu pun boleh meminta apa pun sama aku.”

‘Pamali, Kelana, Pamali.’ 

'PAMALI.'

'PAMALI!'

Suara sang ibu seolah terngiang-ngiang di isi ke kepala Kelana. Namun ia menepis pikiran itu saat melihat Kadara yang mulai membuka dresnya.

"Dara --"

"Apa kamu suka, Mas?"

Jiwa lelaki Kelana akhirnya merasa tertantang setelah berhasil melihat tubuh pacarnya untuk kali pertama.

“Mas, aku cantik, kan?” Kadara memutar-mutar tubuhnya di depan mata Kelana, hingga membuat jiwa lelakinya semakin menggelora.

“Kamu sangat cantik, sayang,” puji Kelana tanpa berkedip, dan itu momen kali pertamanya ia melihat pemandangan surga di bumi.

“Aku mau kamu melakukan ini, Mas.” Kadara menunjukkan vidio dewasa di ponselnya, hingga aliran darah Kelana semakin menegang seperti kekuatan listrik bertegangan tinggi.

“Oke.”

Tanpa penolakan apa pun lagi, akhirnya Kelana menyetujuinya. Ia menarik lengan Kadara untuk duduk di atas sofa, hingga memegang ke dua pijakan Kadara dengan pose yang sama seperti di vidio yang ia lihat.

“Makasih kamu mau nurutin kemauanku, Mas,” lirih Kadara saat menumbangkan kepalanya pada punggung sofa, seolah sudah pasrah akan memberikan apa pun untuk calon suaminya.

Hening.

Tak ada suara pun selain suara hujan yang semakin deras. Namun alis Kadara mengernyit di tengah mata yang terpejam, karena ia tak merasakan apa pun.

“Mas?” panggil Kadara, lantas membuka matanya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat aktivitas yang sedang terjadi di bawah sana.

“Mas?” panggil Kadara lagi, ia melihat Kelana yang hanya mematung sambil memperhatikan miliknya.

“Kamu kenapa, Mas? Kok diem aja?” Kadara menarik kepala Kelana, namun calon suaminya itu tetap diam saja.

“Mas Kelana, kamu kenapa sih? Ayo cepetan, aku udah nggak tahan,” lirih Kadara.

“Ini apa, Kadara?” Kelana menunjuk milik kekasihnya.

“Apa sih, Mas?” Kadara mengangkat punggungnya untuk bangkit.

“Kamu punya penyakit kelamin?” Kelana menyorot wajah Kadara dengan tatapan tajam.

Terpopuler

Comments

NT.Fa

NT.Fa

wah ini toh yang jadi masalah nya ?

2024-12-03

0

NT.Fa

NT.Fa

wih MasyaAllah ni calon suami idaman.

2024-12-03

0

NT.Fa

NT.Fa

wih jarang bgt ya jaman sekarang ni😭

2024-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!