**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
Untungnya ruangan kerja Rosalin memang satu ruangan dengan Kilian, jadi Rosalin tidak perlu banyak alasan untuk bisa masuk ke ruangan itu
Saat memasuki ruangan Rosalin sedikit melirik ke arah Kilian dan Elena, mereka terlihat biasa saja, tidak ada yang mencurigakan, atau belum?
Rosalin terus berpura-pura sedang mengerjakan pekerjaannya, padahal telinga dan mata ya terus melirik dan mendengarkan mereka.Tanpa Rosalin sadari kilian sadar akan tingkah Rosalin
Meja Rosalin berada di jauh di depan kilian sedangkan elena duduk membelakangi Rosalin
Dari percakapan yang Rosalin dengar, Elena mengajak kilian mengenakan pakaian yang memiliki warna yang sama dengannya
‘jadi mereka ingin menjadi couple di acara nanti malam? Hah.. tidak akan aku biarkan’
Elena terlihat beranjak dari duduknya dan berbalik ke arah Rosalin, Rosalin langsung mengalihkan pandangannya dan pura-pura melihat kertas
“Aku pamit, mari Rosalin” ucap elena sambil merindukan sedikit badannya
“Tentu putri elena, silahkan” balas Rosalin dengan senyum simpulnya
Setelah elena sudah tidak terlihat lagi kilian berbicara pada Rosalin
“ada apa anda datang kemari?”
“Ya… seperti yang anda lihat, saya sedang mengerjakan tugas saya”
“Dengan membacanya secara terbalik?”
“Ya? Apa?” Rosalin buru-buru melihat kertas yang ia pegang lalu membaliknya dengan tergesa-gesa
‘bodoh, kau memang bodoh rosalin’
Bisa-bisanya dia terlalu fokus dengan obrolan Kilian dan Elena sehingga tidak menyadari kertas yang ia pegang terbalik
“Saya terbiasa membaca dengan terbalik, jadi tidak ada masalah”
Dengan perasaan malu Rosalin kembali mengerjakan tugasnya yang belum selesai
***
Setelah disibukan dengan berbagai kegiatan sekarang Rosalin kembali di sibukan dengan pakaian seperti apa yang harus ia kenakan untuk acara pesta nanti malam
Tinggal beberapa jam lagi pesta akan diadakan, namun Rosalin masih bingung dengan pakaiannya
“Gaun warna apa yang akan anda kenakan putri?”
“Putih”
Tanpa ragu Rosalin menyebutkan warna apa yang akan ia pilih
“Anda yakin? Putih polos? Tanpa warna lain?”
“Iya, memangnya kenapa? Apa ada yang salah dengan pilihanku?”
Setidaknya itulah yang Rosalin dengar tadi, elena berencana mengenakan pakaian berwarna putih polos tanpa campuran warna lain
“Tapi… maaf jika menyinggung perasaan anda putri, sebenarnya pakaian berwarna putih polos hanya di gunakan oleh orang-orang hanya saat mereka menikah selain itu mereka tidak pernah memakainya ke acara lain”
“Benarkah?!” Rosalin terkejut dengan ucapan Maria, seharusnya dia sadar akan hal itu, dia bahkan baru datang ke tempat ini dan tidak tau banyak hal tentang dunia ini
“Syukurlah kamu memberitahuku kalau tidak sepertinya aku akan di permalukan di hadapan semua orang”
Tapi kenapa tadi elena menyebutkan warna itu? Apa Rosalin tidak sepenuhnya mendengar percakapan mereka?
“Sebaiknya anda mengenakan warna peach ini putri, warnanya sangat cocok dengan kulit putih dan rambut pirang anda”
“Baiklah kalau begitu, apapun yang menurutmu bagus, dan terima kasih Maria karena telah menyelamatkanku”
“Bukan masalah besar putri, senang bisa membantu anda”
Rosalin memang tidak salah memilih pelayan pribadinya, Maria benar-benar gadis yang polos dan jujur
***
Malam pun tiba, dan pesta diselenggarakan dengan kemegahan yang memikat. Para bangsawan dari berbagai penjuru berkumpul, mengenakan pakaian yang menunjukkan status dan keanggunan mereka. Sang pemimpin kerajaan bersama istrinya telah hadir, duduk di tempat terhormat dengan penuh wibawa.
Suara tawa dan percakapan ringan memenuhi setiap sudut aula, menyatu dengan alunan musik yang mengiringi suasana malam itu. Semua mata menantikan kehadiran tamu utama pesta malam ini: Pangeran William dan istrinya, Elena.
Saat nama mereka dipanggil, semua kepala berpaling ke arah tangga besar di ujung aula. William dan Elena muncul di puncak tangga, berjalan perlahan dengan penuh keanggunan. Sorot lampu mengarah pada mereka, menonjolkan wajah rupawan Elena dan ketampanan William. Para tamu terpana oleh kehadiran mereka, seolah melihat karakter utama dalam sebuah kisah yang sempurna.
Elena tampak anggun, senyum kecil menghiasi wajahnya, dan tatapan matanya mengisyaratkan rasa percaya diri yang luar biasa. Dia tahu bahwa semua orang memperhatikannya—bahkan mungkin iri padanya. William, dengan senyuman ramahnya, tampak seperti sosok pewaris tahta yang sempurna, cerdas, baik hati, dan penuh bakat. Malam ini benar-benar seperti panggung yang dirancang untuk mereka.
Namun, bukan itu yang dipikirkan Rosalin sekarang.
Dari sudut ruangan, Rosalin mengamati mereka berdua dengan tatapan tajam. Perasaan tidak nyaman mulai menyelinap ke dalam hatinya, dan ia bahkan tak sepenuhnya memahami mengapa. Mungkin karena kemesraan yang mereka tampilkan di depan semua orang, atau mungkin karena kehadiran Elena yang terus mendominasi perhatian Kilian.
Seiring tepuk tangan riuh memenuhi ruangan, Rosalin hanya bisa merasakan kekosongan yang makin dalam. *Kenapa semua orang begitu terpesona? Apakah aku terlalu naif berpikir bahwa aku bisa memiliki tempat di sisi Kilian?* pikirnya.
Dengan sedikit canggung, Rosalin merapikan gaunnya yang elegan, mencoba menutupi rasa gelisah yang tak mau hilang. Dia tahu bahwa malam ini bukan malamnya, tetapi jauh di dalam hatinya, ada hasrat untuk menjadi sosok yang diperhatikan—mungkin bukan oleh semua orang, tetapi cukup oleh seseorang yang berarti baginya.
Bohong jika Rosalin mengatakan jika rasa cinta yang ada dihatinya telah hilang untuk kilian, setiap melihat wajahnya hatinya selalu berdebar seperti dulu
Tatapan Kilian seolah tak pernah lepas dari Elena, memandang wanita itu dengan intensitas yang sulit diabaikan. Rosalin mengamati ekspresi Kilian dalam diam, merasa sedikit tersinggung. *Mungkin jika aku seorang laki-laki, aku juga akan jatuh cinta pada Elena,* pikirnya getir. *Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada wanita secantik dan seanggun malaikat itu?* Namun, di balik kekaguman yang dipendamnya, ada rasa pahit yang tak bisa ia tahan.
Setidaknya, Kilian seharusnya menghargai keberadaannya sebagai istrinya. *Bagaimana tanggapan orang-orang jika mereka melihat suamiku menatap wanita lain sedalam itu?* pikir Rosalin. Ini bukan soal perasaan atau hati, tetapi soal harga diri. Sebagai seorang istri, ia merasa memiliki hak untuk dihargai, meskipun cinta mungkin belum tumbuh di antara mereka.
Saat Rosalin tenggelam dalam pikirannya sendiri, tanpa disadari, tatapannya jatuh pada William, yang sedang berbincang dengan beberapa bangsawan. Pandangannya tak sengaja tertahan di sana cukup lama, hingga akhirnya William menyadarinya dan menghampiri dengan senyum hangat. Sapaannya membuyarkan lamunan Rosalin.
“Rosalin, senang melihatmu datang ke pesta ini,” ucap William dengan nada penuh keramahan.
“Oh, iya, Pangeran. Selamat atas keberhasilan Anda,” jawab Rosalin, cepat-cepat merapikan diri sambil tersenyum. “Ini… hadiah kecil dari saya. Tidak mewah, tapi semoga Anda menyukainya.”
William mengambil hadiah itu dengan tatapan lembut. “Tak apa, Rosalin. Dengan kehadiranmu di sini, aku sudah merasa senang.”
Senyuman ramah William dan nada suaranya yang hangat membuat Rosalin merasa nyaman sejenak. Namun, kebahagiaan kecil itu tak berlangsung lama, karena segera terdengar bisik-bisik dan tatapan mencela dari sekeliling. Orang-orang mulai berbisik satu sama lain, seolah-olah ada yang salah dalam perbincangan kecil mereka.
Rosalin mencoba tetap tenang, tetapi ia bisa merasakan bahwa pandangan para bangsawan penuh dengan kritik tersembunyi. *Kenapa mereka bereaksi berlebihan?* batinnya. *Aku hanya memberikan ucapan selamat dan hadiah sederhana…* Namun, ia mulai menyadari bahwa di mata mereka, sikap ramah William dan tatapan William padanya mungkin dianggap tak pantas—terlebih dengan statusnya sebagai istri Kilian.
Merasa sedikit tersudut, Rosalin memberi William senyum tipis sebelum perlahan melangkah menjauh, mencari udara segar di tepi balkon aula. Dari sudut matanya, ia melihat Kilian yang masih asyik dalam percakapan dengan Elena, tatapannya yang dalam kepada wanita itu sama sekali tak teralihkan.
LIKE VOTE DAN KOMENTAR KALIAN SANGAT BERHARGA BAGI SAYA SELAKU AUTHOR. JADI JANGAN LUPA TETAP DUKUNG KAMI
semoga ceritanya sering update