"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35. Kematian Enah
Di gubuk sang juru kunci.....
Pria tua separuh baya itu terlihat sedang melancarkan serangan jarak jauh yang dia kirim untuk Iteung.
Namun lelaki itu tampaknya kesulitan untuk melaksanakan aksinya itu.
Ada sebuah kekuatan yang amat besar yang sejak tadi tak bisa dia tembus sehingga berkali - kali serangan nya gagal dan malah yang terakhir kali hampir mencelakai dirinya sendiri.
Juru kunci itu masih belum menyadari jika dia kini sedang berhadapan dengan suatu kekuatan yang amat besar. Dia belum mengetahui jika saja saat ini dia sedang berhadapan dengan pangeran jin yang sangat sakti pilih tanding. Kesaktian pangeran Mahesa sangat di takuti oleh kaum nya dan sudah banyak yang menjajal kehebatan dan kesaktian pemuda bangsawan jin sehingga membuat dia di segani baik lawan maupun kawan.
Di depan juru kunci, asap dupa masih mengepul. Lelaki itu masih mencoba untuk melancarkan serangannya.
Tak beberapa lama kemudian, gubuk tua itu bergetar hebat. Lalu....
PRANGGGG.....
Kendi tempat air yang berada di dekat lelaki itu pecah dengan sendirinya. Juga gelas - gelas kaca yang berada di dekatnya. Semua pecah berhamburan.
Tubuh Juru kunci itu bergetar menahan gelombang sebuah kekuatan tak kasat mata yang kini mulai menyerang balik dirinya.
Semakin lama kekuatan tersebut semakin kuat menyerang dirinya.
Blarrr ........
Tempat pembakaran dupa milik sang juru kunci tiba-tiba menyala dengan sendirinya.
Api itu berwarna merah dan menyambar - nyambar lalu bergerak membubung tinggi ke atas. Mata sang juru kunci terbuka lebar ketika merasakan hawa panas yang menerpa wajah nya.
Blarrr .....
Api itu tiba-tiba menyambar tubuh sang juru kunci. Lelaki itu kontan menghindar ke belakang dan segera berdiri. Lelaki itu berjalan keluar dari gubuk nya menghindari serangan jarak jauh yang di kirim oleh penyerang nya.
Belum lagi lelaki itu menarik napas, seberkas sinar putih tiba - tiba menyambar tubuh lelaki itu tanpa sempat menghindar lagi.
Tubuh sang Juru kunci terjajar beberapa langkah ke belakang.
"Uhuk ..uhuk...!"
Darah segar keluar dari mulutnya. Rupanya tenaga dalam nya masih kalah jauh dengan tenaga dalam penyerang nya. Juru kunci muntah darah dan limbung.
Karso yang baru tiba di tempat itu merasa was-was ketika melihat keadaan sang juru kunci.
"Mbah,....apa yang terjadi? Mengapa Mbah bisa seperti ini?", tanya Karso cemas.
"Uhuk....uhuk..! Pulang lah! Sudah tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Tumbal yang kamu targetkan ternyata bukan orang sembarang. Dia dilindungi oleh sebuah kekuatan tak kasat mata yang hampir saja mencelakai aku!",
"Sekarang pulanglah! Pergi kamu! Pulang Karso!", usir sang juru kunci pada Karso.
Dengan perasaan bingung, Karso pergi meninggalkan sang juru kunci yang saat itu keadaan nya terlihat seperti tidak dalam keadaan baik - baik saja.
Karso terpaksa pulang ke rumah karena sang juru kunci tidak bisa lagi menolong nya.
***
Pagi hari nya, Lia kembali ke kamar Enah.
"Astaghfirullah,..... Mbak Nah!", Lia mendapati keadaan Enah yang sangat menakutkan. Mata gadis itu terbelalak ke atas.
Lia yang panik dan takut langsung berlari memanggil perawat.
Dengan tergopoh-gopoh, Lia dan perawat itu mendatangi ruangan Enah. Perawat itu terlihat sibuk mengurus sesuatu yang mungkin dapat menangani situasi yang di alami Enah. Akan tetapi, Enah masih saja membelalakkan matanya seperti sedang menatap sesuatu yang amat mengerikan.
Para perawat itu bingung melihat kondisi yang di alami wanita Obat tidur yang di suntikan tampaknya tak berpengaruh pada wanita itu.
Lia hanya bisa menatap Enah dengan tatapan sedih. Para perawat itu juga sudah kehabisan akal dalam menghadapi situasi ini. Mereka hanya bisa meminta Lia untuk menjaga Enah sampai dokter datang.
Lia berjalan menghampiri Enah.
"Mbak Nah,... aku sudah bilang, waktu itu tapi mbak nggak percaya. Sekarang aku mohon maaf karena aku tidak bisa membantu mbak", ucap Lia.
Mata Enah berlinang - linang menatap Lia. Lia tahu Enah menyesali apa yang telah dia katakan dulu. Hati Lia merasa sakit melihat Enah seperti ini. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
Hari berlalu dengan cepat, pagi berganti siang, lalu sekarang sudah beranjak sore.
Sore hari ini keluarga Enah semua berdatangan. Tangis keluarga itu pecah melihat kondisi putri mereka yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga sekarang berada dalam kondisi yang mengenaskan.
"Mana pemilik rumah makan tempat Nah kerja. Mana lelaki itu?!", ujar salah seorang pemuda kepada Lia. Suaranya lumayan tinggi.
"Pak Karso sedang pergi, mas", jawab Lia.
"Dia harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa adik saya ini", ujar pemuda itu.
"Tapi ini kasus kecelakaan kerja, mas. Bagaimana mau..."
"Arghh,... persetan! Semua ini terjadi karena lelaki itu memakai penglaris. Aku sudah berulangkali mengingatkan pada Nah, tapi dia tidak percaya. Sekarang lihat apa yang terjadi padanya!", pekik pemuda itu.
Lia terdiam. Pemuda itu memang benar, tapi apalah daya, mereka tidak bisa menuntut pak Karso karena hal gaib seperti itu tidak bisa di buktikan. Tak ada undang - undang di negara manapun yang mengatur tentang hal demikian.
Sore harinya, pak Karso tiba di rumah sakit.
Ia hadir dengan pakaian yang kusut, rambut acak - acakan dan wajah yang tampak pucat. Pak Karso terlihat begitu terpukul dan putus asa dengan apa yang terjadi padanya.
Pak Karso memasuki ruangan Enah karena sebelumnya Iteung menelpon dan memberi tahu kondisi Enah pada lelaki itu.
Tubuh Enah yang tadinya diam kini tiba - tiba bergetar hebat sesaat setelah lelaki itu memasuki ruangan tempat Enah di rawat.
Mata Enah mendelik tajam menatap Pak Karso. Tubuh nya mengejang dan kakinya bergerak liar seperti menendang - nendang sesuatu.
Dokter sampai kewalahan menghadapi pasien.
"Dokter, ada apa ini, dok?", tanya salah seorang keluarga Enah.
Dokter itu tak menjawab hanya terus saja menangani Enah. Pak Karso yang ada di sana juga merasa panik.
Setelah beberapa lama tubuh Enah tak lagi mengejang. Akan tetapi.....
"Innalillahi wainnailaihi Raji'un. Maaf pak,...Bu,..kami mohon maaf. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi rupanya Tuhan berkehendak lain. Pasien meninggal dunia... ", ujar dokter
"Tidaaaakk! Naaah! Ndukk, banguuun! banguuunn, nduuk!", teriak seorang wanita yang mungkin adalah ibunya Enah.
Lia terpaku...
Suasana yang tadinya hening kini berubah menjadi ramai oleh tangisan keluarga yang pecah karena merasa kehilangan.
Suasana di kamar itu terasa sungguh memilukan. Penuh dengan kedukaan. Semua orang di ruangan itu menangis kecuali pak Karso.
Pria itu hanya menatap ke arah Enah dengan tatapan kosong.
Bugh ....
Satu pukulan melayang ke wajah pak Karso.
"Sialan! Ini semua gara gara kamu!", teriak salah satu laki - laki dari anggota keluarga Enah. Lelaki itu terus saja menghajar pak Karso sampai lelaki itu babak belur.