Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35- Bisa Dibicarakan Baik-baik
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Yusuf maupun kepala sekolah ikut menatap keempat siswa itu dengan penasaran.
"Mereka ini sudah lama memalak anak-anak disekolah ini. Setiap hari semua anak dimintai uang dan diancam tidak boleh melapor kepada guru maupun kepsek. Waktu itu mereka pernah mau malak saya. Enak aja mau minta uang sama saya. Saya tantang aja buat bertarung di lapangan basket. Mereka kalah, semua duit hasil palakan saya suruh balikan ke yang punya. Ternyata mereka belum kapok juga. Malah sekarang malakin dikelasnya sendiri. Ketahuan sama saya, nggak nunggu tantangan, nggak nunggu dilapangan, langsung aja saya gebukin ditempat. Tanya aja sendiri sama mereka kalau nggak percaya. Atau, tanya aja semua anak-anak disekolah ini. Udah pada tau semua kelakuan mereka. Bahkan udah berulang kali jadi korbannya." dengan semangat yang menggebu-gebu, Gadis menjelaskan tanpa merasa gentar sedikitpun.
"Jimy, Ando, Nathan, Timo, apa benar semua yang dikatakan oleh Gadis?" kepala sekolah menatap tajam keempat siswa itu. Jimy dan teman-temannya semakin merasa tegang, ditambah dengan rasa sakit akibat luka pada wajah mereka.
"Kenapa kalian diam saja? Cepat jawab!" perintah kepala sekolah dengan nada tinggi diakhir kalimatnya, saking kesal melihat mereka yang tidak kunjung menjawab. Tapi hanya saling beradu pandang dan menundukkan wajah.
"Iy-iya, Pak. Dia benar," jawab Jimy terbata-bata karena takut.
"Keterlaluan kalian. Ini sekolah, bukan pasar. Kalian disini sebagai siswa, tugasnya belajar. Bukan jadi preman yang suka malakin orang!" teriak kepala sekolah meradang.
Yusuf hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mengetahui kelakuan keempat siswa itu. Sedangkan Gadis berdiri dengan santainya sambil berpangku tangan dan menyunggingkan senyum sinis.
"Ka-kami minta maaf, Pak. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Jimy dengan wajah memelas mewakili ketiga temannya.
"Sudah terlambat. Saya akan berikan kalian hukuman keras, dan juga menghubungi orang tua kalian untuk memberi taukan tentang kelakuan disekolah ini!" ucap kepala sekolah dengan lantangnya. Keempat sahabat itu hanya bisa menunduk pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Gadis, kali ini kamu benar. Tapi seharusnya, kamu melapor kepada kami, bukan malah bertindak sendiri." kepala sekolah melirik Gadis. Raut wajah garangnya sudah tidak lagi ditujukan untuk Gadis, karena menurutnya kali ini perbuatannya tidak sepenuhnya salah sebab dia membela teman-temannya dari aksi bullying.
"Kalau melapor mereka cuma dikasih hukuman, Pak, bukan digebukin. Kan saya pengennya kasih mereka pelajaran dengan cara digebukin," jawab Gadis blak-blakan dengan wajah cemberut.
Kepala sekolah hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Begitu juga dengan Yusuf sembari tersenyum kecil. Sikap Gadis membuatnya gemas dan merasa lucu. Rasanya dia mulai merasa kagum pada gadis badung itu.
🌻🌻🌻🌻🌻
"Sayang, kamu mau ngapain sih? Kok tarik-tarik aku begini?" tanya Vanno heran pada Najwa yang menarik-narik tangannya seakan ingin menunjukkan sesuatu.
"Sudah, ikut saja. Aku yakin kamu pasti akan senang dengan apa yang akan aku tunjukkan. Ayo." dengan senyum ceria yang menghiasi wajahnya, Najwa kembali menarik lengan suaminya menuju kamar Gadis.
Sesampainya didepan kamar itu, Najwa membuka pintu perlahan-lahan, lalu menyuruh Vanno untuk mengintip kedalam melalui pintu yang sedikit terbuka itu.
Vanno tertegun saat melihat kedalam sana, Gadis sedang kusyuk melaksanakan sholat isya. Rasanya dia tidak percaya dengan penglihatannya.
Selama ini dia dan istrinya selalu mengajak dan mengajari kedua anaknya sholat. Namun, hanya Galang yang menurut. Sedangkan Gadis selalu punya seribu macam alasan untuk menolak.
Tapi, sekarang anak itu melakukannya sendiri tanpa ada yang mengajak? Apakah putrinya benar-benar sudah mendapat hidayah?
Vanno melirik Najwa yang tersenyum sumringah karena memahami kesenangannya.
🌻🌻🌻🌻🌻
Tirta turun dari mobil mewahnya yang terparkir didepan rumah Yusuf. Dia menatap rumah sederhana itu dengan perasaan bimbang. Haruskah dia masuk kedalam sana?
Jujur dia sangat enggan untuk melakukannya. Tapi dia harus tetap melakukannya demi Rebecca.
Saat kakinya hendak melangkah mendekati rumah itu, sebuah taksi berhenti didekatnya. Tirta memperhatikan pintu taksi itu terbuka. Menunggu penumpangnya keluar dengan penasaran.
Dia terpana melihat gadis cantik mengenakan halterneck dress warna hitam dengan sepatu flatshoes. Rambutnya yang panjang digerai dengan aksesoris bandana dikepalanya. Dia juga mengenakan riasan wajah yang natural.
Pesona gadis ini membuat Tirta jadi tidak bisa berkedip. Dia jadi merasa, bahwa kecantikan Rebecca masih kalah dengan gadis ini.
Namun, entah kenapa dia merasa familiar dengan wajahnya. Gadis itu pun tampaknya tidak merasa asing dengannya. Sikapnya tampak seperti sedang berusaha mengingatnya.
"Lho? Yang dulu pernah ribut sama mas Yusuf itu kan?" Gadis menunjuk wajah Tirta dengan tatapan lekat. Membuat pria itu terkejut.
Benar juga, Tirta baru ingat. Ternyata ini adalah gadis preman yang dulu pernah menghajarnya. Tapi, apa iya? Bagaimana dia bisa berubah sedrastis ini? Dulu penampilannya sangat berantakan dan urakan. Tapi sekarang? Tirta memperhatikan Gadis dengan ragu.
"Ngapain lho kesini? Mau ngajakin dia ribut lagi?" seru Gadis dengan garangnya.
Tirta menarik nafas kasar. Ternyata hanya penampilannya saja yang berubah, kelakuannya masih sama saja.
"Maaf ya, saya kesini hanya ada urusan dengan Yusuf, bukan dengan kamu. Jadi tolong, jangan ikut campur," pinta Tirta tegas sambil berusaha menahan kesal.
"Banyak omong lho!" Gadis pun melayangkan tinjunya kewajah Tirta. Tidak puas, dia kembali melakukannya hingga berulang kali.
"Heh tikus got, sebelum lho hadapi dia, lho hadapi gue dulu!" seru Gadis yang terus menghajar Tirta secara membabi buta. Tirta berusaha melawan. Namun tenaganya kalah dengan Gadis.
Keributan itu memancing Yusuf dan ibunya untuk keluar.
"Ya Tuhan, Gadis!" seru Yusuf terkejut dan spontan berlari mendekati mereka untuk kemudian menarik Gadis menjauhi Tirta yang sudah babak belur.
"Gadis, berhenti, berhenti! Kamu ini apa-apaan sih? Kerjaannya menghajar orang terus. Setiap masalah bisa dibicarakan baik-baik, bukan dengan kekerasan!" seru Yusuf kesal menatap Gadis yang hanya bisa merengut.
"Itukan buat orang yang mau menyelesaikan masalahnya secara baik-baik. Kalau orang inikan beda. Dulu aja dia langsung menghajar Pak Yusuf kan tanpa bicara dulu? Jadi udah gebukin aja," jawab Gadis dengan perasaan menggebu-gebu ingin menghajar Tirta karena belum merasa puas.
Dengan seksama Yusuf memperhatikan wajah Tirta yang sudah babak belur. Berusaha mengingat wajahnya.
"Tirta?"
"Hai, Suf." Tirta tersenyum kaku sambil memegang luka diwajahnya dan meringis kesakitan.
"Sok akrab lagi lho. Gue hajar lagi lho." sambil berseru, Gadis kembali mengangkat kepalan tangannya mengarah kewajah Tirta. Namun Yusuf dengan sigap menangkap tangannya dan menjauhinya dari Tirta.
"Gadis, Gadis, cukup. Lebih baik sekarang kamu sama Ibu masuk ya. Biar saya yang selesaikan masalah saya dengan orang ini," pinta Yusuf berusaha sabar.
Gadis tidak bergeming. Dia masih menatap Tirta dengan tatapan tajam seperti seekor harimau yang masih belum puas melahap mangsanya.
BERSAMBUNG