Scandal

Anna hanya bisa menangis dalam diam ketika mengingat calon anak yang dikandungnya sudah tidak ada lagi. Anak itu sudah kembali pada Tuhan, dan kini dia kembali sendirian. Bahkan sejak kemarin, laki-laki itu juga tidak ada menampakan batang hidungnya.

Dia benar-benar merasa sendirian saat ini. Sangat sendiri dan tidak memiliki teman. Dirumah sakit ini, dia hanya sendirian saja sampai tiba-tiba saja datang seorang laki-laki yang tidak dikenalnya.

"Mari, Nona. Tuan, Maxim memerintahkan saya untuk menjemput Anda," ucap laki-laki dengan berwajah datar tersebut.

Tidak ada ekspresi apapun lagi di wajah laki-laki dan selain wajah datar. Dia benar-benar terlihat sangat dingin, tambahkan hawa dinginnya saja pun menembus ke jantung Anna ketika laki-laki itu bicara.

"Kenapa harus Anda? di mana laki-laki pengecut itu?" tanya Anna yang membuat Mark asisten pribadi Maxim langsung tidak terima saat wanita yang dia anggap kurang ajar ini mengatakan tuannya pengecut.

"Jaga bicara Anda, Nona! Anda tidak pantas mengatakan hal seperti itu terhadap tuan, Maxim!" sentak Mark.

"Kenapa? kamu tidak terima saat aku mengatakannya pengecut? kenyataannya dia memang pengecut! jika tidak kenapa dia menyuruhmu datang kemari. Kenapa bukan dia saja yang menjemputku?" tanya Anna yang membuat kedua tangan Mark terkepal erat.

Dia berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak pada wanita itu. Apalagi dia tau, jika Maxim mulai memiliki perasaan terhadap wanita ini.

Jadi sebisa mungkin Mark berusaha meredam amarahnya. Jika tidak maka habislah wanita ini.

"Terserah! saya datang kesini untuk menjemput Anda pulang. Jika Anda-"

"Tidak! aku tidak mau pulang bersamamu atau pun bersama dia. Aku ingin kembali ke rumahku sendiri!" jawab Anna yang memang tidak ingin kembali ke rumah itu lagi.

Apalagi ada Maxim dan beberapa pelayan yang tidak menyukainya. Jadi Anna lebih memilih kembali ke rumahnya daripada hidup bersama dengan laki-laki egois itu.

"Suka tidak suka Anda harus tetap ikut bersama saya!" balas Mark.

Dia langsung menggendong wanita itu dan membawanya keluar dari ruangannya. Walau Anna terus aja memberontak, Mark tidak memperdulikannya sama sekali. Yang harus dilakukannya saat ini bagaimana caranya dia bisa membawa wanita itu pulang ke Mansion Maxim.

Apa yang Mark lakukan saat ini menjadi pusat perhatian banyak orang. Di mana mereka semua terus saja melihat ke arahnya, yang menggendong seorang wanita keluar dari rumah sakit.

"Lepaskan aku!" teriak Anna saat dirinya dibawa masuk ke dalam mobil dan pintunya langsung di tutup oleh Mark.

Dia tidak membiarkan wanita itu keluar dari mobilnya. Walau Anna terus saja memberontak, Mark tidak mendengarnya. Dia membiarkan wanita itu terus berteriak sampai di mana Mark sudah tidak sanggup lagi mendengarnya dan dia langsung menyentak Anna.

"Diam!" sentak Mark hingga membuat Anna langsung diam saat melihat pria itu membawa sebuah pistol lalu di arahkan padanya.

"Aku bukan orang yang bisa sabar menghadapi wanita sepertimu! jika kau tetap seperti ini maka jangan salahkan aku jika anak timah ini menembus jantung mu!" Mark sengaja mengancam Anna agar wanita itu mau diam dan tidak banyak bicara lagi.

Dia tidak memiliki kesabaran yang luas, ini dia harus melakukan semua itu agar Anna bisa diam dan tidak memberontak lagi.

Setelah Anna cukup tenang dan tidak banyak melawan, Mark baru melanjutkan mobilnya dan membawa wanita itu ke Mansion Maxim.

Disana dia membiarkan wanita itu pergi bersama dengan para pelayannya. Sebagian dia kembali kekantor, tempat dimana Maxim sudah menunggunya.

Tepat saat dia sampai di kantornya, dia langsung mendapatkan sebuah pukulan keras dari Maxim hingga membuatnya terjerembab ke lantai.

"Kau tau apa kesalahanmu?" tanya Maxim ketika melihat Mark yang baru saja sampai.

Tidak terlalu banyak bicara lagi, Maxim langsung menghantam orang kepercayaannya tersebut hingga membuat yang jatuh ke lantai.

"Sa-saya minta maaf, Yuan." ucap Mark karena memang dia tahu apa kesalahannya.

"Berani sekali tanganmu itu hah? apa kau pikir aku akan memaafkanmu karena kau telah meminta maaf. Tidak sama sekali Mark! kau tahu, bahkan saat ini aku mudah-mudahan ingin membunuhmu! aku ingin membuatmu langsung menuju neraka!" geram Maxim.

Dia benar-benar sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Apalagi ada yang mengetahui bahwa Mark berani menggendong tubuh Anna. Seharusnya dia tahu apa tidak disukainya, dan tidak seharusnya Mark melakukan hal itu.

"Saya siap salah, Tuan." jawab Mark Karena bagaimanapun dia memang bersalah dan dia siap menerima konsekuensinya.

Memang tidak seharusnya dia melakukan hal itu. Tapi jika tidak melakukan hal itu maka dia tidak akan bisa membawanya pulang. Apalagi Anna yang terus saja memberontak.

"Apa pun itu aku benar-benar tidak akan pernah memaafkanmu ketika sampai kau melakukannya lagi!" Maxim langsung pergi meninggalkan Mark begitu saja karena dia bilang tidak bicara dengannya lagi.

Menurutnya semua sudah jelas dan tidak ada yang harus dibicarakan lagi. Intinya sekarang ini, Maxim cara mengatakan pada Mark untuk tidak melakukan hal itu lagi karena bagaimanapun Anna adalah miliknya.

Maxim kembali ke ruang kerjanya setelah dia memberikan sebuah pukulan keras pada Mark.

Benar-benar sebuah pukulan keras hingga membuat sudut bibirnya pecah. Bahkan rasanya saat ini rahang Mark terasa kaku setelah mendapatkan sebuah pukulan dari bosnya.

Tapi Mark sendiri tahu bahwa itu tidak terlalu keras, karena jika sampai Maxim melakukan yang benar-benar dengan kekuatan penuh, maka bisa dipastikan bahwa rahangnya patah. Tidak di posisi lagi bapak kekuatan Maxim memang di atas rata-rata. Jadi biar tidak heran lagi dengan semua itu.

Sedangkan di dalam kamarnya, Anna kembali termenung karena dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi. Dia merindukan Liana. Dia benar-benar sangat merindukan temannya itu.

Anna sangat merindukan kehidupannya yang lama. Tapi kapan dia kembali bisa merasakan semua itu?

"Ibu, Ayah..." tangisnya pecah saat dia mengingat tentang ayah dan ibunya.

Sedangkan dia sendiri, Anna harus berjuang untuk kehidupannya. Dia benar-benar harus berjuang untuk hidupnya sekarang ini.

Bahkan saat dulu pun dia bergantung pada dirinya sendiri, karena dia tidak memiliki siapapun selain Stefano.

Tapi kenyataannya, Stefano malah mengkhianatinya hingga seperti ini.

"Ayah, ibu. Anna rindu, Anna benar-benar merindukan ayah dan ibu. Tolong Anna, Bu. Tolong Anna, ayah..." tangisannya terminal begitu pilu hingga membuat kedua pelayannya juga ikut merasakan kesedihannya.

"Maafkan, Anna. Maafkan, Anna. Ibu, ayah ..." ucapnya lagi dengan air mata yang terus saja membasahi pipinya saat ini.

Bersambung